TOMAS: TELADAN IMAN KITA?

1277
"Ketidakpercayaan Santo Tomas" dalam lukisan Paolo Morando (1486-1522)

HIDUPKATOLIK.COM – MUNGKIN, tidak sedikit dari anda bertanya-tanya ketika melihat judul di atas. Pasalnya, Tomas kerapkali digambarkan sebagai sosok yang kurang beriman. Dalam bacaan hari Minggu kemarin, 11/4/2021 (Yoh. 20: 19 – 31) , kita mendengarkan ketidakpercayaan Tomas akan kebangkitan Sang Kristus. Saya tidak memungkiri bila tidak sedikit imam (homilis) seolah-olah menyudutkan ‘misionaris’ yang konon pernah singgah di Suriah dan Persia itu. Hingga akhirnya, saya pribadi bertanya dalam diri, “Apakah benar kalau tidak ada hal yang bisa diteladani dari Tomas, sampai rasa-rasanya tokoh ini identik dengan pribadi yang sulit percaya?” Mungkin pertanyaan ini juga pernah terbersit dalam benak anda sekalian. Maka, melalui tulisan singkat ini, izinkan saya untuk membagikan permenungan (subjektif) saya terhadap sosok Tomas.

Pertama-tama, menarik apa yang dikatakan pada ayat 19, “Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi.” Jelas, gambaran ini menunjukkan kepada kita bahwa hampir seluruh para rasul diliputi rasa duka dan kecemasan yang amat dalam.

Para rasul putus asa karena junjungan mereka telah wafat di atas kayu salib. Ini artinya ancaman akan segera datang, yakni desakan dari para ahli taurat dan orang Yahudi. Namun, rupanya ada satu dari antara mereka yang justru tidak bersama-sama “mengunci” diri. Rasul itu tidak lain adalah Tomas itu sendiri.

Bila merenungkan lebih jauh, kita pun bertanya, “Lho kok Tomas tidak ikut ngumpet bersama rasul yang lain?” Memang, dalam perikop tersebut tidak dijelaskan alasan Tomas tidak bersembunyi dengan para sahabatnya. Bisa jadi Tomas diminta tolong kepada murid yang lain untuk membeli makanan karena persedian mereka habis. Atau mungkin Tomas pergi untuk mencari minyak pelita yang tinggal sedikit.

Untuk alasan-alasan itu, silakan anda membayangkannya sendiri. Namun, menjadi jelas bahwa Tomas memiliki “nyali” lebih dibanding dengan para rasul yang lain. Di kala batin para rasul diliputi gundah gulana, rupanya persis di situlah harapan Tomas bermekaran. Ia meyakini bahwa Roh Sang Guru selalu menaungi mereka.

Memang, para rasul menyayangkan Tomas karena tidak bersama mereka tatkala Yesus datang untuk meneguhkan mereka. Hingga akhirnya, Tomas melontarkan seruan yang terkesan keras itu, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya”.

Tidak jarang seruan ini dinilai sebagai sikap skeptis dari Tomas. Ia dicap sebagai pribadi yang sulit beriman. Namun, justru inilah yang menjadi kekuatan bagi rasul yang juga disebut Didimus ini. Ia tidak lantas percaya begitu saja, terlebih bila itu menyangkut kepercayaannya. Dengan kata lain, ia berusaha untuk mempertanggungjawabkan imannya dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan.

Lantas, apa yang bisa kita teladani dari sikap beriman Tomas. Sekurang-kurangnya kita disadarkan untuk lebih berani mengeskpresikan iman kita di tengah keberagaman dewasa ini. Kerapkali kita ditanya mengenai ini-itu tentang ‘kekatolikan’ oleh saudara-saudara beragama lain. Terlepas dari motivasi mereka bertanya, tidak jarang kita merasa canggung bila masuk ke dalam tema perbincangan itu. Seakan-akan kita meyakini bahwa ranah iman adalah urusan privat sehingga orang lain tidak perlu tahu. Atau, dengan lantang kita “mengamini” iman kepada Kristus di hadapan orang lain tanpa berani menjelaskannya.

Kalau sudah begini, mungkin ada yang perlu dibenahi dalam cara beriman kita. Apakah cara beriman kita selama ini masihlah sebatas konseptual, abstraksi, hafalan belaka dan belum muncul dalam tindakan konkret sehari-hari? Ah, saya tidak berhak untuk menjawab. Toh setiap orang memiliki pengalaman dan perjalan imannya masing-masing.

Namun, menjadi jelas bahwa Tomas bukanlah pribadi sukar percaya, seperti yang sering dituduhkan kepadanya. Justru sebaliknya, ia memperlihatkan kepada mereka bahwa iman haruslah dihayati secara nyata pergumulan hidup sehari-hari. Hal inilah pula yang ditunjukkan Tomas hingga merelakan nyawanya menjadi martir di “Tanah Mahabarata”, India. Semoga momentum Paskah ini pula makin membangkitkan iman, kasih, dan pengharapan kita kepada Allah. In cruce salus.

Fr. Gabriel Mario L, OSC, tinggal di Biara OSC, Bandung, Jawa Barat

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini