Jalar Api Persekutuan Misioner

486
Program Wisata Rumah Ibadat Komosi KKI-KKM Keuskupan Bandung bekerja sama dengan tokoh lintas agama.

HIDUPKATOLIK.COM – Inilah kisah kecil Karya Kepausan yang mendunia hingga mewarnai semangat misi Gereja lokal di Indonesia.

KEEMPAT Serikat Karya Kepausan telah diperkenalkan kepada Gereja Katolik di Indonesia. Serikat-serikat ini menjadi sarana animasi Gereja Universal. Kebanyakan keuskupan pun telah mengetahuinya meskipun belum secara mendalam. Untuk itu, guna memperdalam pengetahuan dan implementasinya dilaksanakanlah sosialisasi melalui tenaga terlatih dan berdedikasi tinggi. Mereka adalah para Direktur/ris Diosesan Karya Kepausan Indonesia (Dirdios KKI) yang ada di 37 Keuskupan di Indonesia.

Ketika secara resmi melalui keputusan sidang MAWI (sekarang KWI) yang diadakan di Jakarta tanggal 22 November – 4 Desember 1971, keputusan itu menyatakan bahwa seperti di negara-negara lain, KKI bukan bagian dari Sekretariat Jenderal MAWI. KKI merupakan “partisipan”, wakil dari Karya Kepausan Sedunia di Roma, otonominya besar dan keuangannya tidak termasuk dalam keuangan KWI. Sesuai Statuta Karya Kepausan Bab I No 6, Karya Kepausan memiliki dua aspek yakni aspek episkopal dan universal. Karya Kepausan berada dalam Keuskupan tetapi bukan milik Keuskupan. Ia adalah milik Gereja Katolik sedunia.

Ditegaskan pula, KKI itu lain dari Komisi Karya Misioner (KKM) yang merupakan lembaga milik KWI. KKM sendiri baru terbentuk pada tahun 1978 ad experimentum dan menjadi komisi tetap setahun kemudian dengan tujuan untuk mempelajari masalah pemerataan tenaga rohaniwan/wati dalam Gereja Indonesia. Pada tahun 1984, tujuan itu diperluas dan ditambah dengan memberikan motivasi dan animasi misioner dalam kerja sama dengan KKI. Maka, kerja sama antara KKI dan KKM-KWI berjalan seiring dan sangat erat berhubungan dengan satu sama lain. Hal ini dimungkinkan karena memiliki tujuan yang sama dan kesamaan pelaku kegiatan. “Maka bisa dikatakan KKI tidak serta merta termasuk di dalam KWI tetapi semacam mitra kerja karena menjadi lembaga internasional perwakilan Kongregasi Penginjilan Bangsa-bangsa di Indonesia. Dalam kaitan dengan karya misi dan mempererat kerja sama, maka Direktur Nasional (Dirnas) KKI menjadi ex officio Sekretaris Eksekutif KKM KWI,” ujar Dirnas KKI, Romo Markus Nur Widipranoto ketika  diwawancarai HIDUP tahun 2019. Demikian pula di beberapa keuskupan, Dirdios KKI menjabat penghubung atau Delegatus Misi (Delmis) Diosesan (KKM-KWI).

Sejalan dengan itu, para Dirdios bersama anggota komisinya terus melenggangkan jalar api semangat misioner. Ini semua agar tercipta persekutuan yang kuat di mana keempat serikat Karya Kepausan semakin dikenal oleh umat Katolik Indonesia dan dengan demikian amanat agung Yesus Kristus selalu diteruskan dan dipelihara hingga di tiap generasi berbuah.

Kemah SEKAMI

Di Keuskupan Denpasar salah satu tugas yang dihayati dan dibidik Komisi KKI-KKM keuskupan ini adalah pastoral pendampingan anak-anak Serikat Kepausan Anak-anak Misioner (SEKAMI). Menurut Dirdios KKI Keuskupan Denpasar, Romo Herman Yoseph Babey, wajah Gereja Katolik Indonesia mengalami transformasi khususnya pada wajah “Gereja Anak-anak.” Ia melihat peran anak-anak semakin mencolok. SEKAMI bukan hanya sarana untuk mengakomodir aktualisasi diri anak tetapi mengandung sebuah kepercayaan besar akan tanggung jawab anak-anak sebagai bagian utuh dalam kesatuannya selaku warga Gereja.

Romo Herman Yoseph Babey

Lebih lanjut, imam yang sejak 2003 berkarya sebagai Dirdios KKI ini mengutarakan, pada tahun 2019 KKI Keuskupan Denpasar pernah menyelenggarakan “Kemah 1000 Anak SEKAMI Sekeuskupan Denpasar” di Palasari. Biasanya kegiatan ini dimulai pada hari Kamis sore hingga Minggu siang. Setiap kemah akan dihuni oleh 12 orang anak dari paroki berbeda pralambang 12 suku Israel atau 12 rasul. Ini didesain untuk menunjang anak dapat aktif bergaul dalam konteks masyarakat majemuk. Dalam kegiatan itu, anak-anak diajarkan untuk menghargai tidak hanya sesama anak-anak kelompok SEKAMI tetapi juga anak-anak yang berbeda keyakinan. “Pengakuan dialog itu harus dimulai dari kelompok anak-anak agar mereka tahu menghargai hidup orang lain dengan iman yang berbeda,” tuturnya pada HIDUP, Senin, 13/12/21.

Kemah Seribu Anak SEKAMI Keuskupan Denpasar

Menariknya di tingkat Dekanat Nusa Tenggara Barat (NTB), Kemah SEKAMI pernah diadakan di Paroki Donggo (Bima-Sumbawa) Gereja St. Yohanes Maria Vianney. Sekitar 200an anak berpartisipasi dari tujuh paroki. Wilayah ini menarik karena mayoritas warganya adalah umat Muslim. Jadi jika tingkat keuskupan hanya pergi ke rumah umat Katolik, di sini anak-anak mengunjungi rumah keluarga Muslim. “Menarik, anak-anak diajak kerja bakti untuk membersihkan area sekitaran masjid,” ungkap Direktur Pusat Pastoral Keuskupan Denpasar ini.

Imam yang akrab disapa Romo Babey ini juga mengisahkan bagaimana anak-anak merayakan Hari Orang Sakit Sedunia di bulan Februari. Sebelum pandemi, mereka kerap melakukan kunjungan pasien ke RS. Ini tidak diperuntukkan pada umat Katolik saja. Sehari sebelumnya, mereka akan melakukan survei mengenai makanan kesukaan pasien dan akan membelikannya sebagai buah tangan. Pembelian bingkisan ini didanai melalui derma misioner yang mereka kumpulkan tiap minggu. Saat hari Minggu Panggilan dan Misi, anak-anak dihimbau untuk membawa persembahan. Persembahannya bukanlah uang tetapi mainan miliknya. Mengapa? Karena anak hendak diajarkan untuk mempersembahkan miliknya, mengorbankan miliknya bagi orang lain. “Mainan itu nantinya akan di kirim ke paroki yang membutuhkan. Ini salah satu cara berbagi,” terangnya.

Di masa pandemi, hampir semua kegiatan beralih virtual dan kehadiran aplikasi Digi SEKAMI dari Biro Nasional KKI menjadi angin segar. “Januari 2022 akan kami adakan evaluasi bagaimana aplikasi ini digunakan dan berapa banyak orangtua yang serius menggunakannya,” sebutnya. Dengan demikian, Romo Babey berharap inovasi digital dapat terus dikembangkan untuk pengembangan karya misi.

Content Creator

Sedangkan di Keuskupan Agung Palembang (KAPal), seruan, “Bukan sekadar pendamping, kamu adalah content creator” terus digemakan. Itulah pesan yang senantiasa disampaikan oleh Dirdios KKI-KKM KAPal, Romo Yohanes Sigit Winarno, SCJ kepada para pendamping Tim Remaja Misioner KKI dalam School of Mission Animators (SOMA) tingkat dekanat.

SOMA yang diadakan di tingkat Dekanat Blitang merupakan pertemuan tatap muka pertama yang Romo Sigit ikuti sejak dipilih menjadi Dirdios pada Februari 2020. Situasi pandemi banyak membuatnya berefleksi bahwa lahan digital harus digarap secara serius untuk karya misi. Dalam pertemuan itu, ia mengajak para pendamping untuk akrab dengan gadget. Ia pun mendorong para pendamping untuk mulai memproduksi konten katekese ringan berupa tulisan kecil atau video singkat sederhana. “Klo pun sekarang belum bisa, belajarlah pada anak-anak yang kita bina. Jangan takut untuk belajar dari mereka,” tegasnya lagi sembari mengapresiasi kehadiran Digi SEKAMI.

Jambore SEKAMI Keuskupan Agung Palembang

Imam yang ditahbiskan pada 30 November 2012 ini turut membeberkan bahwa kegiatan yang banyak mewarnai kegiatan KKI KAPal selain SOMA adalah Jambore. Ia melihat selama kurun waktu 2011-2021, pendampingan anak dan remaja serta animator/tris memiliki porsi yang cukup besar tetapi juga mewarnai. Jambore Keuskupan, menurutnya, menjadi andalan dari KKI karena bisa merangkul semua di mana wilayah geografis KAPal merangkum tiga provinsi yakni, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Jambi. KKI KAPal sendiri dalam melaksanakan Jambore selalu memakai tiga kata kunci, yaitu selebrasi, formasi, dan animasi misioner.

Romo Yohanes Sigit Winarno SCJ

Tidak hanya itu, KKI KAPal ikut menaruh perhatian pada isu “Gereja Katolik Ramah Anak.” Romo Sigit menyampaikan isu ini begitu menarik perhatiannya sebab ketika akan mengajukan proposal ke Roma untuk KKI, dalam surat itu selalu diajukan pertanyaan, ‘apakah gereja anda memiliki kebijakan berkaitan dengan perlindungan anak?’. Pertanyaan ini menggugah nuraninya. Ia menemukan belum ada keuskupan yang memiliki pedoman demikian. Hanya ada pedomam umum bagi keuskupan atau kongregasi yang mau membuat yang dikeluarkan oleh Badan Kerja sama Bina Lanjut Imam Indonesia (BKBLII).

Akhirnya pada 13 november 2021, dibuatlah webinar “Gereja Katolik Ramah Anak” dengan Dirnas KKI, Romo Nur Widi menjadi salah satu narasumbernya. Dalam webinar ini ditegaskan bahwa kata “ramah” bukanlah berarti Gereja Katolik sebelumnya belum ramah anak tetapi mau semakin menegaskan serta memperbaharui komitmen Gereja Katolik terhadap anak. “Tidak hanya ramah tetapi jadi rahmat bagi anak. Baik dari segi iman, kepribadian, serta sarana dan prasarana,” tegas Romo Sigit pada Kamis, 16/12/21.

Jambore Virtual

Selanjutnya, Dirdios KKI Keuskupan Bandung, Romo Petrus Suparman, OSC mengisahkan dalam menjalankan tugasnya, komisi ini telah melaksanakan berbagai macam kegiatan seturut deskripsi perutusannya yang telah digariskan oleh BN KKI-KKM KWI serta Uskup Bandung. Ada 11 perutusan yang diberikan kepada Komisi KKI-KKM, salah satunya mendampingi para penggerak dan fasilitator BIA/BIR, menanamkan semangat misioner kepada semua umat Katolik, dan menumbuhkan serta menyuburkan panggilan imam, biarawan/ti.

Romo Petrus Suparman OSC

Selain kegiatan yang bersifat rutin dan turunan, Komisi KKI-KKM Keuskupan Bandung kini memfokuskan diri pada dua kegiatan, yaitu T-SOM dan Wisata Rumah Ibadah. TSOM adalah Sekolah Misi Remaja yang tujuannya menganimasi anak remaja untuk menghayati identitasnya sebagai misionaris Kristus dan juga sebagai ajang kaderisasi bagi pendamping SEKAMI masa depan. Sedangkan Wisata Rumah Ibadah bertujuan untuk mengedukasi anak dan remaja SEKAMI tentang kebhinekaan dan toleransi antar suku, budaya dan agama di Indonesia. Nantinya, program “Wisata Rumah Ibadat” yang bekerja sama dengan enam agama di Indonesia, akan menjadi “Jelajah Kebhinekaan Nusantara.” Bentuknya akan ada live in di rumah ibadat serta wisata kebudayaan. “Ini akan digalakan setiap bulan Oktober sebagai bulan misi,” terangnya. Ia pun berharap kegiatan ini juga akan menelurkan sebuah majalah yang akan memuat refleksi anak dalam Jelajah Kebhinekaan.

Saat ini, Jambore SEKAMI Virtual dipersiapkan. Ide kegiatan ini muncul dari kerinduan anak-anak Keuskupan Bandung sendiri. Pada 2-9 Januari 2022 Jambore Virtual dilaksanakan. Dimeriahkan dengan lomba gerak tari dari theme song jambore “Dengar Dia Memanggilmu”. Dilengkapi dengan penggalian spirtualitas SEKAMI sebagai Rasul Cilik Kristus oleh Dirnas KKI. Dikuatkan oleh berbagi cerita antar SEKAMI yaitu, Keuskupan Denpasar, Surabaya, Makassar, Sintang, Malang, dan Semarang. “Diharapkan pula orangtua dapat ikut mendampingi sekaligus kita akan mensosialisasikan tentang Digi SEKAMI,” imbuh Romo Maman. Disamping itu, diharapkan kegiatan ini akan menelurkan “Doa SEKAMI” dari peserta Jambore.

Menghadapi tantangan kedepan dalam pembinaan dan kaderisasi, Romo Maman akan melebarkan sayapnya. Ia bertekad menggali metode Katekese Gembala Baik yang tengah populer di Amerika Serikat. Model katekese ini bak metode dokter yang mengamati, mencermati, lalu membuat analisa dengan apa yang terjadi hingga hasil. “Ketika anak masuk dalam atrium, oleh katekis ia diamati lalu digali imannya melalui peraga yang ia pilih, dari situ membuat penilaian perkembangan iman anak. Semoga BN KKI juga tertarik mempelajari metode katekese gembala baik ini,” harapnya.

Memadukan Program

Setahun setelah gempa bumi yang terjadi di perairan antara Pulau Nias, Sumatera Utara dan Pulau Simeuleu dan Nanggroe Aceh Darussalam pada 28 Maret 2005 menjadi tahun awal bagi Direktur Diosesan (Dirdios) KKI – KKM Keuskupan Sibolga Sr. Dominika Nababan, OSF berkarya.

Dirdios pertama KKI Keuskupan Sibolga adalah Romo Rantinus Manalu pada tahun 1992. Jadi bisa dikatakan KKI sudah hadir sejak tahun tersebut. “Saya mengawalinya dengan trauma healing di tahun 2006. Saya bersama Dirnas KKI waktu itu Romo Patrisius Pa, SVD, membuat pelatihan, mendampingi anak-anak di tenda-tenda. Saya juga masih meraba tugas-tugas dirdios apa aja, kebetulan latar belakang saya formator. Saya banyak belajar dengan mengikuti pertemuan-pertemuan nasional,” tutur Sr. Dominika.

Sr. Dominika Nababan OSF

Pada Sinode I Keuskupan Sibolga pada tahun 2009 dikeluarkanlah visi misi Keuskupan Sibolga menuju Gereja mandiri, solider dan membebaskan. Serta keuskupan memutuskan masuk dari satu pintu yaitu pemberdayaan untuk mencapai visi misi ini adalah pemberdayaan petugas pastoral. “KKI Keuskupan Sibolga dibawah payung Pusat Pastoral berusaha memadukan program dari keuskupan dan program dari dirnas, jadi berjalan bersama,” tambahnya.

Sr. Dominika mengisahkan beberapa hal yang unik di Keuskupan Sibolga, Pertama, sempat SEKAMI Keuskupan Sibolga namanya bukan SEKAMI. Bahasa Niasnya Minggu Ndraono, artinya Minggu anak. Seiring berjalannya waktu diubah namanya menjadi SEKAMI. Kedua, Prosesi Tiga Raja. “Ada dua dekenat di Keuskupan Sibolga, yakni Tapanuli dan Nias. Kekhasan yang paling nyata di keuskupan kami itu prosesi tiga raja. Itu hanya dilaksanakan ketika hari raya anak misioner. Bulan 12 biasanya paroki-paroki sudah mengumpulkan pendamping dan sudah mulai juga menyiapkan prosesi tiga raja. Saya melihat anak-anak begitu antusias. Mereka bangga kalau dipanggil Misionaris cilik!” Menurut Sr. Dominika, anak juga digerakan untuk melakukan sesuatu yang sederhana yang sesuai dengan apa yang mereka mampu lakukan untuk membantu keluarganya dan orang lain bahkan teman-teman di sekolahnya.

Selain pelatihan-pelatihan, KKI Keuskupan Sibolga juga menjalin kerjasama lintas komisi. Misalnya dalam pengadaan modul.  Kemudian, peran KKI Keuskupan Sibolga juga turut serta untuk mempersiapkan calon katekis. “Kami memang sudah punya program tetap itu untuk mahasiswa STP Widya Mandala, Sekolah Tinggi Pastoral di Nias. Kami ikut mempersiapkan mahasiswa untuk praktek pastoral. KKI mengadakan 2x pelatihan per tahunnya. Semester 3 dan semester 5. Kerjasama ini terjalin sangat baik,” terang kelahiran Pematang Siantar, Februari 1968.

Selalu Didukung

Dari zaman Romo Barnabas Winkler, OFM. Cap. sebagai administrator diosesan sampai masa Mgr. Fransiskus Tuaman Sasfo Sinaga, Sr. Dominika sungguh merasa didukung oleh pemimpin Gereja. Juga dengan kongregasinya yang memberikan kepercayaan dan mendukung apa yang ia karyakan sekarang. Walaupun selama menjadi dirdios tidak mudah, tetapi Sr. Dominika mereka selalu dikuatkan.

Sr. Dominika turut mengucapkan terima kasih yang mendalam untuk BN KKI. Baginya relasi yang terjalin sangat kekeluargaan sampai dirinya merindukan kebersamaan.Saya ada harapan selain ditingkatkan dalam hal kerjasama, KKI semakin eksis bermisi. Sesuai dengan kebutuhan zaman. Mulai kami dengan Digi SEKAMI. Walaupun di sini agak sulit sinyal, tapi kami tetap mengusahakan,” ungkapnya.

Seksi Misioner

Di Keuskupan Surabaya, KKI sudah ada pada era tahun 1990 dan bergabung dalam Komisi Karya Misioner. Saat itu perkembangnnya tidak terlalu besar. Pada masa Mgr. Johannes Sudiarna Hadiwikarta (almarhum) menjabat, KKI mulai digalakan. Namun, umat belum familiar dengan KKI. Tahun 2003 – 2004, KKI mulai digaungkan kembali dan berusaha untuk menjalankan Empat Serikat dan tetap bekerjasama dengan Komisi Karya Misioner yang merupakan litbangnya.

Tahun 2004, T.V.O Ratna Tjandrasari, kerap disapa Ratna, menjadi Dirdios KKI – KKM Keuskupan Surabaya sampai 2010. Menurut Ratna, tahun 2010 semua ketua komisi Keuskupan Surbaya dipegang oleh para imam termasuk Dirdios KKI. “Saya menjadi Dirdios periode 2004 – 2010, kemudian 2010 – 2017 dipegang oleh imam dan ada pergantian dirdios sebanyak 3 kali. Lalu 2017 saya diangkat kembali menjadi dirdios sampai sekarang,” tambah Ratna.

TVO Ratna Tjandrasari

Selama ini, KKI – KKM Keuskupan Surabaya menyediakan  dirinya untuk memberikan pelatihan dan animasi untuk para pendamping. Jadi tidak terjun langsung ke anak dan remajanya. Namun lebih ke training for trainers. Sehingga setiap paroki di Keuskupan Surabaya mempunyai Seksi Misioner. Seksi Misioner terbentuk sejak 2009. “Seksi ini muncul dari kebijakan keukuspan. Pada tahun 2007 Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono mulai menjabat. Lalu di tahun 2009 diselenggarakan Musyawarah Pastoral (Muspas) I. Setelah Muspas, komisi-komisi di keuskupan dibagi menjadi bidang-bidang, ada bidang formatio, sumber, kerasulan khusus, dan kerasulan umum. Kemudian KKI – KKM dimasukan ke kerasulan khusus,” ungkapnya.

Ratna merasa dengan kehadiran Seksi Misioner ini sangat mempermudah koordinasi dengan paroki-paroki. Sesuai dengan Muspas I, seksi ini dihimbau untuk dapat mengkader orang – orang muda serta keluarga agar merek aktif dalam kegiatan menggereja. “Itulah hakikat misioner, mau keluar. Kalau setiap orang mau aktif, lingkungan juga hidup. Biar kalau doa lingkungan, enggak hanya yang rambut putih saja,” canda Ratna.

Semakin Familier

Berkarya selama dua periode, Ratna merasa pada periode 2004 – 2010 tantangan KKI Keuskupan Surabaya lebih berat. Awalnya, mereka berkunjung ke KWI mencari bahan dan sebagainya. KKI Keuskupan Surabaya harus terjun sosialisasi ke paroki-paroki, karena belum ada Seksi Misioner waktu itu. “Saya lebih mengenalkan KKI karena KKM sendiri belum ada kegiatan saat itu, hanya penelitian dan laporan. Yang banyak kegiatan KKI, maka saya menjalankan apa yang ada di KKI. Ada buku panduan dan cukup jelas tugas-tugas,” tutur kelahiran Surabaya, 17 Januari 1966 ini.

Lain hal yang ia rasakan di periode tahun 2017 hingga sekarang. Umat sudah semakin familier dengan kata misioner. Kalau dulu masih fokus dengan pendampingan anak dan remaja. Ratna juga terlibat dalam pembuatan modul SOMA (School of Missionary Animators). “Di tahun-tahun pertama, kami gencar mengadakan SOMA dengan harapan umat semakin mengetahui tugasnya sebagai umat yang sudah dibaptis. Misioner seharusnya disadari setelah seseorang itu dibaptis. Ini yang agak sulit ya. Bayangan umat kalau seorang misionaris pergi ke tempat jauh, padahal semua umat Katolik dipanggil untuk bermisi, mewartakam kasih dimana saja.” Menjelaskan KKI dan mengembangkan keempat serikatnya bukan hal yang gampang. Kendati demikian bagi Ratna wawasannya bertambah serta imannya bertumbuh.

Selain itu, bagi Ratna  keempat Serikat Kepausan belum diberikan perhatian secara merata. “Saya melihat bahwa tiga lainnya sudah cukup maju. Namun, untuk Serikat Kepausan Persekutuan Misioner untuk Imam, Religius dan Awam kami kurang mendapatkan penjelasan, sebatas teori.  Tentu perjalanan serikat ini cukup baik dan sudah tersentuh tapi belum maksimal. Semoga dengan bertambahanya usia, BN KKI tidak hanya memperhatikan anak dan remaja tetapi bisa lebih dari itu,” pungkas umat paroki Katedral Hati Kudus Yesus, Surabaya ini.

Felicia Permata Hanggu/Karina Chrisyantia

HIDUP, Edisi No. 01, Tahun ke-76, Minggu, 2 Januari 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini