Peringatan Emas Nostra Aetate

145
Para pemimpin agama dunia hadir dalam peringatan 50 tahun Nostra Aetate di Universitas Gregoriana Roma
[www.L’osservatoreRomano.com]

HIDUPKATOLIK.comNostra Aetate direfleksikan kembali. Dialog dan keterbukaan menerima agama lain menjadi tema sentral dalam refleksi setengah abad kehadiran Nostra Aetate.

Universitas Kepausan Gregoriana menjadi tuan rumah Konferensi International memperingati 50 tahun Deklarasi Nostra Aetate (NA), Rabu, 28/10. Dokumen ini adalah salah satu deklarasi dalam Konsili Vatikan II, yang diterbitkan pada 28 Oktober 1965. Inilah dokumen Gereja Katolik pertama yang mengakui kebenaran dalam agama-agama lain terutama Yahudi dan Islam dan mendorong kerjasama untuk kepentingan seluruh umat manusia.

Selama setengah abad terakhir, pesan NA telah diaktualisasikan Gereja dalam aneka kegiatan lintas agama. Dokumen ini menjadi acuan Gereja dalam menerima apapun yang benar dan suci pada tradisi agama lain. NA mendesak umat Katolik mengedepankan dialog dan kerjasama dengan semua agama. Bahkan, NA mengutuk semua bentuk anti-semitisme di mana Yahudilah yang dituding bertanggung jawab atas peristiwa penyaliban Yesus.

Dialog dan Kerjasama
Dalam Kongres Yahudi Dunia, Rabu, 28/10, Paus Fransiskus menjelaskan serangan terhadap bangsa Yahudi adalah bentuk anti-semitisme. “Mungkin ada kepentingan politik dalam berbagai bentuk kekerasan saat ini, tapi negara Israel punya hak untuk mengalami keselamatan dan kemakmuran,” ujar Bapa Suci seperti dirilis Catholic Herarld 29/10.

Presiden Konggres Yahudi Dunia, Ronald S. Lauder juga beraudiensi pribadi dengan Bapa Suci. Ia memuji usaha Bapa Suci mengusahakan perdamaian di antara agama- agama. “Paus tak hanya membuat deklarasi. Ia menginspirasi orang dengan kehangatan dan kasih sayangnya,” kata Lauder.

Selain di Roma, peringatan 50 tahun NA juga digelar di Universitas Georgetown Washington, Amerika Serikat. Mgr Michael Louis Fitzgerald MAfr, mantan Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antar agama menjadi pembicara dalam konferensi yang diprakarsai Jaringan Penelitian Eklesiologi International ini. Ia menjelaskan empat model dialog, yakni dialog aksi, dialog kehidupan, dialog diskusi dan dialog pengalaman religius. “Kami menghormati orang lain dengan cara mereka mencari Tuhan,” ujarnya.

Dalam relasi dengan Islam, NA telah meletakkan dasar relasi yang baik. Umat Kristiani menghargai umat Islam dengan cara mereka menyembah satu Allah dalam praktik Shalat, Puasa dan Zakat. “Ada hal yang tak bisa kita pelajari dari Islam, tapi hanya kesediaan kita belajar bersama mereka, itulah prasyarat membangun dialog,” tegas Mgr Fitzgerarld.

Ia mencontohkan Paus Fransiskus saat melawat ke Yerusalem pada Mei 2014. Bapa Suci mengajak Mahmoud Abbas, Presiden Palestina, dan Presiden Israel Shimon Perez kala itu untuk berdoa bagi perdamaian dunia.

Bapa Suci juga menetapkan bulan November tahun ini sebagai bulan dialog. Paus mengajak umat membuka diri dan membangun dialog dengan semua orang yang berbeda keyakinan. “Mari kita berdoa selama bulan November agar kita semua bisa terbuka membangun dialog,” ujar Bapa Suci seperti dirilis Radio Vatikan 31/10.

Yusti H. Wuarmanuk

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini