Siapakah yang Bersalah atas Kematian Yesus

739
Ilustrasi

HIDUPKATOLIK.COM –  Romo Hertanto, saya ingin menanyakan, kalau dilihat secara
Biblis, siapa yang bersalah atas kematian Yesus? Apakah benar
orang-orang Yahudi?
Benno, Larantuka

Katekismus Gereja Katolik (No. 597-598) dengan tegas mengatakan, bahwa ‘orang Yahudi secara kolektif tidak bertanggung jawab atas kematian Yesus’. Sebaliknya ‘semua orang berdosa turut menyebabkan kesengsaraan Kristus’. Namun pertanyaanmu menarik karena mengajak kita melihat kisah sengsara di mana banyak orang Yahudi sungguh-sungguh terlibat.

Dalam sejarah, data kisah sengsara sering dimanipulasi untuk melegitimasi sikap anti-Yahudi. Karenanya kita tidak boleh menafsirkan Kitab Suci hanya secara harfiah, melainkan perlu menemukan arti yang lebih dalam sebagaimana Tuhan sendiri kehendaki. Istilahnya sensus plenior (= makna yang lebih penuh). Contoh teks seperti itu adalah Mat. 27:25 yang memuat sumpah khalayak Yahudi di depan pengadilan. Saat itu Pilatus merasa bahwa Yesus tidak bersalah dan ingin membebaskan-Nya. Secara simbolik ia pun membasuh tangannya. Katanya, “Itu urusan kamu sendiri!” Sebagai balasannya seluruh rakyat berteriak:“Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!” Bayangkan, orang Yahudi membawa-bawa keturunan mereka, sambil bersikeras meminta  Yesus disalibkan! Pilatus pun menyerahkan Yesus untuk didera dan kemudian disalibkan.

Bila dihubungkan Yoh. 8:44, kesimpulannya bisa lebih dahsyat. Di sana Yesus menghubungkan orang-orang Yahudi yang menentang-Nya langsung dengan iblis: “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan bapamu.” Mengerikan bukan? Kalau tidak hati-hati, kita bisa jatuh pada kesimpulan sembrono dan menyalahkan bangsa Yahudi. Sebagaimana ajaran Katekismus, bukan itulah yang dimaksudkan Kitab Suci.

Jadi bagaimana? Pertama, Kitab Suci menampilkan bahwa para pemimpin Yahudi sendiri berbeda pendapat mengenai Yesus. Ada banyak dari mereka yang percaya kepada-Nya, seperti contohnya Nikodemus dan Jusuf dari Arimatea, meskipun melakukannya secara tersembunyi. Tidak semua orang Yahudi jahat. Yesus sendiri orang Yahudi, begitu pula para murid-Nya. Ada banyak orang Yahudi yang mengikuti-Nya.

Pertanyaannya, mengapa terjadi penyaliban? Jawabannya adalah karena kuasa dosa yang membutakan. Khotbah St. Petrus saat Pentakosta menyebut bahwa mereka melakukannya tanpa pengetahuan (Kis. 3). Dosa membuat orang tidak mengenal Yesus. “Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia” (1Kor. 2:8). Itu persis doa Yesus saat ia dipaku di salib: “Ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka
perbuat” (Luk. 23:34). Jadi meskipun menceritakan keterlibatan mereka, Kitab Suci sendiri tidak menumpukan kesalahan pada orang Yahudi. Dengan jelas Kitab Suci menggambarkan mereka sebagai korban kuasa dosa. Dosalah yang menggelapkan mereka sehingga mereka menyalibkan Yesus. Sesudah kebangkitan-Nya, warta pengampunan menjadi isi pesan Yesus, yang kemudian diteruskan oleh para Rasul. Dengan salib-Nya Yesus mau menyelamatkan semua manusia, Yahudi maupun non-Yahudi.

Dalam tradisi, Gereja tidak pernah melihat peristiwa kematian Yesus hanya sebagai peristiwa bangsa Yahudi saja, melainkan peristiwa universal manusia berhadapan dengan kasih Allah. Salib adalah konsekuensi dari jawaban manusia yang dikuasai dosa terhadap kasih Allah yang tak terbatas. Kisah Para Rasul (4:27-28) menyinggung keterlibatan bangsa-bangsa melawan Yesus. “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus…” Tanpa ragu Gereja mengajarkan bahwa kalau kita berdosa, maka dosa itu mengena pada Yesus (Bdk.Mat. 25, Kis.9:4-5). Kalau kita berpuas diri dalam dosa, dan tidak mau bertobat, kita membuat Kristus menderita dan masih tetap menyalibkan-Nya. “Apa yang kaulakukan terhadap saudara-Ku yang paling hina, itu “kaulakukan terhadap Aku” (Mat. 25). Namun begitu, serentak jawaban Allah juga nampak di salib itu:terhadap jawaban negatif manusia, Allah menjawab positif yaitudengan tetap mengasihi manusia, melalui pengorbanan Yesus.

HIDUP NO.14, 11 April 2021

 

 

Pastor Gregorius Hertanto, MSC
(Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara)

 

 

Silakan kirim pertanyaan Anda ke: [email protected] atau WhatsApp 0812.9295.5952. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini