Menyambut Dies Natalis 85 Tahun: SMP Pangudi Luhur Domsav Semarang Menuntut Perubahan Mindset para Guru  

442
Kuliah umum dengan tema “Pendidikan di Era Disrupsi Digital" oleh SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang/tangkapan layar FX Triyas Hadi Prihantoro

HIDUPKATOLIK.COM– DALAM rangka perayaan Dies Natalis ke-85 SMP Pangudi Luhur Domenico Savio (Domsav), Semarang diadakan Kuliah Umum dengan tema, “Pendidikan di Era Disrupsi Digital.”

Kuliah Umum ini diadakan secara virtual dengan pembicara Pastor Johanes Haryatmoko, SJ, pada Sabtu, (31/7/21). Peserta yang mengikuti cukup beragam dari profesi maupun asal daerah karena dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi Zoom. Peserta dalam kegiatan ini hampir 500 peserta baik para biarawan-biarawati, pendidik, orang tua siswa maupun masyarakat umum dari pelosok tanah air.

Kuliah umum dengan tema “Pendidikan di Era Disrupsi Digital” oleh SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang/tangkapan layar FX Triyas Hadi Prihantoro

Selain pembicara utama, sebagai keynot speaker Br. Martinus T. Handoko, FIC selaku ketua Yayasan Pangudi Luhur (YPL) Pusat. Dikatakan bahwa ucapan syukur bagi SMP PL Domsav yang telah berusia 85 tahun, sekolah ini ada sejak Indonesia belum merdeka. Sekolah ini memiliki keahlian dan pengalaman yang cukup dalam mendidik siswa. YPL patut berbangga karena selama ini tidak pernah kekurangan siswa dan jumlah 33 kelas selalu tepenuhi. “Menjadi pemikiran bersama saat ini, disrupsi digital sebagai berkat atau mengacau pendidikan. Mau dibawa kemana SMP PL Domsav,” ucapnya.

Ia melanjutkan, sebuah disrupsi digital adalah  revolusi atau perubahan besar-besaran di bidang teknologi digital yang berdampak pada seluruh tata kehidupan manusia. Dalam revolusi digital menjadikan sekolah konvensional menjadi gamang. Guru tidak menjadi satu-satunya sumber belajar, materi pelajan diperoleh dari mana saja, tidak hanya di ruang kelas dan tidak hanya tergantung kepada buku.

Kuliah umum dengan tema “Pendidikan di Era Disrupsi Digital” oleh SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang/tangkapan layar FX Triyas Hadi Prihantoro

“Namun guru masih menjadi penting dalam pembentukan nilai. Karena dalam pendidikan (guru) sebagai proses masih menggunakan hati,” tandas mantan Rektor Unika Soegijapranata Semarang ini.

Sebelum pembicara utama  memberikan materi diadakan acara sederhana dan singkat  sebagai penanda ulang tahun ke 85 dengan pemotongan tumpeng dan pengguntingan pita  oleh Kepala Sekolah.

Potongan tumpeng diserahkan oleh Bruder Antonius Parjana, FIC kepada Ketua Panitia Antonius Wirato Adi. Selanjutnya acara pemotongan pita untuk membuka kuliah umum virtual. Dalam sambutannya mohon dukungan agar SMP Domsav tetap eksis dalam melayani bidang pendidikan.

Sementara itu, di awal paparannya, Pastor Haryatmoko mengatakan bahwa pendidikan era disrupsi digital dibutuhkan perubahan (mindset) guru yang utama. Oleh guru yang tidak mau berubah disrupsi dianggap negatif tapi seharusnya demi kemajuan kita menganggap hal yang positif.  

Kuliah umum dengan tema “Pendidikan di Era Disrupsi Digital” oleh SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang/tangkapan layar FX Triyas Hadi Prihantoro

Disrupsi digital, sebutnya, dari revolusi Industri 4.0 dan society 5.0 dimana integrasi teknologi ke lingkungan hidup. Guru harus berubah karena saat ini menerangkan, mengulang pemahaman sudah ada di Google. Pola baca anak sekarang sangat berbeda dengan jaman dulu (kita).  “Disrupsi sulit diikuti polanya karena respon dan banyak perubahan,” ucap ahli moral dan etika ini.

Ia menegaskan bahwa ada enam penyebab disrupsi digital yaitu komutasi awan, Internet oh Things (IoT), kecerdasan buatan, pencetakan tiga dimensi, big data  dan smarthphone. Era ini peran guru menjadi penting karena menjadi perancang pemberdaya pembelajaran, narasumber terbatas, assesor menyeluruh.  Selain itu menjadi model yang selalu belajar dan berjenjang, sumber daya motivasi dan inovasi, fasilitor mentor dan guide dan manager ekosistem pemesah masalah.

Sebanyak 75 slide disiapkan dan begitu banyak ilmu yang di dapat oleh peserta. Di sela-sela pemaparan, pembicara memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya. Seperti yang ditanyakan oleh Sr. Maria Gaudensiana Naba Kalohu, OSU selaku Kepala Sekolah SMP Santa Ursula di Baucau Timor Lesta. Pertanyaanya berkenaan dengan pendidikan di era ini untuk daerah terpencil. Mereka sangat mampu dalam hal ketrampilan hidup namun pengetahuan umum sangat terbatas, lalu bagaimana menyeimbangkannya?

Kuliah umum dengan tema “Pendidikan di Era Disrupsi Digital” oleh SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang/tangkapan layar FX Triyas Hadi Prihantoro

Dikatakan bahwa daerah terpencil sangat minim jaringan digital (internet), serta sulinya memasok buku. Situasi hal seperti ini juga terjadi di pedalaman Papua, salah satu misionaris Yesuit mencoba membuat dalam perpustakaan digital. “Saat tidak ada jaringan koneksi siswa masih bisa mengakses materi ajar,” ucap dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini.

Waktu diskusi selama dua jam terasa singkat, dan banyak pertanyaan dari peserta yang masih harus di aplikasikan. Pada hakekatnya dalam pendidikan mindset guru harus berubah, saat ini semua serba cepat, maka pemikiran lama harus ditinggalkan demi mengikuti perkembangan pendidikan saat ini.

 FX Triyas Hadi Prihantoro

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini