HIDUPKATOLIK.COM – Sepuluh tahun sudah YOUCAT hadir menemani orang muda mendalami katekismus dengan bahasa dan gaya yang sesuai dengan dunia mereka untuk meneguhkan panggilan sebagai penjala manusia.
“Saya tidak akan membelinya,” ujar seorang ibu lugas pada presentasi Kompendium Katekismus Gereja Katolik (KKGK) di Wina dalam sebuah konferensi pers oleh Uskup Agung Wina, Austria, Y.U Christoph Kardinal Schönborn. Tidak tanpa sebab sang ibu melontarkan pendapat demikian.
Ia begitu ingin agar anak-anaknya mengenal ajaran dan iman Katolik dengan baik lewat Katekismus, namun model KKGK yang tengah dipresentasikan kurang menarik dan sulit dipahami untuk orang muda. Kejadian di tahun 2005 ini ternyata memicu peristiwa unik bagi perkembangan Gereja.
Lahir dari inisiatif akar rumput, pernyataan itu mengunggah dua orang awam dan dua orang imam untuk memikirkan inisiasi sebuah katekismus untuk orang muda. Mereka adalah Imam Frankfurt, Pastor Johannes Eltz, Imam Komunitas Emanuel dan Keuskupan Muenster, Pastor Christian Schmitt, serta dua teolog awam, Direktur Penerbit Pattloch dan penulis buku tentang topik spiritual, Bernard Meuser, serta jurnalis dan penulis, Michaela Heereman. Keduanya adalah orangtua.
Berkat dukungan Kardinal Schönborn, terbitlah Katekismus bagi Orang Muda Katolik. Sebuah buku yang dibuat bak Buku Panduan Wisata Perjalanan iman yang memanjakan mata dan pemahaman orang muda. “Jika ingin melakukan sesuatu dengan orang muda, lakukanlah dengan orang muda,” pesan Kardinal Schönborn. Hingga akhirnya buku kuning yang diberi nama “YOUCAT” itu ada di ransel 750.000 peziarah muda yang mengikuti World Youth Day (WYD) ‘Hari Orang Muda Sedunia’ ke-26 di Madrid, Spanyol pada tahun 2011.
Jalan Panjang
Michaela Heereman menulis bahwa yang membuat proses YOUCAT menjadi unik di dalam dua kamp musim panas pada tahun 2006 dan 2007 karena melibatkan sekitar 50-60 orang muda berusia 15 dan 25 tahun. Mereka datang dari latar belakang yang masih aktif ke gereja dan tidak bergereja, Katolik dan Protestan, magang dan mahasiswa. Di kamp itu mereka mempelajari KKGK dengan bantuan para penyusun dan penulis YOUCAT. Selama lima hari, enam hingga delapan jam per hari, mereka membaca dan membahas ajaran Gereja. Dalam empat kelompok mereka dibagi sesuai topik.
Dari diskusi panjang itu timbul satu persatu aspirasi orang muda di mana secara terbuka mereka menyuarakan kurangnya pemahaman akan ajaran Gereja. Kritik keras mereka terhadap terminologi teologis yang sulit, timbul pula pertanyaan eksistensial tentang diri mereka, dan minat yang semakin besar terhadap harta iman Gereja. Aspirasi mereka itu memimpin dan mengilhami para penulis untuk menggambarkan pembendaharaan iman Gereja dalam bentuk yang relevan dan menarik bagi kaum muda. Hasilnya pertanyaan-pertanyaan mereka terefleksilam dalam format YOUCAT saat ini yang menggunakan bentuk tanya-jawab. Pertanyaan yang muncul dalam percakapan antara sang pencari kebenaran dan orang beriman.
Draf perdana YOUCAT yang aslinya berbahasa Jerman “Jugendkatechismus der Katholischen Kirche” atau “Ju-Kat” dihasilkan pada tahun 2008, tetapi dianggap masih kurang memenuhi harapan. Kemudian di tahun 2009 hingga 2010, Draf final YOUCAT diperiksa oleh Kongregasi Doktrin Iman Takhta Suci Vatikan. Tahun 2011 angin segar datang.
Paus Benediktus XVI dengan senang hati memberikan kata pengantarnya pada Buku YOUCAT pada 2 Februari 2011. Buku ini akhirnya diserahkan secara resmi kepada Bapa Suci. Ia dengan sukacita membagikannya kepada peziarah muda yang mengikuti WYD ke-26 dengan pesan, “Kamu perlu mengetahui apa yang kamu imani…” Setahun setelahnya, 2012, dukungan Bapa Suci semakin kuat.
Dalam pesan pastoral untuk Tahun Iman yang dirilis Vatikan, Paus Benediktus XVI menyarankan agar YOUCAT dapat digunakan sebagai alat katekese orang muda. Tahun 2013, Pada WYD 2013 di Rio de Janeiro, Brasil, 1,5 juta eksemplar buku YOUCAT dibagikan secara gratis kepada orang muda di Amerika Latin.
Kehadiran YOUCAT kian diperhitungkan hingga didirikanlah YOUCAT Foundation pada 2014. Ia adalah perpanjangan dari Pontifical Foundation Aid to the Church in Need (ACN) yang menerbitkan dan mendistribusikan buku-buku dan materi lainnya serta mempromosikan evangelisasi Gereja Katolik untuk mendukung Evangelisasi Baru. Di tahun yang sama, Program YOUCAT Development Project (YOUDEPRO) dilaksanakan untuk pertama kalinya dan mengundang perwakilan satu orang muda dari Brazil, Filipina, India, Lebanon, dan Argentina.
Kemudian tahun 2015, YOUDEPRO angkatan kedua dilaksanakan dan salah satu pesertanya adalah Nadia Nicole dari Keuskupan Surabaya yang mewakili Indonesia. Peserta lainnya berasal dari Amerika Serikat, Kenya, Irlandia, dan Kroasia. Ini menjadi cikal bakal hadirnya gerakan YOUCAT Indonesia.
Sebelumnya, Willem L. Turpijn menyebutkan bahwa YOUCAT telah hadir terlebih dahulu sebagai buku berkat tangan-tangan baik, seperti Romo Franz-Magnis Suseno, SJ, PT Kanisius, dan Komisi Kepemudaan (Komkep) KWI. Berkat mereka, terjemahan YOUCAT dalam Bahasa Indonesia menjadi salah satu yang pertama di Asia. Di tahun yang sama, Kongres YOUCAT I pun dilaksanakan di Tagaytay City, Filipina.
Membagikan Api
Sepulang dari YOUDEPRO, Nadia langsung bertemu Ketua Komkep KWI pada waktu itu, (Alm) Mgr. Yohanes Philipus “Gaiyabi” Saklil, Sekretaris Eksekutif Komkep KWI, Romo Antonius Haryanto dan anggota Komkep KWI yang lain. Ia membagikan pengalaman, pembelajaran dan harapan dari sana.
Ia pun langsung diminta untuk menghadap Uskup Surabaya, Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono untuk melaporkan perjalanan mengikuti YOUDEPRO di Jerman. Usai melakukan presentasi pada 8 September 2015, pada Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria, Nadia dengan didampingi Vikaris Jenderal Keuskupan Surabaya ketika itu, Romo Agustinus Budi Tri Utama, Romo Antonius Haryanto, beserta beberapa orang muda yang memaparkan apa yang didapat dari YOUDEPRO serta rencana untuk merintis YOUCAT Indonesia, Bapa Uskup dengan sukacita sangat mendukung kehadiran YOUCAT dengan pusat pengembangan di Surabaya. Kemudian Mgr. Sutikno didaulat menjadi Uskup Pelindung YOUCAT Indonesia hingga saat ini.
Dari dukungan itu dimulai sosialisasi dan pembentukan tim pertama. Uskup Surabaya menugaskan Romo Agustinus Budi Tri Utama yang akrab disapa Romo Didik menjadi moderator pertama YOUCAT Indonesia sampai kemudian digantikan Romo Yohanes Benny Suwito yang kemudian menjadi Direktur Eksekutif YOUCAT Indonesia. Hingga saat ini Romo Didik tetap menjadi Penasihat YOUCAT Indonesia. “Meskipun dua tahun di awal begitu berat karena belum banyak yang mengenal, namun mimpi YOUCAT untuk menjadi gerakan perlahan terjawab,” ungkap Nadia. Kelahiran Malang, 1 Mei 1989 ini menerangkan dengan antusias di tahun ke-5 mimpinya terhadap gerakan YOUCAT agar memiliki kantor sendiri, fulltimer, dan Study Group telah tercapai.
Di tengah menggapai mimpi itu, tantangan baru datang dengan hadirnya pandemi covid-19. Rencana sosialisasi YOUCAT ke seluruh Indonesia untuk menyapa semua buyar. “Kami tetap berupaya berkatekese dengan menyapa orang muda melalui ruang daring agar tetap bisa membakar semangat mereka,” sebutnya riang.
Ia pun sembari mengingat akan komitmenya di Jerman untuk berjuang memperlihatkan agar pada akhirnya orang muda bisa secara personal mengalami bahwa iman Katolik masih relevan dengan kehidupan mereka di masa ini. “Di YOUCAT kita diajak untuk menjadi penjala manusia dengan metode know, share, meet, express.
Jangat takut ketika dipanggil untuk satu misi pasti kita diperisai sesuai kebutuhan. Ayo mendayunglah lebih jauh dan dalam!,” ajak umat Paroki St. Yusuf Blitar yang telah mengenal YOUCAT sejak 2012 ini. Buku YOUCAT memang hanyalah pembuka pintu untuk membimbing para pencari kebenaran, tetapi dengan hadirnya gerakan nyata, para peziarah dapat berjalan bergandengan tangan menjelajah tanah misi dengan iman yang teguh untuk bertemu Sang Kebenaran Sejati.
Felicia Permata Hanggu/Karina Chrisyantia
HIDUP, Edisi No. 50, Tahun ke-75, Minggu, 12 Desember 2021