Hanya Perlu Satu Langkah Pertama, Selanjutnya Serahkan Dia

152
Gambar ini hanya untuk ilustrasi (Ist.)

HIDUPKATOLIK.COM– ADA berita baik yang terlambat saya kutip.

Charities Aid Foundation (CAF), sebuah lembaga global yang bergerak di bidang amal dunia, berpusat di Inggris, Juni lalu, menerbitkan laporan berkala, The World Giving Index (WGI).

Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia. Angka WGI yang diukir 69%. Naik 10%, dibanding laporan sebelumnya yang keluar tahun 2018. (https://filantropi.or.id/indonesia-kembali-jadi-negara-paling-dermawan-di-dunia/).

Saya tak paham, bagaimana CAF sampai pada gelar dan angka itu. Tapi tak mengapa, predikat yang disematkan membuat saya mongkok (Bahasa Jawa: bangga, besar hati). Menjadi pelipur duka di tengah keterpurukan akibat pandemi. Saya berbunga-bunga. Perasaan sama yang mungkin dimiliki oleh sebagian besar bangsa Indonesia.

Satu aspek yang membuat Indonesia “juara” adalah perilaku berbagi kepada orang tak dikenal. Terus terang, setengah percaya saya membacanya.

Keragu-raguan saya tertepis, ketika 3 minggu lalu menyaksikan drama 5 menit yang menguatkan laporan CAF.

Kebetulan lalu-lintas di jalan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, sedang macet. Kendaraan beringsut maju. Sambil melamun saya menoleh ke samping kiri.

Di sebuah halte bis, ada seorang perempuan sepuh yang duduk di bangku reyot. Kelihatannya tak lagi mampu berjalan. Dia seorang peminta-minta.

Tiba-tiba, adegan dramatis berlangsung cepat lewat di depan mata saya.

Seorang pemulung berhenti di samping sang ibu, sambil mengulurkan lipatan uang. Tak tahu berapa nominalnya. Basa-basi sebentar, lantas berlalu.

Saya tertegun. Rasa bersalah menyesakkan rongga dada saya. Berpuluh atau beratus kali lewat depan halte itu, tak sekali pun berhenti untuk menyapanya. Apalagi membagi sesuatu.

Sebagai penebus dosa, saya melipir dan masuk ke SPBU tak jauh dari halte. Sekedar mengamati yang sedang dan akan terjadi. Sang pemulung sudah tak nampak lagi.

Tak disangka, dalam waktu kurang dari 5 menit, muncul 3 “malaikat” menghampiri sang ibu sepuh. Mereka menyelipkan sesuatu, entah apa. Saya duga lembaran uang kertas atau koin logam rupiah. Entah berapa.

Sementara saya yang naik mobil berpendingin udara hanya bergeming. Di dorong rasa malu yang memuncah, saya hampiri sang ibu. Saya sapa sekadarnya dan mengikuti apa yang dilakukan sang pemulung.

Saya tak tahu, apakah kegiatan membagi yang kami lakukan adalah hasil “suri tauladan” sang pemulung.

Sejatinya, sang pemulung hanya perlu satu langkah awal untuk melakukan kegiatan mulia. Maka langkah kedua dan selanjutnya Tuhan yang bekerja. Namun, bila satu langkah pertama tak dilakukan, tak ada langkah-langkah berikutnya yang muncul.

Sekali lagi, hanya perlu satu langkah, untuk membuat Tuhan suka. Biarkan langkah kedua sampai ke sejuta atau ke sepuluh juta digerakkan olehNya dalam sukacita surga.

Kisah serupa dilakukan oleh seorang “pemimpin” informal, di kampung tempat tinggal kami. Namanya Sri Setiati.

Tak ada hujan, tanpa angin atau petir, Sri kirim pesan WA cerita tentang rencana membagi paket sembako bagi mereka yang terdampak pandemi.

Ada 10 KK yang sempat dicatat. Masing-masing menerima paket seharga duaratus ribu rupiah. Angka 10 dirasa terlalu sedikit dibanding mereka yang menderita karena Covid.

Saya memintanya untuk menunggu 5-7 hari, sebelum rencana dieksekusi.

Tak disangka, dermawan yang berniat membantu berdatangan. Mula-mula naik menjadi 15 KK. Keesokan harinya 50, dan akhirnya kami “terpaksa” menghentikan ketika menyentuh angka 100. Ada dana masuk sebanyak duaratus juta rupiah. Keajaiban bak meteor yang berjatuhan di langit malam hari. Kami sama sekali tak menyangkanya. Harap maklum, langkah Tuhan adalah misteri iman.

Tak lebih dari 1 minggu, 16 donatur “nimbrung” begitu saja. Beberapa bahkan tak kami kenal. Berita baik menggembirakan banyak orang dan orang baik didatangkan Tuhan. Itu terjadi setelah Sri membuat 1 langkah awal. Hanya perlu satu langkah, selanjutnya serahkan Dia.

Langkah pertama yang dibuat pemulung dan Sri sejatinya tak terlalu rumit. Tapi orang sering berat melakukannya. Seolah susah bergerak dan enggan mengukir langkah awal. Dunia olahraga menyebutnya sebagai “mati langkah”. Kekhawatiran yang tak beralasan sekonyong-konyong menghantui dan niat mulia berhenti begitu saja.

Tak perlu lebih dulu menjadi kaya untuk berbagi. Percayalah, Tuhan yang menggenapkannya. Persis seperti janda miskin yang membagi “hanya” sedikit dari miliknya, bagi sesamanya. Dia memberi dari kekurangannya dan Tuhan tersenyum bahagia karenanya (Luk 21 :1-4).

P.M. Susbandono, Kontributor, Penulis buku inspiratif

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini