Paus Fransiskus: Perempuan Bisa Jadi Lektor dan Akolit

709
Pelayan altar bernyanyi selama Misa Malam Natal di sebuah gereja di Bonn, Jerman.| Harald Oppitz / KNA via CNS

HIDUPKATOLIK.COMPaus Fransiskus mengeluarkan dokumen baru yang meresmikan kesanggupan perempuan untuk menjadi lektor (pelayan Sabda) dan akolit (pelayan altar) pada Misa di hari Senin, 11/1. Ditandatangani pada Pesta Pembaptisan Tuhan, 10/1, dan diterbitkan pada 11 Januari, dokumen baru, berjudul, “Spiritus Domini”, menetapkan bahwa perempuan sekarang dapat secara resmi mengambil peran lektor dan akolit selama perayaan liturgi.

Disebut motu proprio, yang berarti bagian dari dokumen yang dikeluarkan atas otoritas Paus sendiri, dokumen baru ini merevisi kanon 230 paragraf pertama dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) (Judul II Kewajiban dan Hak Kaum Beriman Kristiani Awam). Sebelumnya kanon ini menyatakan, “Orang awam laki-laki, yang sudah mencapai usia dan mempunyai sifat-sifat yang ditentukan oleh dekret Konferensi Para Uskup, dapat diangkat secara tetap untuk menjalankan pelayanan sebagai lektor dan akolit dengan ritus liturgis yang ditentukan…”. Lektor dan Akolit bukanlah pelayan tertahbis melainkan hanya melalui pelantikan.  Dahulu memang pada tahun 1972, St. Paulus VI memutuskan untuk mempertahankan akses kepada pelayanan ini hanya untuk laki-laki karena keduanya dianggap sebagai persiapan untuk akhirnya masuk ke tahbisan suci.

Jika dicermati, tidak ada yang baru tentang perempuan menjadi pelayan Sabda atau sebagai pelayan altar. Di banyak komunitas di seluruh dunia praktik ini telah disahkan oleh uskup setempat. Namun, pelayanan ini telah terjadi tanpa mandat institusional yang benar dan tepat. Untuk itu, dengan bunyi teks yang direvisi, “umat awam yang memiliki usia dan kualifikasi,” membuat satu-satunya syarat untuk masuk kedalam pelayanan ini adalah baptisan seseorang, daripada jenis kelamin seseorang.

Melansir Cruxnow, 11/1, dalam catatan penjelasan yang dikeluarkan bersamaan dengan dokumen baru tersebut, pastor asal Italia, Pastor Angelo Lameri, profesor di Universitas Kepausan Lateran, menyebut dokumen baru itu sebagai “pematangan proses yang dimulai pada tahun 1972 oleh St. Paulus VI”, yang tahun itu dideklarasikan dalam hukumnya sendiri. Motu proprio “Ministeria quaedam” berbunyi bahwa seseorang tidak perlu menjadi imam atau frater untuk menjadi pelayan altar, membuka peran untuk orang awam.

Pada tahun 2016, Paus Fransiskus melakukan hal serupa ketika ia memodifikasi ritual pembasuhan kaki dalam Misa Kamis Putih, secara resmi mengizinkan perempuan untuk dipilih, meskipun ini juga telah menjadi praktik umum selama bertahun-tahun di negara-negara seperti Amerika Serikat.

Paus Fransiskus dalam sebuah surat kepada Kongregasi untuk Ajaran Iman mengatakan bahwa pilihan untuk secara resmi menerima perempuan dalam pelayanan ini memerlukan stabilitas, pengakuan publik dan mandat dari pihak uskup, membuat partisipasi semua orang dalam pekerjaan evangelisasi lebih efektif di Gereja. Keputusan ini, katanya, “memastikan bahwa perempuan memiliki dampak yang nyata dan efektif dalam organisasi, dalam keputusan yang paling penting, dan dalam kepemimpinan komunitas tetapi tanpa berhenti melakukannya dengan jejak feminin mereka.”

“Dengan cara ini, selain menanggapi apa yang diminta untuk misi di masa sekarang dan menyambut kesaksian yang diberikan oleh begitu banyak perempuan yang telah merawat pelayanan kepada Sabda dan Altar,  akan muncul dengan bukti yang lebih besar. – bahkan bagi mereka yang sedang mempertimbangkan untuk ditahbiskan – bahwa pelayanan Lektor dan Akolit berakar pada Sakramen Baptis dan Penguatan, ”katanya.

Membuka pintu bagi semua awam untuk mengambil peran ini, sebut Paus, akan membuat mereka yang mempersiapkan imamat lebih memahami bahwa mereka adalah bagian dalam pelayanan bersama dengan laki-laki dan perempuan terbaptis lainnya.

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini