Kehadiran Malaikat dalam Ibadat

642

HIDUPKATOLIK.COM – SEBUAH film berdurasi sekitar lima menit telah lama beredar melalui media-sosial. Judulnya The Veil Removed arahan Branden J. Stanley. Film pendek itu memberikan gambaran tentang peristiwa ilahi di dalam gereja, saat makhluk surga dan dunia bersatu dalam Misa.

Ruangan gereja itu sendiri tidak sedang dipenuhi umat. Para malaikat bersayap baru mulai terlihat saat perarakan bahan persembahan. Ketika imam berada di altar, tampak pula para malaikat dan orang-orang kudus berhimpun di panti imam. Mereka turun dari langit secara bebarengan dan mengambil posisi barisan yang tersusun ke atas. Umat kaget dan terpesona, menyadari ada “penampakan” yang mengagumkan. Mereka pun ikut bernyanyi bersama para malaikat.

Pelayan dan Utusan

Gereja mengajarkan tentang adanya makhluk rohani tanpa raga. Dalam Alkitab makhluk itu disebut “malaikat”, dari bahasa  Ibrani: malakh, berarti “utusan”. Teks berbahasa Latin menyebutnya angelus, yang berasal dari bahasa Yunani aggelos, dan kata kerjanya aggelein, berarti “mengabarkan”. Malaikat adalah pembawa euaggelion (Injil atau kabar baik). Mereka diutus Allah untuk menyampaikan Kabar Gembira kepada manusia. Malaikat Gabriel pernah dilukiskan seperti seorang lelaki yang mengenakan dalmatik, busana liturgi untuk diakon. Memang, diakon mengemban tugas yang sama dengan malaikat sebagai pewarta Injil, baik secara liturgis maupun pastoral.

Kebenaran iman tentang malaikat ini tidak diragukan karena berdasarkan Alkitab. Misalnya tertulis di Injil Lukas (16:22): “Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham.” Selain dasar Biblis, kebenaran itu juga berpijak pada tradisi Gereja yang panjang. Seperti dikatakan oleh St. Agustinus, “Malaikat menunjukkan jabatan, bukan kodrat. Jika engkau menanyakan kodratnya, maka malaikat adalah roh; jika engkau menanyakan jabatannya, maka ia adalah malaikat” (Katekismus Gereja Katolik/KGK, 329).

Jabatan berarti tugas. Apa tugas atau kesibukan malaikat? Seperti diajarkan rasul Paulus, “Mereka adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan” (Ibr. 1:14). Ia adalah pelayan dan utusan Allah. Sebagai pelayan yang bertugas melayani Allah di surga, malaikat selalu memandang wajah Allah, memuji dan memuliakan Allah dengan madah tiada henti.

Secara harfiah  frasa “melayani Allah” dari parestēkōs enōpion tou Theou, berarti “berdiri di hadapan Allah”, yakni berada sangat dekat dengan Allah. Mereka merayakan liturgi surgawi dalam bentuk persekutuan dan pesta dengan cara yang sempurna, melampaui tanda-tanda (KGK, 1136).

Malaikat juga mendengarkan sabda Allah dan melaksanakan kehendak-Nya. Ini terkait dengan salah satu tugasnya sebagai utusan Allah untuk mendampingi dan melindungi manusia sejak kelahiran hingga kematiannya.

St. Basilius menegaskan, “Malaikat mendampingi setiap orang beriman sebagai pelindung dan gembala, supaya menghantarnya kepada kehidupan.” Sejak di dunia ini para pengikut Kristus pun sudah mengambil bagian dalam persekutuan yang membahagiakan dengan para malaikat dan Allah (KGK, 336).

Dalam Mazmur (91:11-12) disebutkan: “… malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu. Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk pada batu.”

Malaikat disebut-sebut keberadaannya sejak penciptaan dunia dan sepanjang sejarah keselamatan. Ia sudah menyertai manusia jauh sebelum Kristus hadir di dunia. Malaikat Gabriel diutus mewartakan kabar gembira kepada Maria (Luk. 2:10).

Malaikat Tuhan juga menampakkan diri kepada Yusuf di dalam mimpi dan mengatakan kepadanya: “Ambillah Maria sebagai isterimu” (Mat. 1:18-25). Pada saat Yesus dilahirkan para malaikat juga dikisahkan bersukacita melambungkan madah: “Gloria in excelsis Deo” (Luk. 2:14).

Peran malaikat lainnya adalah pada masa kanak-kanak Yesus, saat sesudah berpuasa di  padang gurun, dan saat menguatkan Yesus dalam menghadapi sakratul maut di Taman Getsemani (KGK, 333). Kedua orangtua Yesus itu memang tidak terlalu asing dengan pertolongan malaikat, seperti halnya yang dialami sendiri oleh Yesus.

Kolaborasi dalam Ibadat

Bagaimana mungkin malaikat dan umat berelasi di dunia ini? Malaikat yang tidak berbentuk fisik itu tidak dapat musnah, sudah abadi. Sementara umat yang adalah manusia itu berjiwa, bertubuh, dan dapat mati. Namun, malaikat dan umat sebenarnya dapat bekerja sama. Khusus dalam perayaan ibadat malaikat dan umat bekerja sama untuk memuliakan Allah.

Bangsa Yahudi maupun jemaat Kristen perdana memiliki kesadaran akan kehadiran para malaikat dalam ibadat mereka. Hingga sekarang keberadaan dan peran malaikat pelindung itu sendiri dikenangkan secara liturgis oleh Gereja dalam tingkat peringatan wajib (memoria obligatoria) pada 2 Oktober.

Gereja mengakui pentingnya peran para malaikat dalam kehidupannya. Doa presidensial untuk Misa (Missale Romanum, 2008) menyebutkan permohonan kepada Allah agar berkenan mengutus para malaikat untuk melindungi umat, dan umat pun mengalami perlindungan mereka, serta berbahagia dalam persekutuan abadi bersama mereka (Doa Kolekta).

Dimohonkan juga agar perlindungan mereka itu dapat membebaskan umat dari segala bahaya saat di dunia ini, dan menuntun umat dengan selamat sampai kepada kehidupan kekal nanti (Doa Atas Persembahan). Masih dimintakan juga agar dengan bantuan malaikat, Allah membimbing umat di jalan keselamatan dan damai (Doa Sesudah Komuni). Doa-doa itu mengajak umat untuk menyadari peran malaikat dan boleh selalu mengharapkan bantuannya.

Sebagai pendosa umat masih meminta bantuan kepada para malaikat agar mendoakan mereka untuk hidup baik hingga mencapai taraf kesucian. Manusia memerlukan pertolongan malaikat, namun tidak sebaliknya. Malaikat tidak membutuhkan apapun karena mereka telah bersama Allah dalam keabadian surgawi.

Permohonan bantuan itu dapat disampaikan juga dalam liturgi, seperti dalam perayaan Ekaristi. Atau dapat secara langsung diungkapkan dalam doa devosi umat kepada malaikat tertentu yang tugasnya relevan dengan kebutuhan aktual umat.

Umat pun diharapkan setiap hari setia menyapa dan berdoa kepada Malaikat Pelindungnya masing-masing. Devosi-devosi itu dapat ditemukan juga dalam Alkitab, dari kitab pertama (Kejadian) sampai yang terakhir (Wahyu). Para Malaikat Pelindung perlu diakrabi, karena mereka adalah sahabat manusia yang “selalu memandang wajah Bapa di surga” dan “dalam segala pekerjaan baik, para malaikat berkerja sama dengan kita” (St. Thomas Aquinas).

Lebih daripada sekedar diperingati, para malaikat selalu mendampingi umat beriman dalam perayaan liturgi Gereja di dunia yang masih menggunakan tanda-tanda lahiriah. Liturgi Gereja yang simbolis ini merupakan refleksi dari misteri-misteri yang terjadi di surga.

Beberapa teks doa menyatakan terjadinya kolaborasi umat dengan malaikat dalam ibadat resmi Gereja itu. Contoh paling jelas meluncur dari mulut imam pada akhir doa Prefasi (I Adven): “Sebab itu, bersama para Malaikat dan Malaikat Agung, bersama Singgasana dan Kekuasaan, serta bersama seluruh laskar surgawi, kami melagukan madah kemuliaan bagi-Mu, dengan tak henti-hentinya berseru.” Nyanyian aklamasi “Sanctus” atau “Kudus” pun membahana.

Nyanyian ini merupakan salah satu manifestasi keterlibatan malaikat dalam Misa. Maka wajarlah bila Gereja mengharapkan bagian khas ini diperlakukan secara musikal dengan cara dinyanyikan, tidak sekadar diucapkan. Umat menyelaraskan hati dan sikapnya dengan sukacita para malaikat yang bernyanyi memuji Tuhan selayaknya di surga.

Para malaikat adalah hamba dan utusan surgawi yang menyembah Allah sepanjang waktu. Malaikat juga membantu umat untuk mampu mengalami liturgi tidak sebatas ruang dan waktu. Malaikat dan umat berliturgi secara kompak di tempat suci. Para malaikat juga ditugaskan untuk melindungi tempat suci itu dan untuk menjaganya tetap suci.

Ketika Misa Kudus, malaikat hadir di sekitar altar. Barisan makhluk surgawi memadukan suara pujian merdu kepada Allah dan bergabung dengan umat yang semakin dekat dengan Allah. Di atas altar terhidang kurban suci, Anak Domba Allah, Yesus Kristus sendiri. Area sakral ini bagaikan landasan bagi malaikat yang turun ke bumi dan pijakan bagi manusia yang terangkat ke alam ilahi (David Fagerberg, Liturgical Dogmatics, 2021, 66). Altar pun menjadi tempat perjumpaan antara Allah dengan umat yang beribadat bersama para malaikat.

Selama masa pandemi ini, karena situasi yang belum kondusif, gereja-gereja tidak dipenuhi umat untuk Misa. Namun, kita perlu tetap meyakini bahwa ketika Misa itu berlangsung gereja tidaklah kosong atau sepi, karena para malaikat tetap hadir dan memenuhi ruang suci, teristimewa pada saat Kristus dihadirkan kembali dalam wujud sakramental.

Kita boleh juga berdoa dan berharap agar malaikat pelindung akan senantiasa menyadarkan dan mendorong kita untuk selalu sedia melibatkan diri secara sadar dan aktif dalam setiap ibadat yang kita ikuti, baik yang liturgis ataupun devosional.

“Kebenaran iman tentang malaikat ini tidak diragukan karena berdasarkan Alkitab.”

Pastor C.H. Suryanugraha, OSC
Pengajar Liturgi di UNPAR dan LKSI, Bandung

HIDUP, Edisi No.47, Tahun ke-75, Minggu, 21 November 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini