Uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla MSF: Dipanggil Menjadi Gembala

761
Mgr. Paulinus Yan Olla MSF, Uskup Tanjung Selor
Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 08 Mei 2022 Minggu Paskah IV (Hari Minggu Panggilan) Kis.13:14, 43-52; Mzm.100:2,3,5; Why.7:9,14b-17;Yoh.10:27-30

KITA hidup dalam suatu dunia yang kini ditandai ketidakmampuan untuk mendengarkan, apalagi kerelaan untuk dituntun orang lain. Ketidakmampuan mendengarkan itu diperlihatkan melalui adanya pemaksaan kehendak di ruang publik dan semakin berkuasanya keinginan-keinginan pribadi atau kelompok eksklusif mengalahkan kepentingan umum. Tujuan akhir yang dicapai bukan kesejahteraan seutuhnya dari manusia.

Injil menggambarkan Yesus sebagai Gembala baik yang mengenal setiap anggota kawanan-Nya secara mendalam (Bdk. Yoh. 10:27). Pengenalan yang tidak bersifat manipulatif demi kepentingan diri sendiri. Yesus justru menawarkan berberlimpahan hidup, jika panggilan dan tuntunan-Nya diikuti. Dia menawarkan kehidupan abadi dan setiap orang yang setia mengikuti-Nya tidak akan dibiarkan menjadi binasa (Bdk. Yoh. 10:28).

Tantangan bagi murid-murid Yesus di masa sekarang adalah membiarkan diri dituntun dalam pengembaraan mencari kehendak Allah dan kebenaran yang ditawarkan Allah dalam hidup sehari-hari.

Hidup masyarakat modern justru ditandai pengkultusan “kebebasan pribadi” dan mutlak sebagai satu-satunya ukuran tindakan. Padahal mengikuti Yesus tidak lain adalah membiarkan Dia mengubah diri kita dari “apa adanya” kita menjadi “apa yang sepatutnya” menjadi hidup kita.

Syaratnya adalah “mendengarkan suara-Nya” dan menjawab panggilan-Nya (Bdk. Yoh. 10:27). Panggilan Yesus bersifat transformatif karena mereka yang menjawabnya dan berserah diri dalam kebebasan akhirnya memperoleh pencerahan. Panggilan Yesus yang demikian mengubah pribadi terpanggil untuk membawa cahaya keselamatan. Orang terpanggil diutus menjadi “terang bagi bangsa-bangsa” yang tidak mengenal Allah maupun yang hidup dalam berbagai penderitaan (Bdk. Kis. 13:47).

Menjadi pengikut Yesus akan mengalami berbagai tantangan hidup. Pengembaraan kita menuju Allah bisa ditandai berbagai kegelapan hidup. Suara Tuhan sering seakan tidak terdengar atau hanya sayup-sayup. Tuhan sering berbicara dalam suara yang halus, lembut dan menghibur.

Di saat yang lain suara Tuhan bisa berwujud tantangan bagi kita untuk membuat pilihan, termasuk dalam pilihann untuk menderita. Namun pada akhirnya mereka yang setia mengikuti bimbingan-Nya dalam pengembaraan akan mengalami bahwa “mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih dalam darah Anak Domba.” Allah “menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka” (Bdk. Why.7: 14.17).

Mendengarkan panggilan Kristus akhirnya membawa pada kepenuhan hidup. Namun hal itu tidak dimaksudkan untuk tujuan egoistis bagi diri sendiri. Dia menghendaki agar “air kehidupan” dan “cahaya kehidupan” yang mulai dicicipi oleh para pengikut-Nya sungguh menjadi jalan hidup dan kesaksian hidup. Para murid yang terpanggil diharapkan tinggal dan berkembang sebagai satu kawanan sama seperti kesatuan Yesus dengan Bapa-Nya (Bdk. Yoh. 10: 30).

Untuk dapat bertahan dalam satu kesatuan kawanan, Yesus memerlukan gembala-gembala bagi Gereja. Pemimpin-pemimpin yang mengenal domba-domba dan terlibat dengan kehidupan dombanya atau “gembala berbau domba,” seperti sering diungkapkan Paus Fransiskus.

Pada Minggu Panggilan seluruh Gereja berdoa agar bertumbuh panggilan dalam Gereja yang menghasilkan gembala-gembala seperti Yesus. Kita memohon agar Tuhan melimpahi Gereja-Nya dengan pemimpin yang memusatkan perhatian pada kawanannya dan bukan pada diri sendiri.

Ada orang yang mengatakan bahwa para pengikut Sang Gembala ada tiga golongan. Pertama adalah segelintir orang Kristiani yang “melakukan sesuatu”. Kedua adalah sejumlah besar orang Kristiani yang “hanya menonton apa yang terjadi.” Ketiga, golongan terbesar dalam Gereja adalah orang Kristiani yang “tidak mengetahui sama sekali apa yang terjadi dalam Gereja dan bahkan dalam dunia sekitarnya.”

Maka pada hari ini kita perlu menyadari bahwa setiap pengikut Yesus dipanggil untuk menjadi “gembala” seperti Yesus sendiri melalui tindakan kasih dan kepedulian terhadap sesama. Kesaksian hidup sebagai orang-orang yang tercerahkan menjadikan kita tidak dapat berdiam diri. Kegembiraan Injil dibagikan sebagai kesaksian kepada orang-orang yang dijumpai dalam perziarahan. Kendati terdapat tantangan, “murid-murid di Anthiokia penuh dengan sukacita dan Roh Kudus” (Bdk. Kis.13:52).

Panggilan dalam Gereja tidak hanya soal para pemimpinnya. Kita tentu saja berdoa bagi tumbuhnya panggilan bagi kepemimpinan Gereja dan hidup religius sebagai biarawan-biarawati tetapi tugas dan tindakan “penggembalaan” menyerupai Yesus adalah panggilan semua orang kristiani. Kita akhirnya adalah kawanan peziarah yang di bawah tuntunan Sang Gembala Agung saling membantu dalam perziarahan kita sebagai suatu kesaksian iman menuju hidup dalam Allah.

 Setiap pengikut Yesus dipanggil untuk menjadi gembala seperti Yesus sendiri.”

HIDUP, Edisi No. 19, Tahun ke-76, Minggu, 8 Mei 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini