Ketinggalan Kapal

360

HIDUPKATOLIK.COM – Pastor Hendrikus Kariwop, MSC

PANGGILAN hidup membiara, bagi Pastor Hendrikus Kariwop, MSC tetaplah sebuah misteri. Kendati sudah 25 tahun menjalani hidup selibat sebagai anggota Tarekat Misionaris Hati
Kudus Yesus/Missionarii Sacratissimi Cordis Yesu (MSC), bagi Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Merauke, Papua ini, jalan hidup ini kadang berliku.
Dalam khotbah perayaan syukur 25 tahun, 10 Agustus 2020 lalu, Pastor Hengky, sapaannya, mengisahkan perjalanan panggilannnya. Sejak duduk di bangku SMA di kampungnya, Mindiptana, Papua, awalnya ingin menjadi camat. Namun, cita-cita itu berubah saat mendengar khotbah seorang imam MSC pada Minggu Panggilan. “Hai anak
muda! Kami sudah melayani Gereja, mewartakan Injil di tempat kalian ini. Tetapi kami belum melihat panggilanpanggilan muncul dari tempat ini. Kalau besok kami pergi semua, tempat ini akan menjadi mitos, dan tinggal cerita bahwa Gereja Katolik pernah ada di sini karena tidak ada calon imam, bruder, dan suster,” ujar Pastor Hengky menirukan sang
misionaris.
Mendengar khotbah yang menggelegar itu, hati Hengky kecil terhentak, cita-cita mau jadi camat menguap seketika. Ia pun batalkan lamaran masuk Institut Pemerintahan
Dalam Negeri (IPDN). Ia ganti Haluan, melamar masuk seminari. Pastor parokinya menawarkan pilihan: MSC atau diosesan (projo). Pilihan jatuh ke MSC. Lulus tes, ia berangkat ke STFT Fajar Timur, Jayapura.
Selesai dari Fajar Timur, ia harus melanjutkan pendidikan di Novisiat MSC di Karang Anyar, Jawa Tengah. Ia sendiri belum pernah keluar Papua. Tragedi ini terjadi. Bersama seorang teman, ia ketinggalan kapal di Makassar, Sulawesi Selatan karena salah naik kapal yang akan menuju Indonesia Timur, sedangkan kapal yang akan menuju Surabaya, Jawa Timur sudah berangkat.
Tersadar salah kapal, Hengky tidak patah semangat. Ia segera menelepon ke Karang Anyar, memberi kabar bahwa mereka mengalami musibah.Pastor yang terima telepon saat itu mengatakan, kalau mau jadi MSC harus berjuang sampai ke Karang Anyar. Butiran keringat berjatuhan. Dompet tipis. Nalurinya keluar, ia ingin mencari bantuan ke sebuah biara di Makassar. Namun, temannya menyarankan agar mereka minta tolong kepada keluarga saja. Setelah kontak ke sana-sini, akhirnya mereka mendapatkan tiket melanjutkan pelayaran ke Jawa.
Cerita Pastor Hengky tak berhenti di situ. Namun, kisah-kisah panggilannya dari sejak mengikrarkan kaul pertama hingga kaul kekal dan ditahbiskan, ia jadikan cermin untuk semakin memurnikan panggilannya menjadi imam, hingga kini.
Selama menjadi imam, ia hanya berkarya di Paroki Hati Kudus Kuper dan St. Fransiskus Xaverius Katedral, Merauke. Modal utamanya adalah hati yang tulus mencintai Tuhan dan umat. “Dalam pelayanan, tidak semuanya baik, jatuh dan bangun. Keputusan tertentu tidak selalu memuaskan hati umat, ada yang kecewa, ada yang mendukung. Tetapi, saya berusaha menjadi penyalur cinta kasih Hati Kudus Yesus bagi semua orang,” paparnya.
Saat persiapan menyongsong 25 tahun hidup membiaranya, Pastor Hengky mengaku sempat membuat evaluasi perjalanan panggilannya. “Ternyata banyak hal yang masih kurang, jauh dari sempurna. Namun, yang tidak sempurna itu, saya persembahkan kepada Tuhan,” imbuhnya.

Helen Yovita Tael

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini