Asbak Kotor untuk Menkes

84
Tim Fakta bersama para ibu dampingan menyatakan keprihatinan terhadap bahaya merokok pada anak di depan Kementerian Sosial.
[HIDUP/Felicia Permata Hanggu]

HIDUPKATOLIK.com – Generasi emas anak bangsa semakin merosot dengan berkembangnya budaya merokok.

Asap rokok terlihat membumbung di ruang-ruang publik Ibu Kota. Tak jauh dari warung kaki lima, di salah satu ruas jalan Jakarta nan padat, terlihat putung coklat berserakan di bawah kaki segerombolan remaja. Di sisi lain, seorang balita dalam gendongan ibu terbatuk akibat menghirup asap rokok si sopir angkot. Sedangkan, sekelompok gadis remaja melangkah pergi menjauhi kafe yang penuh kepulan asap rokok. Potret demikian umum terjadi di negara berkembang, khususnya Indonesia.

Laporan The 3rd Tobacco Atlas 2009 menyebutkan, kawasan Asia Tenggara (ASEAN) menyumbang 10% perokok dari seluruh dunia dan 20% penyebab kematian global akibat tembakau dengan Indonesia menduduki peringkat pertama. Secara rinci menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia merupakan negara perokok terbesar ketiga setelah Tiongkok dan India.

Hal ini semakin meresahkan ketika Riset Kesehatan Dasar (Riskerdas) mengeluarkan laporan terjadi peningkatan perokok remaja dengan rentang usia 10-18 tahun sejak tahun 2013 (7,2%) naik menjadi 9,1% di tahun 2018. Peningkatan konsumsi rokok ini akan berdampak pada meningkat beban penyakit akibat rokok. WHO kembali mencatat diperkirakan tahun 2030, angka kematian perokok di dunia akan mencapai 10 juta jiwa dan 70% diantaranya berasal dari negara berkembang.

Bank Dunia juga mengkhawatirkan bila kecenderungan merokok pada anak terus berlanjut maka sekitar 650 juta orang akan terbunuh oleh rokok di mana setengahnya dalam usia produktif.

Beban moral akibat rokok pada anak ini membangkitkan keprihatinan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) untuk berorasi di depan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan, Jumat, 27/7. Dalam memperingati Hari Anak Nasional, FAKTA menganugerahkan penghargaan Asbak Kotor untuk Indonesia 2019 kepada Menteri Kesehatan (Menkes), Nila Moeloek.

FAKTA memandang, sejak awal kepemimpinan, Nila gagal memenuhi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) yang menargetkan penurunan tingkat perokok anak sebesar 5,4%. Ketua FAKTA, Azas Tigor Nainggolan menyampaikan keprihatinannya, “Generasi emas anak bangsa semakin merosot dengan berkembangnya budaya merokok. Di mana peran Kemenkes dalam hal ini?.”

Diketahui, merokok menimbulkan beban kesehatan, sosial, ekonomi, dan lingkungan tidak saja bagi perokok tapi juga bagi orang lain. Biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat konsumsi tembakau terus meningkat dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung oleh masyarakat miskin.

Keprihatinan ini juga disampaikan oleh Pastor Emanuel Siki asal Keuskupan Atambua yang bergabung bersama FAKTA. Ia berujar selama mengikuti FAKTA mendampingi warga miskin Ibu Kota dan menjalani penelitian dampak kesehatan perokok anak makin membuatnya miris. “Sangat disayangkan jika aset terbesar negara kita disia-siakan saja hanya karena rokok. Rokok tidak hanya menghancurkan masa depan anak, tetapi mengacaukan rumah tangga. Gereja juga harus memberikan perhatian lebih pada isu ini,” tutur imam yang sedang mengenyam pendidikan psikologi di Unika Atma Jaya Jakarta ini.

Staf Divisi Pengorganisasian dan Pendidikan FAKTA, Siswanti Hasugian turut berharap agar pemerintah lebih memperhatikan isu rokok dan perokok anak. Sebagai ibu yang tengah mengandung, ia ingin agar anak yang dilahirkan di bumi Indonesia ini mampu mendapatkan akses lingkungan yang sehat, bebas dari asap rokok. Ia juga berharap semua anak Indonesia bebas dari asap rokok dan tidak menjadi perokok. “Lingkungan layak anak harus terus diperjuangkan,” teriaknya menyemangati ibu-ibu dampingan yang turut dalam orasi.

Felicia Permata Hanggu

HIDUP NO.31 2019, 4 Agustus 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini