MERAWAT PENDAR HARAPAN

95

HIDUPKATOLIK.COM SEORANG anak kecil difabel ter­gerak oleh belaskasih nuraninya

yang bening mengambil dua ce­lengannya. Ia lalu mendonasikan seluruh tabungannya itu bagi korban yang terdampak langsung pandemi Covid-19 ini. Di tempat lain, seorang ibu, yang sudah berumur, menggantungkan beberapa bungkus mie instan di pagar rumahnya yang terkunci. Setiap­­­ orang yang lewat boleh meng­ambilnya. Tentu saja, intensi mulia dari sang nenek adalah untuk mereka yang paling membutuhkan, yang kehilangan mata pencaharian karena aturan dan imbauan pemerintah untuk bekerja, berdoa, dan belajar dari rumah.

Anak kecil dan ne­nek ini, hanyalah po­tret kecil dari sekian ba­nyak (barangkali jutaan) wajah yang tampil di media arus utama dan media sosial akhir-akhir ini. Wajah yang mem­perlihatkan rasa solidaritas yang ting­gi, kedalaman ketulusan hati yang spon­tan untuk menolong sesama yang mem­bu­tuhkan. Ketika Tajuk majalah ini pada edisi 16, 19 April 2020, menulis tentang sebuah biara suster di Sikeben, Sumatera Utara, yang kehilangan pemasukan, ada pembaca yang menghubungi kami me­na­nyakan nomor telepon biara itu. Sang pe­nelepon itu ingin memberi bantuan ke­pa­da para suster yang selama ini mem­produksi hosti dan lilin untuk ge­reja-gereja dari pelbagai paroki dan sta­si di wilayah ini.

Sejak diumumkan Presiden Joko Wi­dodo bahwa ada korban Covid-19 yang meninggal di Indonesia awal Februari 2020 lalu, kita terperangah, kaget, dan tampak gamang harus berbuat apa. Ke­jadian di Wuhan, Tiongkok, tak lagi jauh, tetapi sudah di depan mata. Saat tu­lisan ini diturunkan, Jumat, 1/5/2020, di beberapa kota/kabupaten/provinsi ma­lah terjadi kenaikan korban positif korona, meninggal dunia, Orang Dalam Pemantauan, Pasien Dalam Pengawasan.

Namun, bersamaan dengan situasi kri­sis ini, selain pemerintah, lembaga-lembaga sosial swadaya masyarakat pun bergerak tanpa dikomando. Celah ke­tidaksigapan pemerintah dalam me­nang­gulangi pandemi seolah tertutupi se­dikit banyak oleh peran lembaga-lem­baga sosial kemanusiaan entah inter­­nal agama atau lin­tas agama. Ge­rak­an pe­ngumpulan da­na spon­­tan terjadi di pel­ba­­gai kalangan se­per­ti aca­ra donasi para pe­so­­hor dengan tagar di ru­­mah saja.

Di lingkungan Ge­reja Katolik, lembaga-lem­­ba­ga yang selama ini su­dah berkarya un­­tuk ke­manusiaan se­perti Lem­baga Daya Dhar­ma Ke­uskupan Agung Ja­­kar­ta (LDD-KAJ), BaKkat, Caritas Indo­ne­sia, PSE, Jaringan Katolik Melawan Co­­vid-19 (JKMC), dan masih banyak lem­­baga lagi, yang tak kenal lelah, te­rus bergerak menyalurkan bantuan sem­­­bako atau pun alat-alat-kesehatan.  Mun­cul pula lembaga yang menawarkan pen­dampingan psikologis bagi orang-orang yang mulai mengalami gangguan ke­sehatan mental akibat situasi yang mengunci ruang gerak fisik. Anak-anak, remaja, mahasiswa, lapisan warga yang lain  pun mulai mengalami kejenuhan.

Di tengah situasi kegelapan dan krisis ini, pendar-pendar cahaya bermunculan di pelbagai tempat dan dari beragam ka­langan masyarat. Pendar-pendar yang menyinarkan cahaya optimisme dan harapan. Bahwasanya, dengan semangat gotong-royong, rela berkorban dan ber­bagi, dengan disiplin yang tinggi, bang­sa ini akan mampu melewati pertarungan me­lawan pandemi ini dalam waktu sing­kat. Inilah spirit yang harus dirawat dan diperkuat terus.

HIDUP NO.19, 10 Mei 2020

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini