Memaknai 75 Tahun Seminari St. Paulus

413

HIDUPKATOLIK.COM – ADALAH suatu kegembiraan bagi Gereja di Sumatera Bagian Selatan (Sumbangsel), bahwa sebuah seminari menengah berdiri kokoh di Bumi Sriwijaya ini. Mengambil nama pelindung, St. Paulus, Seminari ini sungguh-sungguh menjadi salah satu batu penjuru bagi kehidupan dan pertumbuhan Gereja lokal. Tentu saja tak hanya bagi Sumbangsel tetapi bagi Gereja Katolik di Indonesia, mungkin juga Gereja level dunia, mengingat, putra-putra Sumbangsel, khususnys SCJ telah ikut dalam panggilan misioner Gereja sedunia.

Seminari Menengah St. Paulus Palembang telah melahirkan dua orang uskup. Masing-masing adalah Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ (Uskup Emeritus Keuskupan Agung Palembang, KAPal) dan Mgr. Yohanes Harun Yuwono (Uskup KAPal saat ini). Belum terhitung jumlah kaum religius dan projo yang telah dihasilkan Seminari ini. Dan, tak bisa dipandang sebelah mata, sekian banyak alumni Seminari ini yang tidak terpanggil menjadi imam alias menjadi awam. Peran Seminari untuk mendidik mereka pada masanya juga berdampak penting bagi diri mereka dan kerasulan (panggilan) mereka sebagai rasul awam di tengah profesi dan masyarakat luas.

Perjalanan panjang dan berliku, serta diwarnai kerikil-kerikil tajam pada awal pendirian Seminari ini layak menjadi bahan refleksi pada momentum peringatan 75 tahun berdirinya ini. Tantangan yang dihadapi Gereja Sumbangsel beriringan dengan tantangan yang dihadapi para imam (religius dan projo). Derasnya arus urbanisasi dan demografi penduduk, modernisasi dengan segala efek dominonya akan berdampak luas dalam perkembangan dan pertumbuhan iman umat. Luasnya wilayah penggembalaan Gereja di masing-masing keuskupan di Sumbangsel juga menjadi problematika sendiri bagi kehadiran imam-imam yang tangguh menghadapi perubahan zaman.

Seminari Menengah Palembang merupakan kawah candradimuka bagi pesemaian panggilan-panggilan menadi imam. Kendati terjadi pasang surut jumlah seminaris yang dididik di sini, keberadaan para seminaris menjadi harapan bagi masa depan Gereja di tengah perkembangan dan perubahan zaman.

Oleh karena itu, Seminari ini mendapat tantangan yang tidak ringan sebagaimana dihadapi seminari-seminari menengah di Indonesia. Seminari-seminari juga menghadapi masalah-masalah pelik yang tidak mudah dicari jalan keluarnya. Selain jumlah peminat yang kadang berkurang, ketersediaan pendamping dan guru yang mumpuni sebagai pendidik merupakan problematika sendiri. Dua tahun masa pandemi disebut-sebut juga menjadi ‘hantaman’ tersendiri bagi seminari-seminari, tak terkecuali Seminari Menengah St. Paulus Palembang.

Kini, pasca pandemi, kehidupan mulai berputar normal kembali. Begitu pun dengan seminari-seminari. Kita berharap, pengalaman panjang Seminari Menengah St. Paulus dapat menjadi energi dan modal yang perlu dimaksimalkan ke depan. Di satu sisi harus mengikuti kurikulum kementerian pendidikan, di sisi lain, program (kurikulum) internal seminari juga harus berjalan sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

Peran para alumni kiranya bisa lebih dirangkul, terutama dalam menjadi atau mencari para donatur yang berkenan membantu meringankan beban finansial Seminari. Jaringan yang kuat para alumni akan menjadi kekuatan yang tak tertandingi. Mungkin saja para alumni Seminari ini menjadi partner yang sepadan karena secara emosional, mereka punya kedekatan.

HIDUP, Edisi No.26, Tahun ke-76, Minggu, 26 Juni 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini