HIDUPKATOLIK.COM – PERAYAAN Ekaristi adalah saat di mana Yesus mengundang kita umat-Nya untuk masuk dalam persekutuan dengan-Nya dalam satu meja perjamuan untuk menikmati santapan yaitu hidup Yesus sendiri. Maka, menghadiri perayaan Ekaristi adalah jawaban atas undangan Yesus untuk bersatu dengan-Nya. Pada saat Ekaristi kita berjumpa dengan Yesus. Oleh karena itu, merayakan Ekaristi pertama-tama adalah kehendak Yesus sendiri dan bukan kehendak pribadi kita.
Gereja Indonesia mulai tahun ini akan menggunakan Tata Perayaan Ekaristi (TPE) yang baru yaitu TPE 2020 yang merupakan revisi dengan beberapa perubahan dari TPE 2005. Sebagai satu Gereja, kita patut bersyukur dengan hadirnya TPE yang baru ini. TPE yang baru pertama-tama bukan sekedar pedoman yang harus ditaati oleh para imam dan umat tetapi lebih dalam dilihat sebagai jawaban atas undangan Yesus agar baik para imam maupun umat semakin menjadikan Yesus sebagai pusat dari Perayaan Ekaristi.
Dalam pengalaman kita temukan ragam keluhan umat bahwa terkait Perayaan Ekaristi. Ada yang mengeluh: Ekaristi kita boring, lagu-lagunya tidak semangat, alat musiknya cuma satu dan membuat mengantuk. Keluhan seperti ini menunjukkan dengan jelas bahwa kehadiran kita merayakan Ekaristi bukan karena Yesus yang hendak kita jumpai melainkan karena hendak memuaskan keinginan pribadi yang sudah boring dan malas sejak dari rumah.
Ada yang mengeluh tentang khotbah pastor dan kadang memilih mengikuti Ekaristi hanya jika pastor yang disenangi memimpin. Keluhan ini juga menunjukkan dengan jelas kepada kita bahwa bukan karena khotbah pastor atau pribadi imam yang memimpin Ekaristi tetapi karena memandang Ekaristi sebagai saat untuk memuaskan kehendak pribadi dan bukan karena Yesus Kristus yang adalah pusat dari Ekaristi itu sendiri.
Sudah sangat jelas bahwa yang menjadi pusat dari seluruh Perayaan Ekaristi adalah Yesus Kristus. Ekaristi adalah Yesus sendiri di mana kita kenangkan dan rayakan kehadiran-Nya secara nyata dalam Ekaristi (Bdk. KGK 1324 & 1327).
Apapun lagu yang dinyanyikan, siapapun imam yang memimpin Ekaristi entah khotbahnya menghidupkan atau tidak, tetapi ketika kehadiran kita untuk merayakan Ekaristi adalah karena Yesus sendiri, maka tidak ada alasan bagi umat untuk mengeluh atau keluhan umat dijadikan alasan oleh sebagian imam menampilkan kreativitas dalam perayaan Ekaristi seperti berkhotbah sambil menyanyi dan joget atau mengajak umat ikut menyanyi, bertepuk tangan dan joget yang justru mengaburkan kehadiran Yesus secara nyata dan memindahkan posisi Yesus sebagai jantung dari Ekaristi.
Pusat Ekaristi kita bukan pada nyanyian dengan iringan musik sesuai keinginan kita tetapi pusat Ekaristi kita adalah Yesus sendiri yang sedang berkhotbah di hadapan kita dan berpuncak pada konsekrasi saat peristiwa roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus (peristiwa transsubstansiasi) yang kita imani sebagai peristiwa kehadiran Yesus yang paling nyata (Real Presence) dalam Ekaristi.
Semua aturan ataupun pedoman yang mengatur Perayaan Ekaristi pertama-tama bukan untuk membatasi kebebasan namun bukan berarti kita berbuat apapun sesuai kreativitas kita tetapi menjadi jalan yang mengantar kita untuk semakin merasakan kehadiran Yesus Kristus dan bersatu dengan-Nya.
Yesus Kristus adalah roti kehidupan (Yoh 6:41-51) karena Yesus Kristus dengan seluruh hidup dan peristiwa Salib yang berpuncak pada kebangkitan-Nya menjadi pusat dari Perayaan Ekaristi dan bukan kehendak ataupun keinginan pribadi kita maupun pribadi imam. Semakin kita menghargai Ekaristi, kita semakin mengimani dan mencintai Kristus sekaligus mencintai Gereja Katolik.
“Semakin kita menghargai Ekaristi, kita semakin mengimani dan mencintai Kristus sekaligus mencintai Gereja Katolik.”
Pastor Yohanes Kopong Tuan, MSF, Pastor Paroki “Christ the King”, Filipina
HIDUP, No. 35, Tahun ke-75, Minggu, 29 Agustus 2021