HIDUPKATOLIK.COM – SEPANJANG bulan Mei dan Oktober setiap tahun, umat Katolik di seluruh dunia berdevosi secara khusus kepada Santa Perawan Maria, Sang Bunda yang melahirkan Tuhan kita Yesus Kristus. Pada Mei Bulan Maria dan Oktober Bulan Rosario, umat Katolik tekun berdoa Rosario dan Salam Maria setiap hari. Pada masa-masa itu, banyak sekali umat yang juga melakukan perjalanan ziarah ke Gua Maria terdekat.
Ada banyak sekali Gua Maria di seluruh dunia. Hampir setiap Gereja Katolik memiliki Gua Maria, atau sebaliknya di dekat Gua Maria pasti didirikan Gereja Katolik. Bagi umat Katolik di Indonesia, Gua Maria di Lourdes, Prancis, termasuk tempat ziarah yang sering diimpikan untuk dikunjungi.
Lourdes adalah nama sebuah desa kecil (dengan sekitar 13.000 jiwa penduduk) di kaki Gunung Pyrenees yang memisahkan Prancis Selatan dengan Spanyol. Pada masa antara 11 Februari dan 16 Juli 1858, Lourdes menjadi tempat penampakan seorang “perempuan muda” kepada seorang gadis petani bernama Bernadette Soubirous berusia 14 tahun (1844-1879).
Setelah melalui penyelidikan kanonik, pihak yang berwenang di Gereja Katolik pada 18 Februari 1862 menyatakan peristiwa penampakan tersebut layak dipercaya sebagai “Perempuan yang mengandung tanpa noda”. “Perempuan muda” yang layak dipercaya sebagai Bunda Maria Lourdes itu minta didirikan kapel di gua di dekat tempat penampakannya.
Bernadette meninggal di Nevers (Prancis) 16 April 1879 dalam usia 35 tahun, dan jasadnya tetap utuh sampai sekarang. Paus Pius XI menyatakan Bernadette sebagai beata 14 Juni 1925, dan Santa 8 Desember 1933. Sejak peristiwa penampakan itu, Gua Maria di Lourdes menjadi tempat tujuan wisata rohani utama dan sekarang menarik sekitar 5 juta peziarah per tahun dari seluruh dunia.
Jalan Sendirian ke Lourdes
Mau ke Lourdes juga? Mudah sekali, tinggal mendaftar saja ke operator wisata rohani internasional. Sebelum pandemi Covid-19, setiap minggu mudah sekali kita temukan penawaran paket wisata rohani tersebut di majalah rohani Katolik maupun surat kabar/majalah nasional. Tentu saja biayanya cukup mahal karena naik pesawat antar benua, minimal 5 hari karena sekaligus wisata ke banyak tempat lainnya yang berdekatan dengan Lourdes seperti kota Paris, Roma, Milan, Pisa, Amsterdam, dan lain sebagainya.
Bagi seorang karyawan swasta pada umumnya, biaya sebesar itu tentunya belum menjadi prioritas, apalagi kalau perginya dengan pasangan atau anak-anak dan orangtua. Sedangkan perjalanan ziarah rasanya tidak elok kalau pergi hanya sendirian.
Suatu ketika tahun 2006, saya seorang diri mendapat tugas tahunan untuk menghadiri pertemuan di kantor pusat Amsterdam, Belanda. Perusahaan tempat bekerja mempunyai perjanjian dengan penerbangan KLM Belanda yang memberikan tambahan terbang ke 2 kota lain di Eropa tanpa biaya ekstra bagi setiap tiket Jakarta-Amsterdam.
Ahaa, pucuk dicinta ulam tiba, harapan yang menjadi kenyataan. Mengapa tidak menggunakan kesempatan emas ini saja tanpa mengeluarkan biaya pribadi sepeser pun. Karena pertemuan resmi kantor dimulai Senin pagi, saya sudah bisa berangkat dari Jakarta hari Jumat 29 September 2006 sore pukul 18.40 (jadwal penerbangan KLM). Jadi tidak mengurangi kewajiban jam kerja sebagai karyawan.
Setelah transit sebentar di Kuala Lumpur, KLM terbang total sekitar 16 jam hingga tiba di Amsterdam keesokan paginya, hari Sabtu sekitar pukul 06.00. Karena mendarat dari luar Schengen (Perjanjian bebas visa antar 27 negara Eropa), maka saya harus melewati pemeriksaan imigrasi dulu di bandara Schiphol, Amsterdam. Selanjutnya saya berpindah ke ruang tunggu untuk penerbangan lanjutan ke Toulouse, Perancis, kota besar terdekat Lourdes yang dilayani KLM. Toulouse adalah tempat pabrik pesawat terbang Airbus. Sesama wilayah Schengen, semua penerbangan dianggap ‘domestik’ saja.
Waktu mau ke Lourdes, saya tidak mengumpulkan cukup informasi tentang bagaimana menuju ke sana. Layanan internet seperti Wikipedia belum ada atau populer saat itu. Menurut sebuah biro perjalanan tempat saya membeli voucer hotel, pokoknya terbang saja ke Toulouse, dari situ banyak pilihan moda transportasi ke Lourdes. Saya membeli voucer hotel yang banyak tersedia dekat Gua Maria Lourdes.
Saat tiba di bandara Toulouse, saya menuju meja informasi dan untuk ke Lourdes disarankan naik kereta api, menempuh jarak sekitar 175 km. Untuk itu saya mesti naik bis bandara yang bolak-balik ke terminal sekaligus stasiun kereta Toulouse-Matabiau.
Untuk mencapai stasiun Lourdes, tersedia layanan kereta antarkota rute Toulouse–Bayonne yang dioperasikan oleh perusahaan SNCF. Tetapi apa mau dikata, pada hari Sabtu 30 September 2006 yang cerah itu, ada sebagian rel kereta yang sedang diperbaiki (saya lupa nama tempatnya) sehingga kereta tidak dapat melayani rute secara penuh.
Menariknya, petugas loket tiket berusaha menjelaskan halangan tersebut ke saya (hanya) dalam bahasa Prancis yang saya tidak paham sedikit pun bahasa itu. Selama saya masih bengong, petugas loket tidak mau menjual tiketnya ke saya. Dihadapkan pada keadaan seperti itu, saya menjadi ragu beberapa saat apakah mau tetap melanjutkan perjalanan ke Lourdes atau tidak.
Untung pertolongan kecil datang tepat pada waktunya. Dari seorang Prancis yang pernah lama bekerja sebagai juru masak di New York. Dia membantu menjelaskan halangan itu ke saya dalam bahasa Inggris. Orang itu juga mau naik kereta jurusan yang sama, bahkan seterusnya ke Spanyol.
Setelah masalah tersebut akhirnya menjadi jelas dan saya diijinkan membeli tiket, orang itu pun berjanji menemani saya selama perjalanan hingga Lourdes. Untuk sepanjang rel kereta yang sedang diperbaiki, perusahaan kereta SNCF menyediakan bis untuk mengangkut penumpangnya melewati hingga stasiun kecil berikutnya. Jadi sebenarnya tidak ada masalah teknis, tetapi beda bahasa menjadi kendala antara saya dengan petugas loket tadi.
Karena ada perbaikan rel dan akhir pekan, hari Sabtu itu tidak banyak perjalanan kereta yang tersedia. Akibatnya lebih banyak penumpang daripada kapasitas gerbong yang tersedia. Bukan hanya tidak kebagian kursi, saya bersama orang tadi bahkan harus masuk gerbong untuk barang sehingga penumpang duduk lesehan. Dan saya bisa duduk di atas koper sendiri.
Untuk pindah ke bis dan kembali lagi ke kereta, saya harus repot membawa koper yang isinya antara lain oleh-oleh untuk seorang bruder purna-tugas Indonesia yang sedang menikmati pensiun di Tilburg, Belanda. Tadinya saya berharap perjalanan tambahan ke Lourdes ini berlangsung lancar jaya sehingga tidak perlu menitipkan koper besar tadi di bandara Schiphol, tapi ya ternyata begini.
Singkat cerita, akhirnya kereta tiba juga di stasiun Lourdes dan orang yang baik hati itu mengingatkan saya untuk turun. Saya mengucapkan terima kasih dan selanjutnya memanggil taksi menuju hotel. Saat itu hari sudah mulai gelap, sekitar pukul 19.00 malam. Terhitung sejak berangkat dari Jakarta, saya sudah 24 + 5 = 29 jam lamanya di jalan.
Sesampai di hotel dan mandi, saya segera keluar, berjalan mengikuti banyak orang yang membawa lilin kecil menyala. “Ahh, ini pasti iring-iringan menuju Gua Maria”, pikir saya dan ternyata benar makin lama makin banyak orang dari mana-mana menuju ke tempat yang sama. Tampak depan bangunan Gereja Basilika Yang Mengandung Tanpa Noda kelihatan jelas dari jauh diterangi oleh ribuan lilin para peziarah. Karena lapar, saya bergegas mencari makanan sup hangat dulu di kedai yang banyak di situ.
Banyak orang berjalan sendiri seperti saya atau dalam kelompok kecil, mengalir lancar sambil komat-kamit masing-masing. Di lapangan luas depan Basilika, tampak serombongan orang berdoa dengan pengeras suara dalam aneka bahasa secara bergantian, juga terdengar dalam bahasa Indonesia.
Setelah hampir 1 jam mengikuti pergerakan ribuan manusia, saya akhirnya berjumpa dengan 3 pemuda yang sedang bercanda dalam bahasa Indonesia. Rupanya mereka adalah teknisi pesawat terbang yang sedang mengikuti pelatihan, dikirim oleh maskapai Mandala atau Pelita (saya lupa) ke Airbus. Atas saran mereka, malam itu juga saya membeli sebuah jeriken kecil untuk mengambil air suci Lourdes sebagai oleh-oleh untuk keluarga, kerabat, dan sahabat di tanah air.
Malam itu walaupun badan lelah kurang istirahat seharian, saya tidak dapat beristirahat dengan tenang karena memikirkan keruwetan naik kereta kembali ke Toulouse esoknya. Untuk itu saya pastikan bangun sebelum pukul 05.00 pagi lalu mandi lagi dan bergegas kembali ke Gua Maria untuk mengambil air suci. Ehh, sayup-sayup mendengar ada sekelompok orang sedang merayakan misa dalam bahasa Indonesia, segeralah saya bergabung dan minta ijin menerima komuni. Puji Tuhan.
Setelah kembali ke hotel untuk sarapan, saya sudah berada di stasiun kereta Lourdes sebelum pukul 08.00 pagi. Saya tidak berani mengambil risiko ketinggalan kereta kembali ke Toulouse dan akhirnya ketinggalan pesawat kembali ke Amsterdam. Jadi hanya dalam waktu yang singkat sekali saya berada di Lourdes, hampir tidak sempat menikmati sinar matahari. Hari Minggu pagi itu stasiun tampak sepi sekali, dan dengan komunikasi yang terbatas, saya pastikan naik kereta ke arah yang benar dan nanti tersedia bis untuk mengantar saya melewati sepotong rel yang diperbaiki. Seperti kemarin saat datang.
Selama naik kereta, terlihat hanya 2-3 penumpang saja di gerbong yang sama, duduknya pun terpencar berjauhan. Saya terus berdoa semoga tidak ngantuk ketiduran dan siap berganti bis bila saatnya tiba. Akhir cerita, berbekal pengalaman kemarin, perjalanan kembali ke bandara Toulouse berjalan lancar. Saya pun bisa beristirahat cukup lama menunggu penerbangan ke Schiphol Amsterdam untuk acara rapat kantor mulai Senin pagi.
Sepanjang jalan dari bandara Toulouse kemarin dan sampai kembali ke bandara Toulouse hari ini, saya tidak henti-hentinya berdoa Salam Maria agar tidak terlunta-lunta sendirian jauh di negeri orang. Benarlah kata ayat Luk 7:50: “Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!”
Cosmas Christanmas, Kontributor