Koordinator Formasi Awam Sahabat Ignatius, Romo Agustinus Setyodarmono, SJ: Spiritualitas Ignatian: Panduan untuk Menata Hidup

592

HIDUPKTOLIK.COM – SPIRITUALITAS Ignatian itu dirumuskan oleh Ignatius Loyola ketika dia masih seorang awam dan belum ditahbiskan menjadi seorang imam. Dia merumuskan spiritualitas ini dari pengalamannya sendiri sebagai seorang awam dan pengalamannya membimbing banyak orang: awam. Ketika Serikat Yesus diresmikan sebagai sebuah ordo religius pada tahun 1540, tentu saja roh utama ordo ini adalah Spiritualitas Ignatian. Beberapa kongregasi religius yang terlahir sesudah Serikat Yesus pun menggunakan spiritualitas ini sebagai spiritualitas kongregasinya. Namun, kendati demikian, karena perumusnya adalah seorang awam dan isi spiritualitas ini ditujukan bagi pribadi manusia pada umumnya, maka spiritualitas ini tetaplah sangat relevan untuk awam.

Mengapa spiritualitas ini untuk awam? Spiritualitas Ignatian tidak terkait sama sekali dengan aturan biara religius. Ignatius Loyola membahasakan Spiritualitas Ignatian ke dalam Serikat Yesus dalam buku Konstitusi. Untuk awam Spiritualitas Ignatian dibahasakan dalam buku Latihan Rohani. Buku ini berisi petunjuk-petunjuk praktis untuk melakukan latihan-latihan dalam rangka mengenal, menaklukkan dan menata diri lalu menemukan kehendak Tuhan dalam hidup kongkretnya. Karena itu, seorang suami, atau seorang isteri, seorang anak, seorang dewasa maupun orang tua, laki-laki atau wanita, apapun profesinya, apapun kulturnya, apapun tingkat dan latar belakang pendidikannya akan terbantu dengan menjalani Latihan Rohani untuk mengenal, menaklukkan dan menata dirinya sendiri serta menemukan kehendak Allah dalam konteks khusus hidupnya masing-masing.

Asas Dasar

Salah satu hal penting dalam Spiritualitas Ignatian adalah asas dasar. Pada prinsipnya, asas dasar mengandung 3 unsur: (1) rumusan tujuan hidup, (2) sarana dan sikap untuk mencapai tujuan tersebut, dan (3) bagaimana menempatkan Tuhan dalam mencapai tujuan tersebut.

Sebelum kakinya terkena peluru meriam di benteng Pamplona, asas dasar hidup Inigo terungkap di kalimat awal buku Autobiografi Ignatius Loyola tulisan Goncalves da Camara, SJ. Dengan tetap menyertakan inti dari kalimat yang tertulis di sana dan sambil menambahkan unsur-unsur penting yang implisit tertulis di autobiografi itu, asas dasar seorang Ignatius Loyola kurang lebih seperti ini.

“Tujuan hidupku adalah kemuliaan diriku. Untuk mencapai hal itu, aku akan melakukan apapun: berlatih pedang, mempelajari strategi perang, menulis indah, mendekati puteri idamanku, berelasi dengan penguasa untuk mendapatkan kedudukan terhormat sebagai ksatria, dsb, dsb. Kekalahan akan kuhindari. Kemenangan kuperjuangkan. Kesulitan akan kuhadapi. Musuh akan kukalahkan. Impresi yang bagus akan kuupayakan sekuat tenagaku. Tubuhku harus sempurna. Penampilan bajuku harus istimewa. Pendek kata, penampilanku harus seflamboyan mungkin.”

Selama 26 tahun pertama dalam hidupnya, Ignatius Loyola menghidupi asas dasarnya itu. Suasana keluarga Loyola, keluarga Arevalo, istana pangeran Navara dan situasi sosial politik daerah Azpeitia zaman itu dan beberapa unsur lainnya membentuk asas dasarnya tersebut.

Cannon ball di benteng Pamplona tidak hanya menghancurkan kakinya tetapi juga asas dasarnya itu. Kakinya remuk. Ketika sudah mulai sembuh, jalannya pincang. Sambil menyembuhkan kakinya, tanpa sadar dia juga mulai menata asas dasar hidupnya. Proses penataan kembali asas dasarnya berlangsung lama. Hantaman cannon ball terjadi pada tahun 1522. Tahap final rumusan asas dasarnya terpublikasi di dalam buku Latihan Rohani pada tahun 1555. Beginilah rumusan final asas dasar Ignatius Loyola sebagaimana bisa kita dapatkan di buku Latihan Rohani nomor 23.

“Aku diciptakan untuk memuji, menghormati serta mengabdi Allah Tuhan kita, dan dengan itu menyelamatkan jiwaku. Ciptaan lain di atas permukaan bumi diciptakan bagiku untuk menolongku dalam mengejar tujuanku diciptakan. Karena itu, aku harus mempergunakannya sejauh itu menolong untuk mencapai tujuan tadi, dan harus melepaskan diri dari barang-barang tersebut sejauh itu merintangi diriku. Oleh karena itu, aku perlu mengambil sikap lepas bebas terhadap segala ciptaan tersebut, sejauh pilihan merdeka ada padaku dan tak ada larangan. Maka dari itu dari pihakku, aku tidak memilih kesehatan lebih daripada sakit, kekayaan lebih daripada kemiskinan, kehormatan lebih daripada penghinaan, hidup panjang lebih daripada hidup pendek. Begitu seterusnya mengenai hal-hal lain yang kuinginkan dan yang kupilih ialah melulu apa yang lebih membawa ke tujuan aku diciptakan.”


Perubahan asas dasar Ignatius Loyola itu radikal. Keradikalannya nampak pada orientasi hidupnya: dari egosentris menjadi teosentris, dari melekat pada hal-hal tertentu dalam hidup menjadi lepas bebas, dari ksatria pengejar kemuliaan diri menjadi abdi Allah yang sejati. Asas dasar lama, asas dasar baru dan perubahan asas dasar itu menggugatku: apa asas dasarku?

Pondasi Menentukan

Asas dasar itu sangat penting karena dialah yang menjadi pondasi pengambilan semua keputusan dalam hidup sekaligus arah perjalanan hidup seseorang. Asas dasar seseorang itu mirip dengan visi, misi dan strategi sebuah kelompok, perusahaan atau negara. We make people fly adalah asas dasar yang dipilih oleh Lion Air. Lion Air menyasar kelompok masyarakat yang berbudget rendah. Yang penting terbang. Itu tujuannya. Kenyamanan dan keamanan selama terbang, pelayanan sebelum dan selama penerbangan, kecepatan terbang, ketepatan waktu bukanlah prioritas. Maka, kalau ada penumpang yang marah-marah karena pesawat Lion Air terbiasa tidak tepat waktu, kemarahan tersebut tidak pada tempatnya. Lion Air tidak akan merubah diri karena kemarahan para penumpang. Mengapa? Asas dasar mereka memang seperti itu!

Kalau seseorang mau menikmati penerbangan yang nyaman, belilah tiket Singapore Airlines yang memilih asas dasar: A Great Way to Fly. Singapore Airlines menjamin ketepatan waktu, kenyamanan dan keamanan selama penerbangan, prestis bagi penumpang. Itu tujuan yang mereka tetapkan dan mereka merealisasikannya. Tapi, ada harga yang harus dibayar! Singapore Airlines sadar sasaran yang dicari adalah para penumpang berbudget tinggi.

Pandemi Covid 19 mengobrak-abrik hidup semua orang, komunitas, perusahaan, masyarakat, negara. Sebelum pandemi orang mengejar tujuan tertentu, menghidupi sikap-sikap tertentu, melekat pada hal-hal tertentu. Selama pandemi, bisnis penerbangan hancur. Anggota keluarga meninggal. Cara berkomunikasi berubah. Pergerakan dibatasi. Cara memberi salam kepada sesama berganti bentuk. Banyak orang bertanya-tanya: dimanakah Tuhan?

Pandemi Covid 19 serupa dengan cannon ball bagi Ignatius Loyola. Seperti apa asas dasarku sebelum pandemi? Apakah pandemi menghancurkan asas dasarku? Masa penyembuhan dari pandemi Covid 19 ini merupakan momen yang sangat tepat untuk menata kembali asas dasar hidup kita: apa tujuan hidupku, sarana dan sikap seperti apa yang akan kupilih dalam rangka mengejar tujuan hidupku dan bagaimana aku menempatkan Tuhan dalam hidupku?

HIDUP, No.42, Tahun ke-75, Minggu, 17 Oktober 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini