Renungan Selasa, 7 Februari 2017 : Pusat Keagamaan

134
[www.sundayeducation.com]

HIDUPKATOLIK.com - Pekan Biasa V; Kej 1:20-2:4a; Mzm 8; Mrk 7:1-13

UNTUK kedua kali rombongan dari Yerusalem, pusat keagamaan Yahudi, datang menemui Yesus. Bila pada kedatangan pertama (lih. Mrk 3:22), mereka menuduh Yesus “kerasukan Beelzebul, dan dengan penghulu setan Ia mengusir setan”, kini mereka mengecam para murid Yesus yang “makan dengan tangan najis.” Kecaman ini dijawab Yesus dengan langsung menunjuk pada otoritas hukum agama, yaitu bahwa Ia bukan berasal dari perintah manusia, tapi dari perintah Allah. Artinya, pusat agama bukan “Yerusalem atau kota-kota suci” lainnya dengan adat istiadatnya, tetapi firman Allah.

Tak mudah menjalani firman Allah. Ada dua sikap yang membuat orang cenderung menghindari, bahkan menyelewengkan makna utama firman tersebut, yaitu kemunafikan dan rasionalisasi. Kemunafikan mengubah hidup beragama sekadar menjadi penampilan, sedangkan rasionalisasi menonjolkan kesombongan rohani. Itulah mengapa dikatakan dalam Yes 29:13: “bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya, dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan”.

Suara hati, tempat Allah menjamah manusia, adalah pusat hidup keagamaan. Ia memang hanya tampak dan tercermin dalam keyakinan iman dan pengharapan yang wujudnya adalah kasih. Inilah yang tak pernah kelihatan dalam seluruh kehidupan mereka “yang datang dari Yerusalem”.

Henricus Witdarmono

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini