Lakukan Hal Kecil untuk Papua

284
Septina Rosalina

HIDUPKATOLIK.COM– MUSISI muda Papua, Septina Rosalina  alias Septi, mengaku menemukan passion berkarya sebagai musisi berawal dari kepiawaiannya menyanyi sejak kecil. Untuk memperdalam ilmunya, ia melanjutkan studi musik di Institut Seni Indonesia(ISI), Jogyakarta. Ia konsentrasi pada piano dan komposisi musik. Di sini, ia banyak mengikuti paduan suara kampus dan konser.

Karya seni pertama Septi lahir pada tahun 2014 bertajuk “Ihin Sakil Somale”, yang artinya Ratapan Burung Kuning Cendrawasih. “Burung yang indah, unik, tetapi dikejar-kejar karena keindahannya lalu diburu, bulunya diambil dijadikan cenderamata, padahal seharusnya dilestarikan di alam Papua,” ujarnya.

Septi mengisahkan, mengapa mengangkat ratapan burung kuning Cendrawasih saat itu. “Karya ini lahir dari ingatan masa kecil saya tinggal bersama orangtua yang menjadi guru di pedalaman Bupul, Merauke.  Di sana saya menemukan berbagai dinamika kehidupan masyarakat yang berbeda dari seharusnya. Ratapan adalah sebuah tradisi di Papua,” tuturnya.

Selesai dari ISI Jogyakarta, ia kembali mengabdi di Papua sebagai pengajar pada Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Tanah Papua di Jayapura. Selain menjadi guru, ia banyak berkarya sebagai praktisi. Ia bergabung dengan Komunitas “Action Papua”, sebuah komunitas kaum muda yang memiliki visi yang sama mengembangkan musik-musik tradisional.  Dari sini lahir karyanya, “Memoria Passionis”, ditampilkan di Gedung Kesenian Tanah Papua. Konsepnya tentang ratapan, sebuah jeritan tentang kemanusiaan, pelanggaran HAM, dan isu lingkungan di Papua.

Awal 2018 merupakan tahun spesial bagi Septi. Ia bisa bertemu dengan sutradara kawakan, Garin Nugroho. Saat itu, Garin mengadakan casting di Jayapura. Saat casting, banyak teman komunitasnya yang tidak bisa hadir. Hanya ia sendiri. Bak gayung bersambut, saat ia diminta mempresentasikan karyanya, Garin mengatakan, baru di Papua menemukan karya seorang perempuan muda yang sudah 10 tahun proses pencariannya ke seluruh wilayah Indonesia Timur.

Septi semakin dikenal. Awal tahun 2020 dengan karya “ Planet, sebuah Lamen” yang disutradarai Garin, ia ikut tampil di Taman Ismail Marzuki, Setelah itu, ia ikut  World Tour 2020 Jakarta-Melbourne yang sudah terlaksana dan Dusseldrof-Amsterdam yang masih tertunda karena halangan Covid -19.

Berkaloborasi dengan Garin, Septi merasa diberi ruang. Dan, bisa pentas dan sekalian jalan-jalan ke berbagai negara adalah hadiah dari ketekunan, keseriusan dan konsistensi.

Bagi Septi, kerja seni bukan ngejar karier. Mengangkat isu-isu Papua, itu pun karena spirit.

Septi berharap anak-anak Papua makin mencintai budayanya, jangan malu  akan budayanya, dan semakin kreatif.

Septi hanya ingin melakukan hal kecil dengan cinta yang besar untuk kebaikan Papua.

Helen Yovita Tael, Kontributor (Merauke, Papua)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini