Berjalan Bersama Umat Keuskupan Manado Menghadapi Tantangan

314
Mgr Benedictus Estephanus Rolly Untu, MSC (tengah). (Foto Lexie Kalesaran)

HIDUPKATOLIK.COM – Membangun Gereja dalam suatu sistem. Menyapa umat dengan mengunjungi langsung. Memberdayakan kekuatan umat dalam memberdayakan harta benda Gereja merupakan sarana membangun.

KEPEMIMPINAN Penggambalaan Mgr. Benedictus Estephanus Rolly Untu, MSC dimulai saat penahbisannya pada 8 Juli 2017 yang dilaksanakan di Stasion Maesa Tondano, Manado, Sulawesi Utara.

Di awal kegembalaannya, Mgr. Rolly — sapaan akrabnya —  telah melakukan beberapa hal dan melanjutkan apa yang sudah dibuat uskup-uskup sebelumnya yakni Mgr. Josef Suwatan, MSC; Mgr. Theodorus Hubertia Antonius Jakobus Moors MSC; Mgr. Verhoeven dan saat masih menjadi Prefek/Vikaris oleh Pastor Panis, Pastor Vester dan lain membentuk pelayanan lokal dari sebelumnya dari Surabaya, Batavia yang membangun center for excellent.

“Saya melanjutkan apa yang telah dibuat dengan membangun persekutuan terutama ketika menemukan dalam FGD (Forum Group Discustions) seperti kebutuhan umat akan katekese, kebutuhan akan pemahaman iman,”  ujarnya ketika berbincang dengan HIDUP di ruang kerjanya, Jumat, 17/7/2022.

Supaya mereka (umat) tahu dan paham apa itu ajaran iman dan perlu ditingkatkan lagi dengan perkembangan-perkembangan yang ada, umat semakin banyak, hidup dalam heterogenitas dengan masyarakat lainnya, kebutuhan akan pemahaman iman Katolik semakin perlu bukan untuk menjadi kelompok eksklusif tapi supaya menyadari imannya dan agar menjadi garam dan terang bagi orang lain.

Kemudian, bagaimana memberdayakan kekuatan umat dalam memberdayakan ‘harta benda gereja.’  Itu merupakan sarana membangun.

Itu awal-awal yang dilakukan, mengadakan Sinode, Jalan Bersama Umat untuk mengadakan refleksi apa yang sudah terjadi, lalu ke depan kita mengharapkan apa setelah ini. Lalu, masukan dari lapangan termasuk dari para ahli, diadakan Sinode Keuskupan Manado.

Baru satu tahun memegang ‘tongkat kegembalaan’, Mgr. Rolly mendengar dan memulai dengan Sinode untuk melihat apa yang akan dilakukan ke depan. Di awal kegembalaannya, mantan Provinsial MSC Indonesia ini membuat suatu sistem. Membangun gereja dengan suatu sistem.

Mgr. Rolly sesaat setelah ditahbiskan menjadi Uskup Manado lima tahun lalu. (Foto: Ist.)

Menjadi pertanyaan, apa tantangan ke depan? Tantangannya adalah umat kita yang tersebar  di wilayah yang luas, ada yang di pulau-pulau. Tantangannya adalah bagaimana kita membangun suatu persekutuan, termasuk yang ada di pulau-pulau kecil, seperti yang ada di Talaud, yang dianggap pinggiran/terluar (berbatasan dengan negara lain) di mana kita menanamkan rasa persatuan, sebagai sahabat dan bagaimana mengajak mereka berpikir besar walau kecil di sini, hanya satu keluarga di satu kampung atau dua-tiga keluarga di satu stasi tapi berbuat yang besar.

“Saya menemukan itu (ketika berkunjung ke sana, Red). Mereka luar biasa. Mereka punya semangat hidup sebagai umat Katolik. Tetap komit dan konsisten,” ujarnya.

Mereka (umat di wilayah perbatasan) kecil tapi berbuat besar dalam kesatuan Gereja, Keuskupan Manado dan Gereja universal. Gereja Katolik itu besar. Besar dalam suatu kesatuan, Gereja universal. Umat di mana-mana. “Itu memberikan kebanggaan bagi mereka,” ungkap Uskup Rolly.

Tantangan karena daerah luas, Mgr. Rolly suka hadir  di mana-mana. Semua paroki (74 paroki) sudah dikunjungi. Ia bercita-cita, lima tahun ini semua stasi sudah dikunjungi namun terkendala dengan pandemi sekitar dua tahun, sehingga terhenti. Dari 470 stasi, sudah 351 yang dikunjungi. “Paroki-paroki sudah dikunjungi, bahkan ada yang sudah 4-5 kali. Tinggal stasi belum semua,” paparnya.

Jadi itu tantangannya. Daerah yang luas tapi bagaimana menjaga kesatuan itu dengan kehadiran berupa kunjungan ke paroki-paroki atau stasi-stasi. Tapi yang mau ditekankan bahwa kehadiran itu bukan hanya uskup tapi, terutama, kehadiran para pastor di tengah-tengah umat.

“Laut dan medan yang sulit tidak boleh jadi alasan sehingga umat tidak dikunjungi,” tandas kelahiran Lembean, 4 Januari 1957 ini.

Perlu Evaluasi

Menyinggung hal yang sudah dicapai dalam lima tahun kegembalaan, Mgr. Rolly menjelaskan, hal pertamanya adalah lewat Sinode yang sudah dibuat. “Setelah satu tahun menjadi Uskup,  suatu langkah yakni Jalan Bersama Umat dan sudah disosialisasikan dan diimplementasikan,” ujarnya.

Diagendakan turun ke lapangan lewat kegiatan yang disebut monitoring. Akan dilihat apa yang sudah dikerjakan. Ia menemukan, sebagian sudah jalan, dan karena ini hal baru sehingga masih dalam penyusunan-penyusunan.

Tapi, minimal orang mulai melihat bahwa ini yang harus dikoreksi atau diperbaiki. “Kita punya ideal ke depan, yang disesuaikan dengan visi, misi dan renstra, pola bersama yang mau dilaksanakan di paroki, stasi, wilayah rohani, kelompok kategorial , dan lain-lain. Itu sudah jalan, tinggal melihat. Tahun depan, ada evaluasi untuk lima tahun berikut,” paparnya.

Disebutkan, karena masih hal baru, tentu ada tantangan-tantangannya, membutuhkan waktu. Tahap pertama, sosialisasi. Kemudian monitoring. Dilihat apa sudah jalan atau belum.

Waktu monitoring, datang bukan untuk menilai-menilai apa yang salah tapi melihat sudah sejauh mana yang dibuat. Kalau belum, mari duduk bersama untuk melakukan evaluasi dan apa yang bisa dibuat ke depan.

Tantangannya, torang harus turun ke daerah-daerah atau wilayah-wilayah yang cukup luas.

Berkaitan dengan pembinaan umat, disebutkan, sudah berjalan dengan baik. Tinggal tahun depan akan melihat (kembali).

Pembinaan umat sudah berjalan baik lewat ibadah-ibadah, perayaan-perayaan Ekaristi, ada pada kesempatan tertentu seperti menjelang Natal, Pra-paskah, Paskah, ada juga devosi Bulan Maria.

Ada juga pemberdayaan anak-anak dalam program kateketik, yakni anak-anak Sekami. Supaya mereka menjadi rasul cilik. Anak-anak sudah memimpin ibadah-ibadah rosario.

“Kalau kita sudah mulai kepada anak-anak, ke depan kita punya orang-orang andal, orang-orang yang mantap imannya,” tuturnya.

Ada juga pembinaan-pembinaan iman lainnya, yang bersinergi dengan program KWI seperti KKI. Ada Sekami, Sekar, Komsos, Gereja Universal dan lain-lain, yang kalau mereka berperan seperti di Bulan Maria maka ada pemantapan iman.

Dengan Umat Lain

Terkait dengan hubungan dengan umat beragama lain, diungkapkan, sudah berjalan dengan baik. Sudah terjadi di mana-mana. Selain lewat center-center (pusat-pusat) pendidikan di mana persekolahan-persekolahan Katolik menerima murid-murid bukan hanya Katolik tapi beragama lain maka hubungan itu sudah terjalin dengan baik.

Selain itu, saat berkunjung ke paroki-paroki atau stasi terlihat hubungan antarumat beragama terjalin dengan baik. “Saya melihat umat Katolik dekat dengan umat beragama lain. Saya bahkan terharu, terperangah, ada di suatu stasi yang hanya ada beberapa umat Katolik sudah ada gereja, yang pembangunannya ada keterlibatan umat beragama lain,” ungkap Mgr. Rolly.

Mgr. Rolly (kiri) sedang bertanam. (Foto: Ist.)

Begitu pun, kalau ada kegiatan-kegiatan Gereja, terlihat ada umat beragama lain yang ikut membantu. Dan, begitu sebaliknya, umat Katolik membantu, ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan umat beragama lain.

Di tingkat Keuskupan sudah terlihat jelas lewat rupa-rupa kegiatan bersama. Ketika ada undangan, Uskup berusaha hadir atau menugaskan Komisi atau perwakilan. Ada komisi HAK, BKSAUA, FKUB di mana Katolik punya perwakilan di situ. Perwakilan Katolik sering pula dilibatkan dalam rupa-rupa iven.

Kalau ada event keagamaan, umat beragama lain berpartisipasi seperti menjaga gereja atau tempat-tempat ibadah.Begitu juga sebaliknya umat Katolik seperti yang tergabung dalam LC (Legio Christi) turut berpartisipasi menjaga tempat-tenpat ibadah saat umat beragama lain merayakan event keagamaan mereka.

Lexie Kalesaran (Manado)

HIDUP, Edisi No. 27, Tahun ke-76, Minggu, 3 Juli 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini