Pasca Paskah, Apa Tugas Kita

178
Seorang tentara Ukraina menyelamatkan seorang bayi.

PERAYAAN Paskah (Pekan Suci) tahun 2022 lalu terasa berbeda dari perayaan dua tahun sebelumnya. Pandemi telah membekap dunia sehingga segala bentuk acara yang berpotensi mengundang kerumunan orang dihentikan, termasuk beribadah di rumah ibadah.

Tahun ini, bulan keempat April ini, situasi dan kondisinya sudah jauh berbeda. Dari beragam informasi yang dihimpun, gereja-gereja sudah diberi kelonggaran untuk merayakan Pekan Suci secara langsung di gereja. Kuota tempat duduk yang disediakan makin diperbesar.

Catatannya, tetap memperhatikan protokol kesehatan. Basilika Santo Petrus, Vatikan sendiri pun sudah bersiap menyambut perayaan Pekan Suci. Pekan yang merupakan puncak perayaan iman umat Katolik seluruh dunia.

Namun di tengah suasana yang perlahan membaik ini, yang membangkitkan sukacita, berbanding terbalik dengan apa yang kini tengah melanda Ukraina, dan juga di pelbagai tempat yang masih dilanda konflik (perang).

Serangan Rusia ke Ukraina telah menimbulkan tak hanya korban perang dalam pertempuran. Tetapi juga, jutaan pengungsi Ukraina ke pelbagai negara terdekat di kawasan Eropa. Anak-anak, ibu-ibu, kaum perempuan, lansia, orang sakit harus menyelamatkan diri dari bahaya perang ini.

Tak terbayangkan bagaimana mereka harus berlarian dari ancaman peluru-peluru. Situasi yang sungguh menakutkan dan memilukan. Tentu saja banyak warga yang bertahan di rumah masing-masing karena tidak tahu harus bagaimana.

Pemimpin Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus telah menunjukkan segala upaya kerasnya untuk mencegah, dan kini bagaimana menghentikan perang di Ukraina ini. Tiada hentinya Paus menyuarakan agar semua pihak menempuh jalan-jalan diplomasi agar bahaya yang lebih besar tidak terjadi.

Dalam kunjungannya ke Malta baru-baru ini, lagi-lagi Paus mengutarakan agar perang ini segera diakhiri. Utamanya adalah alasan kemanusiaan dan perdamaian dunia.

Bagaimana dengan kita? Bukankah banyak problematika kemanusiaan yang menuntut perhatian kita. Tak hanya Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) yang mengajak umatnya untuk memberi atensi pada penghormatan pada martabat manusia. Sejumlah keuskupan juga melakukan gerakan yang sama.

Hal ini menunjukkan bahwa masalah penghargaan pada harkat dan martabat manusia masih kerapkali belum diperhatikan dan dijunjung tinggi. Kekerasan rumah tangga masih sering terjadi. Tindak kekerasan seksual masih jamak juga ditemukan di tengah masyarakat kita. Perdagangan manusia, dan masih banyak lagi kasus-kasus yang melecehkan martabat manusia itu sediri.

Itu berarti, tantangan yang dihadapi Gereja, kita sebagai umat beriman pada Kristus, tidaklah ringan. Paus telah membuktikan suara kenabiannya di panggung global.

Bagaimana dengan Gereja lokal menghadapi isu-isu kemanuisaan yang kerap meminta perhatian?

Bagaimana dengan umat? Tindakan (baca: perutusan) apa yang urgen kita lakukan agar bukti pertobatan (Masa Prapaskah) menjadi tanda nyata kita telah mengalami kebangkitan (Pascapaskah)?

Adalah sangat disayangkan manakala kita berhenti pada hal-hal yang sifatnya ritual tanpa ada perbuatan iman yang konrekt di tengah dunia ini.

Selamat Paskah!

HIDUP, Edisi No.16, Tahun ke-76, Minggu, 17 April 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini