HIDUPKATOLIK.com – Mereka menikah ketika usia telah senja. Tuhan selalu punya maksud dalam setiap perjalanan hidup manusia.
Ekayudo dan Ekayogi kaget begitu mendengar rencana sang ayah, Leonardus Talar Salim. Di hadapan buah hatinya itu, Leo –demikian panggilannya– memberitahu, dirinya hendak menikah lagi. Kakak-beradik itu tercengang. Mereka seakan tak percaya dengan berita yang baru terlontar dari mulut sang ayah.
Memang, secara hukum, Leo tak terganjal halangan pernikahan dalam Gereja Katolik. Istrinya, Margareth Joy Salim, telah meninggal. Dalam Kanon 1141 disebutkan, perkawinan ratum dan consummatum tidak dapat diputus oleh kuasa manusiawi manapun dan atas alasan apapun, selain oleh kematian.
Bagi Ekayudo dan Ekayogi bukan karena tak ada ganjalan untuk sang ayah menikah. Tapi lantaran usia ayah mereka sudah amat senja. “Pap, mau apa? Berteman sajalah sudah Pap… Malu sama cucu,” saran salah satu dari mereka untuk sang ayah.
Duo Digdaya
Dada Leo berdebar. Ada sesuatu yang menggedor sanubarinya. Sebuah undangan reuni akbar alumni MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, setingkat SMP) Pangkal Pinang. Leo punya kenangan mendalam selama di sana. Pada masa itu, ia mulai merasakan jatuh cinta. Romansa yang menyentak sanubarinya tapi tak mampu diartikulasikan kepada sang pujaan hati. Perbedaan strata ekonomi keluarga adalah penyebab kala itu.
Acara para alumnus MULO kian dekat. Leo gigih berburu informasi siapa saja yang bakal hadir nanti. Sebetulnya, yang amat ia harapkan cuma satu, Teni Aries Sudarmadi. Dia adalah adik kelas Leo. Mereka terpaut dua tahun. Namun, olah raga tenis mempertemukan mereka. Teni merupakan pasangan Leo di nomor ganda campuran.
Duo itu begitu digdaya pada masa lalu. Berbagai pertandingan selalu mereka menangi. Tak pelak, nama pasangan ini selalu dielu-elukan oleh para penggemar, tapi juga ditakuti oleh para saingan.
Kebersamaan Leo dan Teni hanya sebatas lapangan tenis. Setelah itu, status mereka sebagai kakak dan adik kelas. Ruang dan waktu memang membatasi kebersamaan. Tapi, tidak dengan perasaan. Leo tak menampik, dirinya memendam cinta kepada Teni. Perjumpaan dan kerja sama di lapangan tenis menjadi ceruk kehadiran Teni di hati Leo.
Seiring waktu, kejayaan tenis MULO di nomor ganda campuran berakhir. Lulus dari MULO, Leo melanjutkan pendidikan ke Jakarta. Kemudian, disusul Teni. Ia sekolah di Bandung, Jawa Barat. Sejak itu, pasangan ganda campuran ini tak pernah lagi bertatap muka langsung. Meski demikian, mereka beruntung masih bisa bertukar kabar melalui surat.
Komunikasi antara Leo dan Teni pada akhirnya tak berumur panjang. Beberapa surat Leo kepada Teni tak lagi berbalas. Kegundahan ihwal itu sempat Leo tanyakan kepada teman baiknya. Sahabat Leo menduga, Teni sudah memiliki kekasih. Leo menganggap jawaban sahabatnya itu benar. “Oh mungkin juga ya. Masuk akal, karena kok tidak pernah ada kabar lagi,” kenang kelahiran 19 Agustus 1932 ini.
Leo mengingat lagi pengalaman dengan Teni sewaktu masih bersama bermain tenis. Tiap kali usai bermain, ia selalu memberikan Teni minuman. Namun, dia tak pernah mengucapkan terima kasih kepada Leo. Diambilnya minuman pemberian Leo secara cuek. Dua kejadian itu membawa Leo pada kesimpulan bahwa Teni sudah memiliki kekasih.
Leo memaklumi itu. Namun di sisi lain, ia harus bangkit dan menata hati bagi pengganti Teni. Kendati masih misteri pada waktu itu. Ia pergi ke bantaran Kali Paseban, Jakarta Pusat. Di sana, Leo membuang surat-surat yang pernah Teni kirim untuknya. Kertas-kertas itu luruh ditelan air kali. Begitu pun perasaannya perlahan-lahan. Sebelum meninggalkan lokasi tersebut, Leo juga membuang selembar kecil kertas. “Di kertas itu saya tulis, till we meet again, my love,” ungkap Leo seraya tersenyum.
Kejutan Gagal
Leo sedih. Raganya seakan terasa lemah. Begitu mengetahui Teni tak datang dalam temu akbar alumni MULO, pertengahan Agustus 2018. Di acara itu, Leo hanya bertemu dengan adik dari perempuan yang pernah diidolainya dulu, dokter Liana. Berkat sang adik itu, Leo mendapat informasi bahwa Teni menetap di Jakarta. Ia juga mendapat alamat rumah dan nomor telepon mantan partner-nya dalam bermain tenis itu.
Sepekan setelah acara reuni, Leo ditemani sopir pribadinya berkunjung ke restoran milik Teni. Ia pernah dengar dari orang bahwa Teni membuka rumah makan. Meski mengetahui kabar tersebut, belum pernah sekali pun Leo berkunjung ke restoran tersebut. Ia juga tak mengetahui apakah informasi itu benar atau salah. Ia juga tak mengetahui apakah restoran itu masih buka atau sudah tutup.
Ia pergi hanya bermodal yakin. Leo yakin Teni punya restoran dan ada di tempat usahanya itu. Ternyata kabar bahwa Teni membuka restoran benar. Namun, begitu Leo tiba di tempat tersebut, ia tak menemukan restoran milik Teni. Rupanya, restoran tersebut sudah tutup sejak 20 tahun lalu. Rencana Leo untuk membuat kejutan kepada Teni ternyata gagal total. Leo pulang dengan lesu.
Selang sehari kemudian, Leo baru ingat ternyata mengantongi alamat Teni dari Liana, sang adik. Buru-buru, ia bersama sopir mendatangi alamat rumah tersebut. Setelah lebih dari 70 tahun, Leo akhirnya bertemu kembali dengan Teni. Tulisan Leo di secarik kertas yang dibuang di Kali Paseban terwujud. (till) we meet again, my love.
Lewat perjumpaan itu, Leo mengetahui bahwa suami Teni telah meninggal. Kemampun raganya juga sudah banyak berkurang. Teni mengalami gangguan pada indera pendengaran. Penglihatannya agak buram. Tubuhnya pun harus ditopang oleh tongkat agar bisa melangkah. Kebetulan, Leo memiliki kemampuan penyembuhan melalui teknik chi kung. Jadi, tiap kali mengunjungi Teni, ia juga mengobatinya.
Suatu hari, Leo datang ke rumah Teni. Sebelum tiba di sana, sopir pribadi Leo sempat memberitahu bahwa rumah Teni terpasang sejumlah kamera tersembunyi. Leo tak mengingat pesan sopirnya itu. Lagi pula, ia juga tak mungkin macam-macam.
Nah pada saat itu, atas persetujuan Teni, Leo hendak menerapi syaraf penglihatan dan pendengarannya. Jadi, awalnya ia memegang tangan kemudian pipi. Ketika Leo hendak melanjutkan, tiba-tiba telepon di rumah Teni berdering. “Mam, mengapa si om itu tangannya pegang-pegang (tangan dan pipi)?,” ujar Teni, mengulang pertanyaan sang anak, sambil tertawa.
Teni bersyukur berkat pertolongan Leo gangguan penglihatan dan pendengarannya berangsur berkurang. Beberapa bulan setelah bertemu, opa dan oma ini bertunangan. Peresmian ini disaksikan oleh Romo Melky Toreh MSC. Teni kemudian dibaptis oleh Pastor Antonius Suyadi. Pastor Suyadi pulalah yang memberkati pernikahan Teni dengan Leo di Gereja St Yakobus Kelapa Gading, Keuskupan Agung Jakarta, pada Januari lalu. Anak dan cucu mereka mempersiapkan secara optimal seluruh rangkaian acara.
Bawa dalam Doa
Mereka telah hidup bersama. Setelah sempat sendiri karena masing-masing pasangan telah meninggal, kini mereka bisa saling berbagi kisah, suka, dan duka. Leo merasa amat terbantu dengan kehadiran Teni dalam babak baru kehidupannya. Ia ada teman untuk berbagi cerita. Sementara Teni merasa kehadiran Leo merupakan berkat baginya. Gangguan pada sejumlah inderanya kini berangsur membaik berkat talenta yang dimiliki Leo.
Teni juga mengakui, keputusan besar tersebut didahului dengan doa. Dalam setiap doa, ia memohon kekuatan kepada Tuhan, bila memang harus terus tinggal dan mengerjakan segala sesuatu sendiri. “Mungkin ini jawaban Tuhan. Dia merasa saya sudah cukup berjuang sendirian selama ini. Dia mengirimkan Leo untuk menolong dan menemani saya,” ungkapnya.
Stefani Fitri Halim
HIDUP NO.36 2019, 8 September 2019