Makna Natal, Renungan Seorang Rahib dan Imam OCSO dari Pertapaan Irlandia

335

HIDUPKATOLIK.COMSENJA telah di penghujung hari. Sebuah perayaan Natal baru saja usai. Udara dingin membuat kami terburu menyebrang di sebuah jalan di Kota Dublin menuju tempat di mana mobil kami diparkir. Tiba- tiba Pastor Lawrence berhenti dan langkahku pun ikut terhenti.

Ia mengeluarkan dompet dari saku jubah lalu mengeluarkan selembar sepuluh euro dan memberikan kepada seorang pengemis yang duduk berselimut kumal tebal di trotoar. “God bless you,” kata Pastor Lawrence sambil memberikan uang itu ke tangan pria tua tersebut.

Ia menerima sambil mengucap banyak terimakasih. Matanya yang tadinya sayu dan bibirnya yang terkatup karena udara dingin di bulan Desember menjadi berbinar dan tersenyum.

Peristiwa itu telah berlalu di lima kali bulan Desember, namun masih membekas hingga di penghujung bulan tahun ini, Lawrence tidak hanya memberikan lembar Euronya yang tidak seberapa, namun ia mengucapkan berkat untuk pria yang janggut dan kumisnya tidak terawat itu.

Berkat yang diucapkan Lawrence menjadi semacam jembatan persaudaraan, meskipun baru bertemu di trotoar di penghujung senja. Aku yang saat itu berdiri menyaksikan ikut merasakan rasa persaudaraan. Saya jadi teringat Paus Fransiskus dalam ensikliknya yang terbaru; Fratelli Tutti, yang dirilis dalam Oktober lalu berpesan bahwa kita semua bersaudara.

Natal sesungguhnya merupakan sebuah peristiwa sukacita, namun bagi sebagian orang, sukacita itu belum menggema dalam hati dan kehidupan mereka. Sukacita yang dibawa oleh para malaikat untuk seluruh umat manusia karena Sang Juru Selamat telah lahir ke dunia (Lukas 2:10-11) seakan terhalang oleh kemiskinan dan kesepian hidup yang mereka alami. Keadaan mereka semakin diperburuk dengan adanya pengaruh Covid-19 yang hingga saat ini masih kita alami.

Oleh karena itu, Natal adalah saat istimewa untuk mengulurkan tangan bagi sesama kita yang kekurangan dan kelaparan karena sesunguhnya wajah Tuhan di saat Natal lebih terlihat di dalam diri orang-orang miskin yang tidak berdaya daripada di dalam diri orang yang kaya dan berkuasa.

Tuhan datang sebagai bayi tidak berdaya dan miskin. “Maria melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkus dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan” (Lukas 2:7). Maka hari ini, jika kita ingin seperti para gembala yang menemukan jalan ke tempat palungan tidur Sang Bayi di Betlehem, kita perlu melihat orang-orang yang paling tak berdaya yang tinggal di lingkungan kita.

Perayaan Natal tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Adanya Covid-19 membuat kita seperti berada dalam kegelapan. Cahaya lilin Natal tidak akan mampu meneranginya. Berkaitan dengan itu, Paus Fransiskus masih dalam ensikliknya tersebut mengatakan bahwa awan gelap menutupi dunia kita. Ketika melihat ke seluruh dunia saat ini, Beliau sangat prihatin dengan tidak adanya persaudaraan, untuk itu Beliau mendorong kita semua untuk merangkul semangat persahabatan, kebaikan, kasih sayang, dan solidaritas bagi sesama. Dengan demikian cahaya lilin Natal sungguh mampu menerangi kegelapan dunia saat ini.

Bunda Maria dan St. Yosep menyambut kedatangan para gembala di palungan pada Malam Natal (Lukas 2:16-19). Meskipun tidak ada ruang yang indah untuk menyambut para gembala, namun mereka memberikan sebuah penyambutan yang membuat para gembala merasakan sebuah rumah yang indah yang memberikan kedamaian.

Kita juga diundang untuk datang agar merasakan damai kasih-Nya yang luar biasa sehingga kita juga mampu memberikan damai bagi sesama sebagai saudara dan saudari di dalam Tuhan Yesus Kristus yang telah lahir ke dunia.

Selamat Natal!

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini