HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu Biasa XIII, 27 Juni 2021, Keb. 1:13-15; 2:23-24; Mzm. 30:2,4,5-6,11,12a,13b; 2Kor. 8:7,9,13-15; Mrk. 5:21-43 (Singkat: Mrk. 5:21-24, 35-43)
DALAM dua tahun terakhir pandemi virus korona merajalela. Seluruh dunia terlanda sakit. Jutaan pasien terisolasi, mati dalam kesendirian, kesepian, dan ketakutan. Dunia tersandera, terpasung, terancam mati karena kecemasan dan kepanikan. Banyak aktivitas harus dibatasi. Banyak hal dilarang. Banyak wilayah dilockeddown. Protokol kesehatan Covid-19 pun diberlakukan. Hidup normal tergiring masuk situasi New Normal. Sangat terasa, dunia sakit dan sekarat. Obat manjur penyembuh? Adakah senjata pamungkas yang ampuh melawan Covid-19? Ada banyak tawaran, namun belum sepenuhnya menyakinkan. Dunia medis dan kedokteran bisa membantu? Faktanya, banyak dokter dan perawat justru jadi korban keganasan Covid-19! Istana dan Kantor Kepresidenan bisa aman? Camkanlah. Banyak kepala negara, presiden, menteri, pejabat publik pemerintah, tokoh agama dan masyarakat, rakyat kecil, jebol daya tahan tubuhnya di hadapan si mungil tak terlihat, korona. Virus ini bahkan bermutasi.
Saya teringat ketika tengah malam ponsel berdering. “Bapa Uskup, saya tidak tahan lagi,” ujar suara seorang romo yang dikenal baik itu dengan suara lemah. Upaya memindahkannya ke rumah sakit lain dengan perlengkapan ventilator, berarti juga proses penghentian kehidupan alamiah. Dalam kasus pasien Covid-19 dengan saturasi oksigen 68-69, dengan penyakit serta gangguan pernapasan akut, tindakan pemindahan ini berarti pula proses penurunan kesadaran ke titik kritis, dengan akibat terburuk, percepatan kematian. Pilihan sulit. Namun itulah satu-satunya pilihan saat itu. Dan terjadilah, almarhum berpulang sebagai pasien positif Covid-19.
Selanjutnya urusan perjumpaan dengan Tuhan, dengan wujud kesembuhan dan keselamatan para pasien. Banyak doa, inspirasi, dan pencerahan telah tersaji lewat media sosial. Banyak pula doa dan harapan yang tercetus dari relung kalbu dan bibir orang beriman. Entah doa pribadi, devosi khusus, maupun doa resmi dan liturgi Gereja. Doa pagi pada tanggal 24 April 2021di Kapela, di koridor rumah sakit dan di ruang pasien di saat kritis ini, kiranya menjadi upaya para insan lemah tak berdaya mengetuk pintu surga untuk sebuah harapan akan kesembuhan dan keselamatan. Semoga pintu Hati Allah terketuk untuk tindakan kasih-Nya yang menyelamatkan.
Pemberian Sakramen Perminyakan Orang Sakit dan upacara pemakaman dengan pemberlakuan prokes Covid-19, dengan pemandangan khas petugas rohani dan petugas pemakaman berbusana lengkap alat perlindungan diri (APD) yang tentu terlanda nuansa hati yang khas dan campur aduk, para pengunjung yang canggung dan berdiri jauh-jauh dengan mata sayu dan sembab, kiranya mengungkapkan fakta fundamental dan paradoks dari iman. Semoga Tuhan berkenan hadir dalam situasi sulit dunia yang terlanda pandemi virus korona dengan korban jutaan nyawa dan memberi jawaban definitif tentang fakta kehidupan manusia di balik kematian: “Aku ini, jangan takut! Aku ini Penyelamatmu, bangunlah!”.
Seperti Yairus, kepala rumah ibadat, yang tersungkur di depan kaki Yesus dan berseru, “Anakku perempuan sakit, hampir mati, datanglah, tolonglah!” Kemudian ada seorang perempuan yang menderita sakit pendarahan selama 12 tahun pergi menyelinap dan menjamah jumbai jubah Yesus. Ia sembuh seketika. Kesembuhannya pun diteguhkan Yesus: “Anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!.”
Marilah kita bersama-sama berseru: “Tuhan, kami sakit, sekarat, dan mati dalam kerapuhan dan kelemahan manusiawi kami. Tuhan, dunia kami sakit, terlanda pandemi virus korona dan berbagai virus jahat kehidupan. Tolonglah, sembuhkanlah kami!”
“Anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!.”
HIDUP, Edisi No.26, Tahun ke-75, Minggu, 27 Juni 2021