Paus kepada Buddha Mongolia: Kemanusiaan Harus Meninggalkan Segala Bentuk Kekerasan

449
Paus Fransiskus menyapa anggota delegasi Buddha.

HIDUPKATOLIK.COM – Paus Fransiskus menyambut delegasi Buddha dari Mongolia yang mengunjungi Vatikan, dan menyerukan dialog antaragama untuk membantu umat manusia merangkul non-kekerasan dalam setiap aspek kehidupan.

Saat Takhta Suci dan Mongolia menandai peringatan 30 tahun hubungan diplomatik formal, delegasi pemimpin Buddha dari negara Asia Timur itu bertemu dengan Paus Fransiskus, Sabtu (28/5/2022).

Rombongan itu didampingi oleh Uskup Giorgio Marengo, Prefek Apostolik Ulaanbaatar.
Paus Fransiskus memberi delegasi itu “sambutan yang hangat dan penuh hormat”, dan memuji keinginan mereka untuk membangun masyarakat yang damai melalui saling pengertian dengan Gereja Katolik.

“Perdamaian adalah kerinduan umat manusia saat ini. Akibatnya, ada kebutuhan mendesak, melalui dialog di semua tingkatan, untuk mempromosikan budaya damai dan anti-kekerasan. Dialog ini harus mengajak semua orang untuk menolak kekerasan dalam segala bentuk, termasuk kekerasan yang dilakukan terhadap lingkungan.”
Pada saat yang sama, Paus menyesalkan bahwa beberapa orang masih berusaha menggunakan agama untuk membenarkan kekerasan dan kebencian.

Yesus dan Buddha

Paus Fransiskus merenungkan ajaran Yesus dan Buddha, dengan mengatakan kedua pria itu adalah “pembawa perdamaian dan pendukung antikekerasan.”

Yesus, katanya, mengajar murid-murid-Nya untuk mengasihi musuh mereka dan hidup tanpa kekerasan sampai mati di kayu salib, “di mana Dia menjadi damai sejahtera kita dan mengakhiri permusuhan.”

Buddha Gautama, seorang guru spiritual India kuno yang hidup pada paruh kedua milenium pertama SM, mendirikan ajarannya pada prinsip inti tanpa kekerasan dan perdamaian.

Paus mencatat bahwa Sang Buddha mendorong orang lain untuk melampaui kategori kemenangan dan kekalahan, dan membuang keduanya dalam keinginan untuk penguasaan diri, alih-alih berusaha menaklukkan orang lain.

“Di dunia yang dilanda konflik dan perang, kita, sebagai pemimpin agama yang mengakar kuat pada ajaran agama kita masing-masing, memiliki kewajiban untuk membangkitkan dalam kemanusiaan tekad yang teguh untuk meninggalkan kekerasan dan membangun budaya damai.”

Jalan Kebebasan Beragama dan Persahabatan

Saat Gereja menandai 30 tahun kehadiran resminya di Mongolia, Paus mengakui bahwa hanya sedikit umat Katolik yang tinggal di Mongolia—sekitar 1.400 umat Katolik asli Mongolia, dengan 8 gereja, 33 imam, dan 44 suster — tetapi mengatakan bahwa mereka “berkomitmen penuh untuk membina budaya perjumpaan.”

Karena itu, Paus Fransiskus meminta umat Buddha dan Katolik Mongolia untuk “memperkuat persahabatan kita demi manfaat semua orang.”

Dia mengungkapkan harapannya bahwa tradisi panjang hidup berdampingan antaragama yang damai di Mongolia dapat mengarah pada “implementasi efektif kebebasan beragama dan promosi inisiatif bersama untuk kebaikan bersama.”

“Kehadiran Anda di sini hari ini sendiri merupakan tanda harapan,” katanya kepada delegasi

Buddha. “Dengan sentimen ini, saya mendorong Anda untuk bertekun dalam dialog persaudaraan dan hubungan baik Anda dengan Gereja Katolik di negara Anda, demi perdamaian dan harmoni.”

Pastor Frans de Sales, SCJ; Sumber: Devin Watkins (Vatican News)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini