Petites Soeurs Disciples de l’Agneau : “Suster Kecil” Berkebutuhan Khusus

203
Para suster Petites Soeurs Disciples de l’Agneaui bertemu Paus Fransiskus.
[NN/Dok.Komunitas]

HIDUPKATOLIK.com – Hukum Kanon memang tak mengizinkan seorang berkebutuhan khusus menjadi seorang religius. Namun panggilan iman tak bisa dikekang. Ini jalan kudus bagi para suster berkebutuhan khusus.

Veronique, gadis remaja berkebutuhan khusus. Ia ingin menjadi menjadi biarawati. Sudah puluhan pintu biara ia ketuk. Tapi, ia selalu ditolak, lantaran down syndrom. Hukum Kanon tak mengijinkan seorang down syndrom masuk biara.

Veronique tak patah arang. Ia terus mencari tempat untuk menyalurkan panggilan imannya. Carilah, maka mendapatkan. Ketuklah, maka dibukakan. Ia berjumpa Line. Line pun sedang mencari hal yang sama. Sebab tak menemukan tempat, mereka memilih membuat komunitas sendiri.

Bermula pada 1985 di sebuah rumah mungil nan sederhana di desa kecil wilayah Touraine, Perancis. Mereka menjalani kehidupan kontemplatif yang ketat. Veronique dan Line memiliki devosi yang kuat kepada St Benediktus dan St Theresa dari Lisieux. Mereka pun hidup secara mandiri.

Tak lama berselang, seorang gadis, juga down syndrom, bergabung. Komunitas ini pun bertumbuh pelan-pelan. Medio 1990, mereka meminta Uskup Agung Tours, Perancis, Kardinal Jean Marcel Honoré (1920-2013) agar mengenalkan komunitas kecil ini ke umat. Kelak, Kadinal Honoré juga membantu komunitas ini diakui Gereja Universal.

Pada 1995, jumlah anggota komunitas bertambah. Rumah kecil di Touraine tak muat lagi. Mereka pun pindah ke Le Blanc, di wilayah Indre, yang berpenduduk 6500 jiwa. Wilayah ini masuk reksa pastoral Keuskupan Agung Bourges.

Uskup Agung Bourges Mgr Pierre Mariaé Léon Augustin Plateau (1924-2018) menyambut hangat kehadiran para suster Petites Soeurs Disciples de l’Agneau (Little Sisters Disciples of the Lamb). Ia juga membantu para suster untuk memperoleh status lembaga religius kontemplatif dari Vatikan, pada 1999.

“Mgr Plateau benar-benar seorang ayah bagi komunitas kami,” ucap Sr Line, yang kini menjadi pemimpin umum atau prior komunitas ini. “Dia sangat dekat dengan orang-orang down syndrom,” lanjutnya, seperti dikutip dari vaticannews.com, akhir Juli lalu.

Mereka Pendoa
Saat ini, anggota komunitas ini berjumlah sepuluh suster. Delapan suster menderita down syndrom. Meskipun demikian, ujar Sr Line, mereka hidup mandiri. “Kehidupan kontemplatif memungkinkan mereka hidup mandiri. Mereka juga bisa mengelola secara teratur kehidupan membiara,” tuturnya.

Gaya hidup teratur itu terbentang dalam fungsi dan tugas sehari-hari masing-masing suster. Misa Kudus dirayakan setiap Selasa di kapel biara. Mereka juga melakukan kerja tangan, seperti menenun, membuat tembikar, berkebun sayur dan tanaman obat. Dalam waktu dekat, mereka juga akan beternak lebah.

Tiga puluh empat tahun silam, ini semua terasa tak mungkin terjadi, kata Sr Veronique. “Saya terlahir cacat. Tapi saya bahagia. Saya suka kehidupan doa. Yesus selalu membuat saya bertumbuh dalam kasih-Nya,” ujar Sr Veronique yang telah mengucap kaul kekal pada 20 Juni 2009.

Meskipun baru berkarya di Prancis, para suster Petites Soeurs Disciples de l’Agneaui berani mengundang para dara remaja yang terpanggilan untuk ikut serta melayani dalam semangat kemiskinan, pengabdian, serta siap melayani Kristus dalam diri saudara perempuan dengan down syndrom. Sr Line mengaku menemukan kekuatan spiritual pada saudara perempuan dengan down syndrom. “Mereka bisa bicara tentang Alkitab dan kehidupan para kudus. Mereka juga memiliki ingatan luar biasa. Mereka para pendoa, dan sangat dekat dengan Yesus.”

Kesederhanaan, ujar Sr Line, menjadi penanda kenabian pada jaman ini. “Meski mereka memiliki kebutuhan khusus, tapi jiwa mereka sungguh tidak cacat! Sebaliknya, mereka lebih dekat dengan Tuhan. Banyak orang mengagumi kemampuan mereka untuk mengampuni; mendorong saudara-saudara perempuan mereka menemukan inspirasi dalam Alkitab untuk memaknai hidup sehari-hari.”

Misi Kenabian
Kamis, 19 Oktober 2017. Para suster Petites Soeurs Disciples de l’Agneaui tiba di Roma, Italia. Lantas mereka menuju Vatikan. Mereka diundang Paus Fransiskus untuk mengikuti konferensi internasional tentang katekese bagi mereka yang berkebutuhan khusus. Konferensi berlangsung hingga Minggu, 22 Oktober 2017.

Di sela konferensi, mereka menemui Paus Fransiskus. Dengan hangat dan sukacita, Paus menyambut mereka satu persatu, serta memberikan berkat. Paus mengungkapkan agar para suster terus memberikan kesaksian hidup dan berani mengemban misi kenabian.

Ungkapan Paus seperti menegaskan kembali ucapan St Yohanes Paulus II, “Jangan takut!” Ucapan itu pula yang senantiasa terpatri dalam hati para suster Petites Soeurs Disciples de l’Agneaui. Mereka telah membuktikan ketidaktakutan terhadap keterbatasan pribadi. “Kami berani menegaskan keindahan dan kebesaran sebuah kehidupan dalam karya dan doa,” tegas Sr Line.

Mereka memang nampak rapuh, tetapi mereka teguh. Kemampuan mereka terbatas, namun bukan berarti mereka malas. Mereka berkebutuhan khusus, tapi mereka dekat dengan Yesus. Kata Sr Line, “Kekuatan mereka ada di urutan tertinggi, yakni kekuatan hati.”

Y. Prayogo

HIDUP NO.33 2019, 18 Agustus 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini