HIDUPKATOLIK.COM – Sang ibunda sempat menolak sebab tidak ingin menanggung malu untuk kedua kalinya setelah anak sulungnya keluar dari seminari.
Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC lahir di Bandung, 53 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 14 Februari 1968. Bersama kelima saudaranya, Anton kecil tumbuh di tengah keluarga yang taat beragama. Ibunya, Agnes Enywati (alm.) rutin mengikuti Misa Harian di Paroki St. Odilia Cicadas. Sementara ayahnya, Mathias Bunjamin (alm.), selain juga rutin Misa Harian, adalah seorang yang berdevosi kuat kepada Bunda Maria. Tidak heran kalau Anton kecil, selain aktif melayani sebagai misdinar, juga aktif menjadi anggota Legio Maria. Lingkungan keluarga dan Gereja di masa kecilnya perlahan menyuburkan benih panggilannya. Sedari kecil bahkan ia sering bermain ‘misa-misaan’ bersama saudara-saudarinya.
Ia menempuh pendidikan dasar dan menengahnya di SD dan SMP St. Yusuf Cikutra yang tidak jauh dari rumahnya. Ketika sudah berencana untuk melanjutkan ke SMAN 5 Bandung, Pastor Made, OSC, pastor parokinya saat itu, menawari Anton muda untuk masuk Seminari Menengah Mertoyudan di Magelang. Ibunya sempat menolak sebab tidak ingin menanggung malu untuk kedua kalinya setelah anak sulungnya, Fransiscus Janto Bunjamin, keluar dari Seminari Menengah Cadas Hikmat Bandung. Akan tetapi harapan hati sang ibu untuk memiliki anak seorang pastor tetap mekar sehingga ia pun merestui Anton muda menapaki panggilannya di Mertoyudan. Agnes sudah pasti tidak menyesali restunya waktu itu.
Setelah anaknya menjadi pimam, setiap Sabtu, Agnes mencari tahu di gereja mana anaknya akan memimpin Misa keesokan harinya. Ia dengan bangga akan duduk di barisan paling depan dalam Misa tersebut. Tanggal penunjukan Mgr. Anton sebagai uskup (3 Juni 2014) itu bertepatan dengan 1 tahun dipanggilnya Agnes ke surga. Meski tidak bisa menyaksikan secara langsung, tentu Agnes ikut berbahagia dari surga karena anaknya bahkan menjadi uskup.
Aktif Berorganisasi
Di seminari menengah, ia dikenal cerdas dan aktif dalam berorganisasi. Ia mampu mengatur jadwal hariannya dengan baik sehingga meski sering dipercaya menjadi ketua, ia tidak pernah keluar dari peringkat tiga besar di kelasnya. Tercatat selama di Mertoyudan, ia pernah menjadi Bidel Angkatan KPP (1984) dan menjadi Bidel Umum sekaligus Ketua OSIS (1986-1987). Pada tahun pertamanya di Mertoyudan, ia menetapkan moto panggilannya, yaitu Ubi Ego Sum Ibi Deo Servio (Di Mana pun Saya Berada, Saya Akan Mengabdi Tuhan).
Setelah empat tahun menempuh pendidikan di Mertoyudan, pada Juli 1984, ia memutuskan diri untuk masuk Ordo Salib Suci (OSC). Di tahun kedua Novisiatnya, ia menempuh studi S1 Filsafat di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Lulus dari situ, ia mendapat tugas Semester Orientasi Pastoral di Paroki Yaho Sakor, Agats (Juli-Desember 1992). Di sana, ia sempat terkena malaria. Sepulang dari Agats, ia menyelesaikan studi S2 Teologi di kampus yang sama. Ia lalu menjalani tahun diakonatnya di Paroki Kristus Sang Penabur Subang (Januari-Juni 1996).
Tahbisan imamatnya, yang pada 26 Juni tahun ini genap berusia 25 tahun, diterimakan oleh Mgr. Alexander Djajasiswaja, Uskup Bandung saat itu, di Paroki St. Laurentius Bandung. Ia lalu masih ditugaskan di Paroki Kristus Sang Penabur Subang sebagai pastor vikaris dari Juni sampai September 1996. Sejak itu, sampai dirinya menjadi uskup, ia tidak pernah lagi berkarya di paroki, apalagi menjadi pastor paroki.
Bulan Oktober 1996, ia mengambil Lisensiat Bidang Filsafat di Universitas Katolik Leuven, Belgia. Selepas studi di Belgia itu, ia menjadi dosen di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan dan dipercayai beragam jabatan baik di universitas maupun di ordo. Untuk mendukung karyanya sebagai dosen itu pula, ia diutus melanjutkan studi tingkat Doktoral Bidang Filsafat di Universitas Kepausan Lateran, Roma (2005-2007).
Dapat disebutkan di sini beberapa jabatan yang pernah diampunya seperti Pastor Mahasiswa Keuskupan Bandung (2000-2002), Ketua UPTMKU Universitas Katolik Parahyangan (2001-2004), Wakil Provinsial OSC Indonesia (periode 2001-2004 dan periode 2007-2010), Ketua Jurusan Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (2007-2009), Direktur Eksekutif dan Sekretaris Yayasan Salib Suci (2008 ), Ketua Pengurus Yayasan Universitas Katolik Parahyangan (2009-2010), Provinsial OSC Indonesia (2010-2013). Pada bulan Juli 2013, ia terpilih menjadi provinsial untuk kedua kalinya sampai penunjukannya sebagai Uskup Bandung bulan Juni 2014. Pasca pengangkatannnya sebagai uskup itu, ia praktis mengajukan pengunduran diri untuk semua jabatan sebelumnya.
Meski memiliki segudang kesibukan, ia tidak pernah meninggalkan doa dan selalu menyempatkan waktu luang dalam kesehariannya. Ke mana pun ia pergi, ia selalu membawa alat Misa supaya bisa mempersembahkan Misa setiap hari. Untuk senantiasa menjaga kesehatan pikiran dan jiwanya, selain rutin berdoa dan berdevosi, ia juga berusaha menciptakan waktu luang di sela tugas-tugasnya. Waktu luang itu bisa sekadar merapikan ruangan atau menekuni hobinya memelihara tanaman, burung, dan ikan.
Sejak Mgr. J. Pujasumarta diangkat menjadi Uskup Agung Semarang, Pastor Anton memang santer digadang-gadang menjadi penggantinya di Keuskupan Bandung. Padahal saat itu ia sangat dibutuhkan di OSC entah di Indonesia maupun di Roma. Namun Sri Paus memiliki rencana lain. Terpilihnya Mgr. Anton di satu pihak membawa kegembiraan bagi rekan-rekan OSC di seluruh dunia. Namun di lain pihak mungkin ada yang merasa sedih karena sempat memperkirakan dan berharap bahwa Mgr. Anton akan segera dipilih menjadi Magister General OSC yang akan memimpin OSC di seluruh dunia.
Fr. Moses William Yuwono (Bandung)
HIDUP, Edisi No. 25, Tahun ke-75, 20 Juni 2021