St Giuseppina Vannini (1859-1911) : Putri Camillian Pelayan Kaum Sakit

503
Lukisan St Giuseppina Vannini bersama orang-orang sakit.
[camilliani.org]

HIDUPKATOLIK.com – Di usia tujuh tahun, ia yatim piatu. Panggilan suci menuntunnya mendirikan Kongregasi Putri-Putri St Camillus, yang kini melayani di 20 negara. Banyak mukjizat mengalir melalui perantaraan doanya.

Olga Nuñez tergolek tak berdaya di ranjang pesakitan. Perempuan asal Buenos Aires, Argentina itu terserang kanker yang sudah merambah sampai ke otak. Kondisi kesehatannya mulai terpuruk. Lambat laun, ia lumpuh. Tim medis yang menanganinya mulai angkat tangan.

Ia dirawat di sebuah rumah sakit yang dikelola para biarawati dari Kongregasi Putri-Putri St Camillus. Beberapa suster berinisiatif meletakkan relikwi Sr Giuseppina Vannini didekat Olga. Selama sembilan hari, mereka juga mendaraskan novena demi kesembuhan Olga.

Kekuatan doa rupanya mulai bekerja. Novena belum usai, kondisi Olga membaik. Pelan-pelan, Olga merasa sehat. Hingga akhirnya, ia dinyatakan sembuh total. Sel-sel kanker yang bersarang di raganya secara “ajaib” sirna. Tak ada satu pun dokter yang bisa menjelaskan secara ilmiah.

Setelah dilakukan penyelidikan, mukjizat ini melapangkan jalan Sr Giuseppina menjadi seorang beata. Pada 16 Oktober 1994, Paus Yohanes Paulus II membeatifikasi Sr Giuseppina di Lapangan St Petrus Vatikan.

Mukjizat Lagi
Masih di Amerika Latin. Tepatnya di Sinop, Brasil. Putri-Putri St Camillus yang berkarya di sana sedang membangun sebuah panti jompo. Rencana, gedung itu akan diberi nama “Bunda Giuseppina”.

Minggu, 19 Agustus 2007. Arno Celson Klauck seorang pekerja bangunan sedang mengerjakan poros elevator bangunan. Saat membawa sebilah papan kayu, ia terjatuh dari ketinggian sekira sepuluh meter atau dari lantai ketiga bangunan. Spontan ia berteriak, “Ibu, tolong aku!” Ibu yang dia maksud adalah Sr Giuseppina.

Sontak, para pekerja lain segera menolongnya. Ia dibawa ke rumah sakit. Nyatanya, tidak ada luka serius yang ia derita; hanya sedikit memar di beberapa bagian tubuhnya. Arno pun cepat pulih seperti sedia kala. Orang-orang yang melihat kejadian itu heran bukan kepalang.

Kasus ini diselidiki secara serius. Setelah melewati rangkaian penyelidikan selama 12 tahun, kejadian yang menimpa Arno dinyatakan sebagai sebuah mukjizat. Dan pada 1 Juli 2019, Bapa Suci Fransiskus menetapkan kanonisasi Beata Giuseppina. Upacara kanonisasi akan berlangsung Minggu, 13 Oktober 2019 di Lapangan St Petrus Vatikan.

Yatim Piatu
Seratus enam puluh tahun silam, Kamis, 7 Juli 1859, pasangan Angelo Vannini dan Annunziata Papi dikaruniai buah hati kedua. Mereka memberi nama Giuditta Vannini. Sehari berselang, bayi mungil itu dibaptis di Gereja Sant’Andrea delle Fratte. Kakak Giuditta bernama Giulia. Dan tak lama kemudian, ia mendapatkan adik, Augustus.

Saat Giuditta berusia empat tahun, sang ayah meninggal. Tiga tahun berselang, sang bunda dipanggil Tuhan. Giulia, Giuditta, dan Augustus menjadi yatim piatu. Augustus diasuh seorang pamannya. Giulia tinggal di panti asuhan milik Suster-suster St Yosef.

Sementara Giuditta, yang kala itu berusia tujuh tahun, menjadi penghuni panti asuhan Torlonia di Roma, yang dikelola para Suster Vinsensian. Ia tumbuh menjadi gadis remaja yang rajin. Ia menerima Sakramen Mahakudus dan Sakramen Krisma saat berusia 14 tahun.

Benih panggilan pun bersemi di hatinya. Giuditta memutuskan masuk novisiat suster Vinsensian di Siena. Ia amat bersukacita menjalani hari-harinya di biara. Tapi sayang, lantaran masalah kesehatan, ia mesti keluar biara. Ia harus menjalani terapi kesehatan selama satu tahun.

Salib Merah
Setelah kondisinya membaik, Giuditta masih memendam asa menjadi biarawati. Namun, ia belum menemukan tambatan hati yang cocok. Dalam pencariaan itu, ia bersua Pastor Luigi Tezza, seorang imam Camillian, dalam sebuah retret. Kala itu, Pastor Tezza sedang berencana mendirikan sebuah kongregasi religius perempuan untuk melayani orang-orang sakit.

Di dalam bilik pengakuan dosa, rencana ini disampaikan Pastor Tezza kepada Giuditta. Gayung bersambut, Giuditta setuju. Kongregasi biarawati ini mengambil spiritualitas dan kharisma St Camillus.

Pada 2 Februari 1892, tepat hari peringatan pertobatan St Camillus, di ruang tempat kudus di mana sang santo wafat, Giuditta dan dua rekannya, Vittorina Panetta dan Emanuela Eliseo, menerima skapular dengan salib merah. Itulah tonggak awal kelahiran keluarga religius baru.

Giuditta mengambil nama “Giuseppina”. Ia diangkat menjadi pemimpin umum yang pertama. Kongregasi ini cepat bertumbuh. Pada akhir 1892, 14 suster bergabung. Meski terbatas dalam segala hal, komunitas- komunitas baru bermunculan, seperti di Cremona dan Mesagne. Tapi, tantangan mulai berdatangan. Pendirian kongregasi baru ini belum mendapatkan restu dari keuskupan setepat dan Paus Leo XIII.

Situasi ini, diperparah dengan isu tak sedap dalam hubungan Pastor Tezza dengan para suster. Isu-isu miring itu akhirnya membuat Pastor Tezza memilih meninggalkan Roma dan pergi ke Lima, Peru. Ia wafat di Peru pada 26 September 1923, dan dibeatifikasi pada 4 November 2001.

Kepergian Pastor Tezza amat memukul Sr Giuseppina. Ia mesti memikul tanggung jawab kongregasi yang baru seumur jagung seorang diri. Meskipun berat, ia menyerahkan semuanya kepada penyelenggaraan yang Ilahi.

Puji Tuhan, komunitas ini justru kian bertumbuh dan menyebar di Eropa dan Amerika, seperti Perancis, Argentina, dan Belgia. Pada 21 Juni 1909, setelah melalui aneka tantangan, Sr Giuseppina berhasil memperoleh dekrit persetujuan keuskupan bagi Kongregasi Putri-Putri St Camillus.

Kini, Putri-Putri St Camillus telah hadir dan melayani, terutama mereka yang sakit, di 20 negara di empat benua. Para Suster Camillian ini berkarya di rumah sakit, leprosarium, dan panti-panti jompo. Di beberapa negara, mereka juga membuka sekolah keperawatan.

Dari Surga
Menjelang tahun 1910, kesehatan Sr Guiseppina mulai menurun, apalagi beberapa kali ia mengalami gagal jantung. Namun, dalam kondisi tak sehat, ia masih kuat mengunjungi beberapa komunitas, terutama di Italia dan Perancis. Ia pun masih kerap ikut melayani mereka yang sakit.

Tapi, raganya tak lagi kuat menahan beban sakit. Ia mesti terbaring di ranjang. Ia tahu, saatnya telah tiba. Ia mengundang semua suster dan mulai berkata, “Pertama-tama adalah Tuhan yang mengutus kalian, bukan saya. Dari surga, saya akan dapat melakukan lebih banyak hal daripada yang saya lakukan di dunia ini. Ketika saya tidak ada di dunia ini lagi, jangan khawatir, percayalah bahwa semuanya akan lebih baik daripada sekarang.”

Pada 23 Februari 1911, Sr Giuseppina dengan tenang menyerahkan jiwanya kepada Allah di tengah doa para suster yang lain. Ia mewariskan 16 rumah komunitas yang tersebar di Eropa dan Amerika, dengan sekira 156 suster.

Hari berikutnya, ia dimakamkan di Verano, Roma. Setelah 21 tahun, pada 1932, makamnya digali dan dipindahkan ke gereja rumah induk Putri-Putri St Camillus. St Giuseppina menjadi patron bagi orangorang berpenyakit jantung, anak-anak yatim piatu, penderita segala jenis penyakit, orang tua yang sakit, dan rumah sakit.

Y. Prayogo

HIDUP NO.37 2019, 15 September 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini