Keprihatinan Paus atas Timur Tengah

48

HIDUPKATOLIK.com – Paus menyerukan semua pihak untuk mengedepankan perdamaian menyusul serangan Amerika Serikat di Baghdad, Irak. Menurutnya, perang hanya membawa kehancuran.

Paus Fransiskus pada hari Minggu, 5/1, menyerukandialog dan setiap pihak untuk menahan diri. Paus menyampaikan ini dua hari setelah serangan Amerika Serikat yang menewaskan Komandan Militer Iran, Qassem Soleimani.

Saat berbicara pada Doa Angelus di Basilika St. Petrus Vatikan, Paus tidak menyebut nama Iran. Ia berbicara tentang suasana ketegangan yang mengerikan yang sekarang dapat dirasakan di banyak bagian dunia. “Saya menyerukan semua pihak untuk menjaga agar api dialog dan pengendalian diri tetap menyala dan menangkal
bayang-bayang permusuhan,” katanya.

Lebih lanjut Pau menyebutkan, perang tidak menghasilkan apa-apa selain kematian dan kehancuran. Di tengah krisis yang meningkat antara Amerika Serikat dan Iran, Paus Fransiskus mendesak negara-negara untuk melakukan kontrol diri dan dialog. Paus menyerukan, bahwa perang hanya membawa kematian dan kehancuran. Dalam Angelus ini, Paus kemudian mengundang semua orang untuk berdoa dalam keheningan. Paus mengajak umat berdoa agar Tuhan memberi rahmat untuk memelihara dialog dan menghindari eskalasi lebih lanjut. “Saya menyerukan semua pihak untuk mengipasi nyala dialog dan pengendalian diri, dan untuk mengusir bayangan permusuhan,” katanya seperti diberitakan Vaticannews, (5/1).

Seruan Paus Fransiskus muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran. Sebelumnya, pada Jumat awal bulan ini, 3/1, sebuah serangan pesawat tanpa awak tentara Amerika Serikat menewaskan Mayor Jenderal Qassem Soleimani yang adalah Komandan Pasukan Quds, sayap Korps Pengawal Revolusi Islam yang bertanggung jawab atas kegiatan militer di luar Iran. Sontak serangan yang terjadi di Baghdad ini meningkatkan ancaman konfrontasi langsung antara Amerika Serikat dan Iran.

Soleimani secara luas dipandang sebagai pemimpin masa depan Iran. Ia sangat berpengaruh dalam memperkuat pengaruh Iran di Timur Tengah. Dia selamat dari beberapa upaya serangan
sebelumnya dan bahkan dikabarkan telah terbunuh
dalam berbagai kesempatan.

Serangan pesawat tak berawak Jumat dilakukan di tengah ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran setelah serangan Malam Tahun Baru di kedutaan Amerika Serikat di Baghdad oleh milisi yang didukung Iran. Dalam serangan selama dua
hari, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengirim sekitar 750 tentara ke Timur Tengah.

Dalam sebuah pernyataan setelah serangan, Trump mengatakan dia tidak mencari perang dengan Iran atau “perubahan rezim”, tetapi dia
bersikeras tindakan itu diambil dalam upaya untuk mencegah rencana membahayakan Amerika Serikat, di mana Solemani sebangai dalangnya.

Dukungan untuk Irak
Patriark Gereja Katolik Khaldea, Kardinal Louis Rafaël Sako, pada hari Sabtu mengungkapkan keterkejutan rakyat Irak pada kejadian ini. Ia mengungkapkan, sangat disayangkan, bahwa Irak harus ditransformasikan menjadi tempat peristiwa ini, daripada menjadi negara berdaulat yang mampu melindungi tanahnya sendiri. Kardinal Sako meminta semua negara untuk melakukan moderasi, bertindak wajar, dan duduk untuk mencari pengertian.

Seperti diberitakan Vaticannews, 3/1, Paus selalu
mengarahkan perhatiannya pada situasi ini. Serangan ini tidak dipungkiri juga telah meningkatkan kekhawatiran di Takhta Suci. Nunsius Apostolik untuk Iran, Mgr. Leo Boccardi
mengatakan, Paus telah diberitahu tentang seluruh
situasi setelah pembunuhan Solemaini. Semua ini,
menimbulkan keprihatinan dan menunjukkan betapa sulitnya membangun dan percaya pada perdamaian. “Politik konstruktif adalah untuk melayani perdamaian yang harus dilakukan oleh seluruh komunitas internasional, tidak hanya di
Timur Tengah, tetapi juga di seluruh dunia,” ujar Mgr. Boccardi.

Seniman Perdamaian
Sebelumnya, pada Hari Perdamaian Dunia ke-53, Paus menulis pesan berjudul “Perdamaian sebagai Jalan Harapan: Dialog, Rekonsiliasi, dan Pertobatan Ekologis”. Bapa Suci memulai pesannya dengan mengatakan, bahwa harapan menempatkan semua orang di jalan menuju
perdamaian, sementara “ketidakpercayaan dan
ketakutan melemahkan hubungan dan meningkatkan risiko kekerasan”. Paus mendesak setiap orang untuk dapat menjadi seniman perdamaian, terbuka untuk berdialog dalam semangat rekonsiliasi, dalam perjalanan pertobatan ekologis yang mengarah pada cara baru memandang kehidupan.

Menjelaskan perdamaian sebagai nilai luhur dan
berharga. Paus mengatakan itu adalah tujuan yang ingin diusahakan meskipun ada hambatan yang tampak tak teratasi. Paus mengingat bekas luka perang dan konflik yang muncul dalam ingatan dan kedagingan komunitas manusiawi, dan mengatakan hal-hal ini berdampak terutama pada orang-orang miskin dan mereka yang rentan, yang mengalami penghinaan dan pengucilan menyakitkan, kesedihan dan ketidakadilan.

Dalam pesan itu juga dikatakan, seluruh negara
merasa kesulitan untuk melepaskan diri dari rantai
penindasan dan korupsi yang mengobarkan kebencian dan kekerasan. Bahkan saat ini, martabat, integritas fisik, kebebasan, termasuk
kebebasan beragama, solidaritas bersama, dan
pengharapan di masa depan dirampas dari sejumlah besar perempuan dan laki-laki, tua dan muda. Setiap perang, kata Paus, merupakan bentuk pembunuhan saudara yang menghancurkan panggilan alami keluarga manusia untuk bersaudara.

Perdamaian dan stabilitas
Paus mengatakan perang sering kali dimulai dengan ketidak-mampuan menerima keberbedaan orang lain. Ha itu kemudian diikuti dengan sikap mengagung-agungan diri dan penguasaan yang
lahir dari keegoisan dan kesombongan, kebencian, dan keinginan untuk mengolok-olok, mengucilkan, dan bahkan menghancurkan orang lain.

Merujuk pada kunjungan apostoliknya ke Jepang baru-baru ini, serta seruannya untuk penghapusan senjata nuklir, Paus menekankan, bahwa perdamaian dan stabilitas internasional tidak selaras dengan usaha-usaha untuk membangun di atas ketakutan akan kehancuran. Perdamaian dan stabilitas internasional dapat dicapai hanya jika
berlandaskan pada etika solidaritas global dan kerja sama.

Pesan Paus ini didedikasikan untuk masalah
ketidakpercayaan dan ketakutan melemahkan
hubungan dan meningkatkan risiko kekerasan, dengan menciptakan lingkaran setan yang tidak pernah bisa mengarah pada hubungan damai. “Bahkan pencegahan nuklir hanya bisa menciptakan ilusi ke-amanan,” katanya.

Satu-satunya cara untuk mendobrak dinamika
kecurigaan saat ini, lanjut Paus, adalah dengan
mengusahakan persaudaraan sejati berdasarkan asal usul bersama dari Allah dan dijalankan dalam dialog dan saling percaya. Hasrat akan kedamaian terletak jauh di lubuk hati manusia, dan setiap orang seharusnya tidak menyerahkan diri untuk
mencari sesuatu yang kurang dari ini.

Hermina Wulohering/Antonius E. Sugiyanto

HIDUP NO.02 2020, 12 Januari 2020

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini