SANTO ANTONIUS DAN SETAN

3884
Lukisan karya Bernardo Parenzano berjudul "Temptations of St Anthony". Lukisan ini terpajang di Galleria Doria Pamphilj, Roma. (www.wga.hu)

HIDUPKATOLIK.com – “Once two Greek philosophers visited him (Anthony). Thinking they would be able to put him to test…‘If i had come to you, i would have imitated you; but since you came to me, because as i am; for i am a Christian.’ In amazement they withdrew, for they saw even demons feared Anthony.” (St. Athanasius, The Life of Anthony and the Letter to Marcellinus, Toronto: Paulist Press, 1980, hal. 83-84)

[Pada suatu hari, dua Filsuf Yunani datang kepada St Antonius. Mereka ingin mencobainya. St Antonius menjawab, “Jika saya datang kepadamu, maka saya akan mengikuti kamu; namun karena kalian yang datang kepadaku; maka saya tegaskan bahwa saya adalah seorang Kristen. Dengan perkataan itu mereka terkesan dan pergi meninggalkan St Antonius. Karena mereka melihat bahwa setan-setan pun takut kepada St Antonius]

Kutipan di atas berasal dari karya St Athanasius (296-373) mengenai riwayat hidup pertapa suci, St Antonius (251-356). St Athanasius menulis itu setelah St Antonius wafat. Karya tersebut diperkirakan sebagai referensi pertama tentang St Antonius. Berkat sumber itu, sekitar tahun 400, umat Kristen sudah mengenal St Antonius sebagai pahlawan iman.

Pada zaman St Antonius, seperti yang terdapat di dalam karya Athanasius, perjuangan rohani (spiritual combat) melawan si jahat merupakan bagian dari kermartiran, yaitu kemartiran tanpa darah (kemartiran putih).

Pembahasan mengenai demonologi (pandangan teologis mengenai setan), eksorsisme (pengusiran setan di dalam Gereja Katolik), dan pelayanan pengusiran, seperti yang dikatakan Kongregasi Ajaran Iman, harus diletakkan dalam kerangka kata-kata St Yohanes Krisostomus (344-407), “It would therefore be incorrect to hold that Christianity, forgetful of the universal Lordship of Christ, had at any time made satan the privileged subject of its preaching, transforming the Good News of the Risen Lord into a message of terror. Speaking to the Christians of Antioch, Saint John Chrysostom declared: “It certainly gives us no pleasure to speak to you of the devil, but the teaching which this subject gives me the opportunity to expound is of the greatest use to you”.

Artinya, salah apabila kekristenan dianggap melupakan di dalam pewartaannya pesan utama kekristenan yaitu keilahian Tuhan Yesus dan menempatkan atau bahkan menggantikan si setan sebagai pesan penting di dalam pewartaan tersebut sehingga menggantikan Kabar Baik kebangkitan Tuhan menjadi kabar yang menebarkan ketakutan. Mengutip perkataan St Yohanes Krisostomus kepada umat Kristen di Antiokhia, bahwa bukan hal yang menyenangkan bicara tentang setan kepadamu (orang Kristen). Namun, pembicaraan mengenai setan itu sangatlah berguna untuk diuraikan oleh kami.  (Conggregation of the Doctrine of the Faith, Christian Faith and Demonology, dalam L’Osservatore Romano, English Edition, July 10, 1975, pp. 6-10).

Antagonis Rohani

Teologi demonologi dan eksorsisme harus mendasarkan pada dokumen tersebut sehingga perspektifnya menjadi jelas: bukan menggantikan Kabar Gembira menjadi kabar ketakutan; melainkan hanya dilakukan demi untuk mengetahui hal-hal penting dalam perjalanan ke Tuhan, yaitu perjuangan rohani. Tanpa bicara mengenai setan akan membuat kita lupa bahwa setan adalah antagonis kehidupan rohani. Selain itu, perjuangan rohani adalah jalan kemartiran baru di mana mengalahkan diri dan setan adalah kesaksian tanpa darah.

Dalam kehidupan St Antonius, amat terlihat perjuangan melawan setan dan menghadapi ajaran filsafat zamannya yang dilihat sebagai tipuan setan. Ia secara tegas mengatakan, “Saya ini seorang Kristen!”. Di lain tempat, ia mengatakan, “Saya adalah hamba Kristus!”. Kedua pernyataan ini adalah pengakuan iman para martir saat menghadapi penyiksaan. Kata-kata tersebut juga merupakan kesaksian iman yang diungkapkan Antonius ketika melawan setan.

Kesaksian iman itu juga merupakan jalan perjuangan rohani yang kurang lebih sama seperti diucapkan para martir suci. Usaha Antonius untuk bertapa juga merupakan persiapan untuk menjadi martir.

Berkali-kali Antonius “turun gunung” dengan harapan menjadi martir. Namun, atas kehendak Allah,  ia menjadi martir putih (martir tanpa menumpahkan darah). Sejak saat itu, kemartiran tak hanya identik dengan pencurahan darah, tapi juga perjuangan rohani dan usaha pertobatan terus-menerus.

Perjuangan rohani,  termasuk di dalamnya perjuangan melawan setan, adalah bagian dari kesucian dan kemartiran putih. Karena itu, demonologi dan eksorsisme bukanlah sesuatu yang dilihat berdiri sendiri dan terpisah dari kerangka luas, yaitu perjuangan (hidup) rohani menuju Tuhan dan bahkan jalam kemartiran.

Kemartiran Putih

Antonius berasal dari keluarga berada. Suatu hari ketika berada di gereja, ia mendengar Sabda Tuhan, “Kalau kamu hendak sempurna, pergilah dan jualah segala milikmu dan berikanlah kepada orang miskin” (Mat 19:21). Seiring waktu, Antonius meninggalkan semua kekayaan dan dan mengikuti Allah.

Ia memulai hidup asketis, yakni berdoa, berpuasa, dan berpantang. Semua itu ia lakukan untuk menjaga komitmen mengikuti Allah. Disiplin diri bertujuan untuk menolak segala kenikmatan badaniah demi tujuan surgawi.

Menurut Antonius, semua yang ada di dunia, kalaupun semuanya itu dijual, maka tidak ada yang akan bisa menyamai kekayaan harta surgawi. Dibandingkan dengan kehidupan kekal semua yang ada di dunia ini tidak berarti apa-apa. Maka, “meninggalkan segala kekayaan duniawi” bertujuan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih mulia dan berharga.

Askese itu bertujuan untuk mengasah diri dan tubuh. Askese juga bertujuan untuk menjaga karakter tetap stabil dan kemurniaan jiwa.

Ketika terjadi penindasan umat kristiani pada masa pemerintahan Kaisar Maximus, Antonius mendengar umat dari Aleksandria digiring dan dibantai. Antonius juga mau menderita demi Kristus melalui jalan kemartiran. Ia muncul di tengah mereka yang akan menemui ajal. Bahkan, terang-terangan Antonius menjadi bapa pengakuan bagi mereka.

Antonius berdiri tegak di hadapan pemimpin Romawi yang menindas orang Kristen. Ia berharap untuk ditangkap dan mengenakan mahkota kemartiran. Namun, karena keberanian itu,  pemimpin Romawi malah segan, takjub, dan tak berani menangkap Antonius.

Ada kisah yang mengatakan, Tuhan melepaskan Antonius dari jalan kemartiran agar menjadi teladan atau model dan guru askese (disiplin) bagi sesama Kristen lain. Setelah periode penindasan Antonius kembali dan menjadi martir secara lain, yakni kemartiran karena pengasahan kemurnian batin dan nurani serta perjuangan menghidupi dan mengaktualisasikan iman. Ada seorang uskup pada masa itu mengatakan, kehidupan Antonius bukan sekadar mengundurkan diri dan askese, melainkan perjuangan kemartiran jenis baru, yaitu menundukkan diri dari hawa nafsu sehingga nurani dan jiwa menjadi murni di dalam dan melalui pelaksanaan serta aktualisasi iman.

Jadi, perjalanan dan perjuangan rohani menuju Tuhan adalah sebuah kemartiran baru atau kemartiran putih. Di mana seseorang memperjuangkan, mempertahankan, dan menghidupi iman tanpa mencurahkan darah.

Usaha Setan

Setan terusik dengan cara itu. Ia mulai “unjuk gigi” dengan segala cara agar usaha Antonius menuju Tuhan gagal.

Setan akan berusaha dengan segala daya agar manusia tak bisa sampai kepada Tuhan dan menjadi martir putih. Setan berupaya agar orang Kristen takkan pernah menjadi orang Kristen yang baik. Setan menginginkan manusia hancur dan musnah.

Di sinilah pembicaraan tentang setan namun bukan demi setan, melainkan bagi perjuangan rohani menjadi orang Kristen atau menjadi martir putih. Salah seandainya pembicaraan tentang setan adalah demi setan. Apalagi sekadar rasa ingin tahu tanpa melihat tujuan yang lebih besar. Kita akan bisa mendudukkan persoalan secara benar dan tak gegabah tertarik pada hal-hal magis dan dunia setan.

Berbahaya kalau tak mendudukkan pembicaraan mengenai setan di dalam kerangka perjuangan menjadi martir putih. Orang bakal jatuh pada rasa ingin tahu belaka. Tertarik pada hal-hal di luar normal, tapi justru menjadi pewarta setan secara tidak langsung.

Bagaimana usaha setan agar tujuannya tercapai? Dari riwayat hidup St Antonius, pertama-tama usaha setan menggagalkan manusia menuju Allah adalah godaan. Godaan pertama yang dialami Antonius adalah ingatan masa lampau dan kekhawatiran. Antonius digoda mengenai masa di mana hartanya masih banyak (godaan material), pihak yang mengurus adiknya (keluarga dan hubungan keluarga), dan betapa sulitnya hidup askese untuk kesempurnaan dan keutamaan.

Godaan paling menantang adalah kemurnian (seksual). Setan terus terang kepada Antonius. Ia mengatakan, betapa banyak orang jatuh pada godaan “di bawah perut,” yang artinya seksualitas.

Kiranya jelas bahwa godaan merupakan usaha setan paling pertama dan utama menjatuhkan manusia. Semua manusia tergoda akan hal-hal demikian: relasi kekeluargaan, harta, kekuasaan, dan kenikmatan duniawi. Situasi godaan yang hebat bisa menyebabkan seseorang terikat oleh dosa dan merasa selalu dihantui keinginan berbuat dosa dan kejahatan (obsession).

Banyak orang berpikir bahwa setan membutuhkan usaha luar biasa menjatuhkan manusia. Sehingga mereka sangat ingin tahu tentang hal-hal yang luar biasa dari usaha setan menyerang. Manusia tak menyadari, setan tak perlu banyak usaha untuk itu. Ia hanya mengarahkan manusia ke sesuatu yang sudah ada di hati manusia yaitu nafsu dan keinginan tak teratur.

Kelepasan dari nafsu dan keinginan tidak teratur inilah yang dibutuhkan, bahkan banyak penulis rohani melihat sebagai persiapan sebagai martir. Origenes misalnya mengerti bahwa tidak semua orang Kristen bisa menjadi martir dengan menumpahkan darah. Namun mereka bisa seperti para martir atau menjadi martir putih dengan melepaskan diri dari nafsu dan keinginan tak teratur. Hal tersebut dibutuhkan dan merupakan prasyarat menghadapi kemartiran.

Setan berupaya agar manusia selalu lekat dengan nafsu dan keinginannya. Sehingga manusia melupakan tujuan umat kehidupan yakni bersama Tuhan.

Perjuangan melawan godaan setan membawa Antonius berada di garis depan pertempuran antara Kristus, Gereja, dengan setan. Maka usaha utama adalah matiraga dan doa atau yang disebut hidup displin. Setan akan menggoda dalam pelbagai bentuk. Bahkan, ia menggoda bahwa hidup disiplin askese adalah suatu tindak yang sia-sia dan berat. Dengan begitu, ia berharap seseorang kembali menuruti keinginan dagingnya.

Menurut Antonius, setan bisa menggunakan penguasa untuk menjatuhkan orang Kristen. Salah satunya adalah penindasan. Dalam perjuangan Antonius melawan godaan, terlihat setan berusaha menawarkan kepadanya “perak dan emas,” keenganan untuk melakukan mati raga dengan berbagai alasan (terutama kenikmatan badaniah), dan bahkan relasi sebagai keluarga.

Semua itu adalah yang dipakai para penindas iman kepada martir. Mereka ditertawakan lantaran hidup sebagai orang Kristen, menolak kenikmatan duniawi, serta harta dan kekuasaan, keluarga dan bahkan hidup mereka pada akhirnya diancam dan dilenyapkan.

Di sini terlihat kesesuaian dan paralelisme perjuangan Antonius dan para martir melawan setan. Athnasius, penulis riwayat St Antonius, dalam karyanya itu menulis, setan bisa menggunakan kekuasaan sipil melawan orang Kristen. Pertaruhannya adalah hidup dan mati.

Senjata Setan

Topik ini bukan hal baru apabila kita melihat mentalitas dan nilai-nilai antikekristenan. Nilai-nilai yang ditawarkan dunia sekuler bukankah pada intinya sama dengan yang ditawarkan setan, hanya dalam bentuk yang lebih canggih?

Dalam riwayat St Antonius, dua filsuf Yunani datang untuk mencobai Antonius. Mereka semua pada akhirnya lari dari hadapan Antonius. Mereka malu dengan kebijaksanaan yang dimiliki Antonius. Di situ diperlihatkan bagaimana clash (pertentangan) serta kemenangan kekristenan berkat perjuangan rohani Antonius.

Hal tersebut persis seperti yang dikatakan Rasul Paulus kepada umat di Korintus dalam melihat kebijaksanaan salib (1 Kor. 1:1.2:5). Di situ diperlihatkan bagaimana setan menipu manusia, terutama orang Yunani, melalui filsafat mereka. Setan bekerja melalui mentalitas dan pemikiran suatu zaman untuk menipu manusia. Mereka menggoda manusia supaya tidak dekat atau sampai kepada Tuhan. Bukankah ini yang juga dirasakan banyak pihak di zaman ini?

Jadi, usaha pertama setan dalam menghalangi manusia sampai kepada Tuhan adalah melalui godaan. Godaan-godaan tersebut timbul karena kodrat manusia lemah. Setan juga bisa melancarkan aksinya lewat kekuasaan sipil dan bahkan mentalitas pemikiran sebuah zaman. Sehingga manusia tak bisa berpikiran lain kecuali menuruti kehendak setan.

Senjata utama setan adalah godaan. Banyak orang belum menyadari ini. Hanya godaan manusia sudah jatuh. Setan tak perlu usaha yang ribet dan luar biasa untuk menaklukan manusia. Ini tentu berlawanan dengan banyak pihak yang kami temui. Mereka sering  tertarik mengetahui segala usaha setan di luar batas kenormalan manusia (extra ordinary). Mereka tak menyadari, hanya dengan godaan saja sudah cukup bagi setan untuk menghancurkan manusia. Godaan merupakan senjata utama setan menjatuhkan manusia. Hal luar biasa baru setan kerahkan bila upaya normal tak berhasil.

Ini terjadi pada Antonius. Ketika setan gagal menjatuhkan Antonius dalam berbagai godaan, mereka (setan) mulai menyeang Antonius secara kasar. Dikisahkan, setan mulai membuat gaduh dan bahkan menyerang dengan kehadiran binatang-binatang ganas dan berbahaya seperti ular, serigala, dan auman singa. Bahkan setan tak segan menyerang Antonius secara fisik. Ini disebut sebagai penindasan setan (oppression of the devil).

Mengapa setan melakukan demikian? Karena setan tak berhasil menaklukkan Antonius. Setan gagal menaklukan Antonius berkat praktik askese dan doa. Setan marah. Maka mereka mengirim binatang liar, suara gaduh, dan bahkan menghajar Antonius. Mereka berupaya untuk menghancurkan Antonius, minimal membuatnya takut dan berhenti meneruskan perjuangan rohaninya.

Senjata kedua setan adalah pembantaian. Para martir diteriaki oleh banyak orang. Mereka ditempatkan dalam sebuah arena untuk menjadi santapan binatang buas. Hal itu setan lakukan karena usaha dan bujukan setan lewat penguasa gagal total. Sehingga mereka melancarkan kekerasan fisik bahkan menghilangkan nyawa agar umat Kristen meninggalkan iman mereka.

Seperti para martir tak malu dan tak takut mengaku sebagai orang Kristen, Antonius pun  terang-terangan mengatakan bahwa dirinya adalah hamba Kristus.

Kita melihat paralelisme perjuangan iman para martir dengan Antonius. Askese dan doa untuk melepaskan diri dari keinginan dan nafsu yang tak teratur. Pola hidup itu juga melepaskan kenikmatan badaniah karena keyakinan iman. Ini merupakan jalan kemartiran baru. Setan merupakan antagonis dari dua jalan kemartiran yang sebenarnya intinya satu: perjuangan rohani menjadi orang Kristen yang sejati.

Senjata setan ketiga dan paling berbahaya menurut Antonius adalah penipuan yang berkedok terang. Setan bisa menampakkan diri seperti pertapa, ikut mendaraskan Mazmur, berdoa, dan menyanyikan lagu rohani. Bahkan setan bisa membangunkan pertapa (dalam hal ini Antonius) untuk berdoa di luar waktu doa sehingga menganggu ketentraman istirahat fisiknya.

Mereka bertujuan untuk melemahkan fisik Antonius sehingga daya batinnya pun melemah dan praktik askese terganggu. Setan juga bisa meminta seseorang untuk berpuasa di luar batas kenormalan. Pada lain waktu, setan membuat seseorang tak berpuasa dengan menyajikan beragam alasan, yang terdengar masuk akal. Selain itu, setan bisa memberikan manusia kemampuan untuk meramalkan masa depan atau kekuatan manusia normal (kemampuan preternatural).

Secara eksplisit, Antonius mengatakan, setan bisa menipu manusia seolah-olah dia bernubuat. Namun tujuannya untuk menjebak. Semula setan bisa memberikan pengetahuan secara akurat; tapi lama-kelamaan akan muncul tipu dayanya dengan segala informasi yang membelokkan kita kepada Tuhan. Setan juga bisa menipu manusia seolah-olah melihat penampakkan Tuhan.

Banyak kisah Antonius di mana ia seolah-olah melihat rahib suci, malaikat, dan Tuhan. Padahal itu penampakkan setan. Mereka yang tak mengerti akan tertipu seolah-olah ia mempunyai karunia. Padahal, itu semua dari setan. Termasuk penampakkan darinya.

Melampaui Manusia

Antonius mengatakan, sejak awal setan tak memiliki pengetahuan adikodrati. Atau hal-hal rahasia yang belum terjadi pada masa mendatang, yang merupakan rencana Tuhan. Setan hanya memiliki kemampuan observasi. Mengapa setan memiliki kemampuan itu? Menurut Antonius, dan juga diakui di dalam teologi Kristen, itu dimungkinkan karena sebagai makhluk rohani tak berbadan, setan bisa melampaui manusia dalam pandangan ke depan, mengkalkulasi segala kemungkinan yang bakal terjadi dari sebuah perbuatan yang dibuat manusia.

Misal, setan akan gampang mengerti kalau manusia gemar main api, maka kemungkinan besar akan terbakar atau meimbulkan kebakaran. Atau setan akan dengan gampang memprediksi ke depannya seorang penjudi yang tentunya karena kegemarannya berjudi akan kehilangan segalanya. Kemampuan ini bukanlah kemampuan adikodrati. Melainkan hanya terjadi karena kemampuan setan sebagai mahluk rohani. Rahasia sejati kehidupan hanya Allah yang tahu. Bahkan menurutnya, sesuatu yang logis bisa terjadi, bisa dibelokkan karena penyelenggaraan ilahi Tuhan.

Sejak awal Antonius telah mengingatkan untuk tak percaya akan hal-hal demikian. Ia mengatakan, meskipun setan pernah berkata benar pun, kita tak harus percaya dan ikut selalu prediksinya. Tuhan Yesus sendiri memerintahkan setan untuk diam walaupun mengatakan hal benar tentang identitas keilahian Tuhan Yesus di dalam Injil.

Berkali-kali setan mengakui dan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Tapi, Yesus tetap menyuruh mereka diam. Berapa banyak manusia yang tertipu oleh kemampuan satanic ini dan menganggap ini sebuah karunia? Mengapa? Karena kemampuan ini berhubungan dengan dosa lain yaitu kesombongan dan rasa harga diri.

Orang akan merasa bangga mempunyai kemampuan ini karena di luar kenormalan. Kadang, itulah yang dicari manusia. Apabila memiliki itu, manusia merasa kemampuan dan karunia tersebut menunjukkan dirinya hebat. Ia melebih sesamanya yang lain.

Hal lain yang terkait dengan penipuan setan, Antonius mengatakan untuk hidup rohani dibutuhkan sebuah karunia yaitu pembedaan Roh. Antonius memberikan beberapa arahan terhadap hal ini. Menurutnya, apabila terjadi penampakkan Tuhan, kejadian tersebut mesti halus (tidak kasar), tak menimbulkan ketakutan melainkan kedamaian, ketenangan, dan bahkan keberanian di dalam jalan menuju Tuhan.

Di situ kelihatan pikiran seseorang tidak terganggu dan bahkan menampakkan ketajaman dan kejernihannya. Demikian pula efeknya akan membuat dia semakin mencintai realitas Tuhan dan kehendak-Nya. Memang kadangkala, menurut Antonius, penampakkan yang benar bisa disertai ketakutan juga. Namun ketakutan itu akan segera sirna karena cinta Tuhan. Ketakutan demikian bukan timbul karena kegentaran melainkan karena kesadaran akan kehadiran Yang Ilahi.

Sebaliknya, penampakkan dan penipuan setan berfek ketidaktenangan, kebingungan, ketakutan, bahkan ketidakteraturan dalam hidup (tidak disiplin), mengarahkan manusia pada keengganan untuk mewujudkan keutamaan-keutamaan hidup, selalu terikat pada nafsu dan bahkan keinginan jahat, serta ketidakstabilan karakter. Bahkan apabila disertai kerusuhan dan kegaduhan maka itu berasal dari si jahat.

Bagi Antonius, apabila ketakutan menjadi perasaan domininan sadarlah bahwa itu dari si musuh jiwa. Mengapa? Karena jiwa akan merasa terancam secara otomatis apabila ada kehadiran seorang musuh. Setan tak menyingkirkan ketakutan. Mereka bahkan akan memperbesar ketakutan apabila tahu seseorang itu penakut.

Antonius amengatakan, apabila ada penampakkan dari Yang Ilahi akan menbawa kepada sukacita. Sebaliknya, setan akan membawa seseorang menjadi lemah di dalam perjuangan rohani.

Antonius juga mengatakan bahwa godaan terbesar adalah kesombongan. Karena itu, ia mengingatkan untuk tidak berbangga kalau seseorang mengusir setan dan menyembuhkan. Mengapa? Karena semua karunia itu dari Tuhan. Keberhasilan mengusir setan dan mendoakan penyembuhan adalah dari Tuhan. Kita harus bangga akan keutamaan yang dipunyai, bukan karunia, demikian kata Antonius.

Ia sendiri menceritakan kadangkala setan menampakkan diri dan memujinya. Yang dilakukan Antonius adalah mengutuk setan dalam nama Tuhan karena pujian setan tersebut. Pujian setan membuat manusia bangga dan lupa diri. Sehingga manusia hanya melihat tanda tetapi lupa akan keutamaan yang dituju.

Membaca riwayat St Antonius yang ditulis oleh St Athanasius terdapat beberapa kesimpulan. Pertama, pembicaraan mengenai setan harus dilihat sebagai elemen antagonis dari perjuangan rohani manusia. Setan takkan diam. Bahkan, dalam kisah St Antonius, setan langsung terganggu hanya dengan kehadiran orang Kristen yang baik. Setan akan selalu mengoda, menyerang, dan menghambat manusia menuju Tuhan.

Kedua, pembicaraan mengenai setan harus diletakkan di dalam perjuangan menuju kemartiran putih. Godaan dan serangan setan adalah paralel dengan yang dialami oleh para martir sebelum dan saat mereka disiksa dan wafat. Kalau melihat demikian, kita bisa menghindari dua ekstrem seperti pesan C.S. Lewis.

Ekstrem pertama adalah menolak keberadaan setan: seolah-olah setan tidak ada. Setan itu ada dan merupakan bagian dari pengakuan iman Kristen. Keberadaan mereka adalah antagonis keselamatan manusia. Sementara ekstrem kedua adalah menganggungkan dan ketertarikkan pada hal-hal berbau preternatural dan satanic.

Banyak pihak sekarang sangat ingin mengetahui tentang setan karena ingin memuaskan rasa ingin tahu. Lebih jauh lagi mereka melihat semuanya kehadiran setan. Mereka bukan mewartakan Kabar Gembira tetapi mewartakan kabar buruk.

Ketiga, memahami bahwa hidup Kristen itu harus selalu waspada (vigilant). Waspada ini diungkapkan di dalam praktek ugahari (mati raga) dan berdoa. Kedisiplinan ini membuat jiwa manusia murni sehingga terang di dalam diri dapat membedakan aneka roh dengan bantuan rahmat Tuhan. Paling berbahaya adalah melihat perjuangan rohani semata-mata mencari apa yang disebut karunia. Tanpa bantuan rahmat Tuhan, orang akan jatuh pada tipuan setan dan bahkan jatuh kepada dosa kesombongan.

Kadangkala apa yang disangka sebagai karunia justru tipuan si jahat. Dan celakanya lagi orang merasa hebat dan bergembira atas apa yang bukan karunia. Akibat yang terjadi bukanya keutamaan melainkan kecelakaan.

Keempat, justru di sinilah letak kita bicara tentang demonologi dan eksorsisme. Kita bicara kedua topik ini karena merupakan bagian integral dari perjuangan, baik karena menjadi martir merah atau martir putih. St Antonius banyak di dalam kisahnya berbicara tentang pengusiran setan yang menganggu perjalanan rohani.

Bukan Praktik Murahan

Pengusiran setan bukanlah praktik murahan. Tindakan ini adalah suatu yang normal terjadi dalam perjuangan rohani. Hal yang membuat praktik itu menjadi murahan dan terkesan magis adalah ketidaktahuan dan kesalahpahaman. Dewasa ini banyak orang yang mau menjadi pengusir setan atau merasa dipanggil mengusir setan tapi yang dilakukan adalah dengan ketidaktahuan ajaran sejati Gereja. Bahkan mereka bangga dan jatuh pada kesombongan serta menggunakan ritual jauh berbeda dengan tradisi iman.

Hal ini bisa dimengerti karena ketidaktahuan akan ajaran Kristen. Maka saatnya mulai membaca dan mendalami tradisi gereja yang ortodoks (baca: benar) dengan meletakkan topik ini di dalam kerangka yang lebih luas yaitu konteks perjuangan rohani (spiritual combat) dan jalan kemartiran sebagaimana diimani oleh para Bapa Gereja awal. Hanya dengan ini kita bisa menghargai apa yang mulia di dalam praktik ritual pengusiran setan di  Gereja Katolik.

 

Pastor Johanes Robini Marianto OP

Tim Exorcista Keuskupan Agung Pontianak

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini