HIDUPKATOLIK.COM – TIM Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) Rayon Klaten Kevikepan Surakarta menggelar Temu Kebatinan (Tebat) Katolik di Gereja Santa Maria Ratu Bayat, Kabupaten Klaten, Minggu, (5/12/2021).
Temu Kebatinan Katolik yang mengusung tema “Pendalaman Dokumen Abu Dhabi” ini menampilkan dua narasumber, yaitu Moderator HAK Kevikepan Surakarta Romo Alexander Joko Purwanto dan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta, KH. Kholilurrohman.
Acara Temu Kebatinan Katolik yang diadakan pertama kali setelah pandemi Covid-19 ini dikuti sekitar 120 peserta (pandemen) dari berbagai paroki di Kevikepan Surakarta. Bahkan, ada pandemen yang berasal dari Kevikepan Yogyakarta.
Ketua Panitia Temu Kebatinan Katolik, Andreas Sri Basuki dalam laporan menyampaikan, acara Tebat yang diadakan di salah satu paroki di Rayon Klaten seperti ini sebenarnya sudah digadhang-gadhang (diinginkan) sejak lama. Karena jumlah paroki di Rayon Klaten ini lumayan banyak. Namun, baru bisa terwujud pada tahun 2021 ini.
“Ini yang membuat saya mongkok (gembira dan bangga). Karena Temu Kebatinan Katolik di Paroki Bayat ini merupakan kegiatan yang pertama kali diadakan di Rayon Klaten, dan pertama kali setelah pandemi (Covid 19). Sebab, sudah 3 tahun belakangan ini kita tidak mengadakan Tebat karena pandemi. Dan untuk acara Tebat yang akan datang akan diadakan di Wonogiri,” ujarnya.
Lanjutnya, “Kami berharap, dengan Temu Kebatinan Katolik ini, para peserta bisa menjadi kepanjangan tangan Tuhan untuk ikut njembarke Keraton Dalem (mewartakan Kerajaan Allah),” kata Ketua HAK Rayon Klaten ini.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta, KH. Kholilurrohman dalam paparan mengatakan, untuk mendalami Dokumen Abu Dhabi, ada baiknya kalau umat juga belajar mengenai Piagam Madinah.
Piagam Madinah (yang juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah ini) adalah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yasthrib pada tahun 622.
“Piagam Madinah berisi pernyataan bahwa para warga muslim dan non-muslim di Yatsrib (Madinah) adalah satu bangsa, dan orang Yahudi dan Nasrani, serta non-muslim lainnya akan dilindungi dari segala bentuk penistaan dan gangguan. Piagam Madinah ini antara lain menetapkan adanya kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, tentang keselamatan harta benda dan larangan orang melakukan kejahatan,” terangnya.
Akademisi asal Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak ini menjelaskan, rumusan Nahdlatul Ulama (NU) tentang persaudaraan itu ada tiga hal. Pertama, persaudaraan sesama muslim. Kedua, persaudaraan sesama warga bangsa. Dan ketiga, persaudaraan kemanusiaan.
“Piagam Madinah dan Dokumen Abu Dhabi ini sama-sama berbicara tentang (hubungan)
persaudaraan manusia. Keduanya (Piagam Madinah dan Dokumen Abu Dhabi) mengajarkan kepada kita untuk hidup rukun dan damai, serta saling menghormati,” ujarnya.
Sedang Moderator HAK Kevikepan Surakarta Romo Alexander Joko Purwanto, menerangkan, pada 4 Februari 2019 di Abu Dhabi, Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el- Tayeb telah menandatangani “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together.”
“Dokumen Abu Dhabi ini menjadi peta jalan yang sungguh berharga untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama. Dokumen Abu Dhabi ini berisi beberapa pedoman yang harus disebarluaskan ke seluruh dunia,” tandas romo Paroki Santa Maria Assumpta Cawas, Kabupaten Klaten ini.
Ia melanjutkan, penandatanganan Dokumen Abu Dhabi ini menjadi peristiwa “bersejarah” bagi umat beragama di dunia. Momen ini menjadi pengenangan akan peristiwa 800 tahun yang lalu. Pada tahun 1219, terjadi perjumpaan antara Santo Fransiskus Asisi dengan pemimpin muslim di Mesir, Sultan Malik Al Kamil setelah Perang Salib.
“Semangat persaudaraan dan perdamaian ini harus dihidupkan kembali. Karena sebenarnya “musuh bersama” umat beragama itu adalah ketidakadilan sosial, korupsi, ketimpangan, kemerosotan moral, terorisme, diskriminasi, ekstremisme, radikalisme, dan sebagainya. Karena itu, berbagai upaya untuk membangun persaudaraan dan perdamaian ini harus terus dilakukan dan ditindaklanjuti terus- menerus,” pesan romo.
Romo Alexander Joko Purwanto, Pr menambahkan, dialog antara Katolik dan Muslim sebenarnya sudah terjalin lama. Namun di sisi lain, karena kemajuan di bidang lainnya, muncul kesenjangan dan krisis moral, serta merebaknya intoleransi, dan sebagainya.
“Karena itu, penanaman dan pendidikan nilai moral dan agama yang benar harus dimulai dari keluarga. Maka, kita tidak boleh saling mengandalkan (dengan pihak lain). Sebab, maksud beragama itu adalah percaya dan memuji Allah, bukan yang lain,” ajak Romo.
Sementara itu Pastor Kepala Paroki Santa Maria Ratu Bayat Romo Yakobus Winarto, menyambut baik diadakannya Temu Kebatinan Katolik di Gereja Bayat.
“Saya merasa senang dan menyambut baik kegiatan Temu Kebatinan Katolik ini. Deklarasi
(penandatanganan Dokumen) Abu Dhabi ini bisa terjadi karena para pemimpin agama itu rendah hati. Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb memiliki sikap andop asor (rendah hati). Kalau para pemimpin agama itu tidak rendah hati, (penandatanganan Dokumen Abu Dhabi) mustahil akan terjadi,” ucap Rm. Winarto.
Temu Kebatinan Katolik di Gereja Bayat ini berlangsung gayeng. Peserta antusias menyimak pemaparan materi yang disampaikan oleh narasumber. Untuk memeriahkan suasana, disela sesi acara ditampilkan beberapa tarian.
Laurentius Sukamta (Surakarta)