St Joseph Nguyen Duy Khang (1832-1861) : Keledai Tumpangan Uskup Tonkin

294
Patung St Joseph Nguyen Duy Khang.
[laydominicansvietnam.org]

HIDUPKATOLIK.com – Sejak menjadi katekis, ia memposisikan diri sebagai “keledai tumpangan” bagi uskupnya. Ia rela mati demi gembala utamanya.

Membuka misi di Keuskupan Tonkin, sama dengan bunuh diri. Zona merah menjadi penanda kejamnya wilayah pelayanan yang kini disebut Keuskupan Hải Phòng, Vietnam. Menjadi Katolik tidak ubahnya dengan menjadi “mayat hidup”. Gereja hidup dalam kekejaman Kaisar Minh Mang (Nguyen Phuc Dam), seorang Konghocu yang menentang keberadaan misionaris Eropa di Negeri Mawar itu.

Sejarah Gereja mencatat, Vikaris Apostolik Oriental Tonkin kala itu Mgr Jerónimo (Girolamo) Hermosilla OP (1839-1861) menjadi satu-satunya uskup terlama yang melayani di Tonkin. Selama 20 tahun karyanya di daerah Utara Vietnam itu, Mgr Hermosilla mampu merebut hati umat.

Dalam misi Mgr Hermosilla, pujian pantas disamatkan kepada katekis handal, Joseph Nguyen Duy Khang. Ia menjadi tangan kanan sang uskup dalam setiap reksa pastoralnya. Joseph menjadi “pembisik” utama Sabda Allah dari uskup kepada umat. Tugas mulia ini diembannya hingga keduanya dibunuh.

Madu di Tanah Misi
Awalnya Kekristenan diterima dengan baik di Vietnam. Sekitar abad XVI, misionaris dari Eropa telah mulai berdatangan di Vietnam. Mereka di antaranya misionaris Serikat Yesus (Societas Jesu/SJ), Fransiskan (Ordo Fratrum Minorum/OFM), Imam Misionaris Perancis (Société des Missions étrangères de Paris /MEP), dan Misionaris dari Ordo St Dominikus (Ordo Praedicatorum/OP).

Di masa Kaisar Nguyễn Phúc Chủng sudah ada sekitar tiga ratus delapan puluh ribu umat Katolik di Tonkin. Sementara di wilayah Conchinchina, ada tujuh puluh ribuan umat. Masa gemilang ini bisa disebutkan mencapai puncaknya di periode abad XVIII di mana para misionaris membangun relasi dengan Kaisar Nguyễn Phúc.

Namun, keadaan ini berbalik pada masa Kaisar Nguyen Phuc Dam yang berkuasa menggantikan ayahnya sejak 14 Februari 1820. Kaisar yang baru menganggap para misionaris sebagai penjajah. Sebagai penganut Konghucu, ia melarang kapal-kapal dari Perancis berlabuh di pelabuhan Vietnam. Ia pun mulai membatasi gerak-gerik misionaris.

Pada masa inilah Joseph lahir pada tahun 1832 di wilayah Tra-Vinh, wilayah ini terletak sekitar 18 kilometer dari Nam Định. Sejak muda, Joseph adalah seorang yang taat pada imannya. Ketika usianya menginjak remaja, Joseph memiliki peran menjadi “pembisik” bagi umat Kristen di wilayah tempat tinggalnya. Setiap kali ada misionaris yang datang, Joseph akan pergi dari rumah ke rumah keluarga Kristen untuk mengabarkan kedatangan pelayan iman itu.

Kerelaan Joseph untuk membantu pelayanan para misionaris ini terinspirasi dari orantuanya. Sang ayah mengajarkan Joseph untuk mewujudkan iman mereka dengan pelayanan yang tulus bagi para misionaris. Untuk itulah, Joseph tidak pernah berhitung tentang pengorbanan yang diberikannya kepada para misionaris.

Sayang di usia 16 tahun, sang ayah tutup usia. Situasi ini tak membuatnya patah semangat. Joseph, seorang yang hidup dalam optimisme yang kuat akan imannya. Joseph pernah meminta izin kepada sang ibu Thiên Khang untuk masuk seminari. Akan tetapi Joseph mengurungkan niat karena hubungan Gereja dan pemerintah sedang hangat-hangatnya.

Joseph berpikir bila tidak menjadi imam, cukuplah menjadi katekis. Dalam masa pengejaran terhadap umat Katolik di Tonkin, Joseph tampil sebagai katekis handal. Ia keluar masuk hutan, rumah penduduk, dan tempat-tempat persembunyian umat Katolik untuk menguatkan saudara-saudarinya. Joseph lebih memilih membantu saudara-saudari seiman ketimbang membiarkan mereka dibunuh sebelum bertobat.

Joseph terus menjalankan perannya ini dengan tekun, hingga ia bertemu Mgr Hermosilla. Joseph bersama Mgr Hermosilla melayani hingga ke perbatasan Cochinchina secara gerilya. Karena ancaman dari kaisar, umat Katolik Tonkin beberapa kali menasihati Joseph agar menahan diri dalam pelayanan. Nasihat ini juga sempat dilontarkan Uskup Koajutor Vikaris Apostolik Tonkin Mgr Domingo Henares OP, tetapi Joseph tetap menjalankan kerasulannya.

Katekis Pembisik
Suatu ketika dalam perjalanan misi, sebuah pesan datang dari seorang katekis di Tonkin bahwa Mgr Hermosilla menjadi target tentara kerajaan. Sebenarnya, saat itu Joseph bisa melarikan diri. Namun, ia lebih memilih tetap melayani sang Uskup. Kabar buruk yang tidak berpihak ini membuat Mgr Hermosilla mengajak Joseph bersembunyi di geladak kapal.

Tempat itu menjadi aman dikarenakan kapal tersebut milik orang Spanyol. Dalam persembunyian itu, Joseph tetap memilih menjadi “pembisik” utama bagi uskup. Joseph dalam kesempatan tertentu melarang Mgr Hermosilla untuk keluar dari persembunyian. Selanjutnya katekisasi menjadi tanggungjawabnya. Beberapa kali juga, ia berbohong kepada para orang-orang lokal perihal Uskup. Ia mengatakan Mgr Hermosilla adalah awak kapal.

Banyak orang yang percaya soal kebohongan itu. Sampai suatu saat penyamaran Mgr Hermosilla terbongkar oleh seorang Katolik Tonkin yang ikut merayakan Ekaristi bersama Joseph. Orang Katolik tersebut melaporkan keberadaan keduanya kepada tentara kerajaan. Meski diminta melarikan diri, Joseph lebih suka berada di samping Mgr Hermosilla. “Saya ingin meninggal dalam iman bersama uskup,” ungkapnya.

Selama tiga tahun, Joseph mendampingi karya kerasulan Mgr Hermosilla. Di saat itu spiritualitas St Dominikus menjiwai batinnya hingga dirinya menerima habit Ordo Ketiga Dominikan. Dalam masa itu juga, Joseph memposisikan diri sebagai “keledai tumpangan” bagi uskup. Ia seperti keledai yang ditumpangi Yesus saat memasuki Kota Yerusalem. Ayat Injil Yoh. 3:30, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil,” menjadi semangat pelayanannya.

Segera sesudah penangkapan itu, keduanya dijebloskan ke penjara. Mereka dicambuk berkali-kali, tetapi tak ada yang mengeluh. Semua mata yang memandang keduanya berteriak agar segera menanggalkan imannya. Joseph dan uskup hanya tersenyum. Keduanya terlihat sangat gembira menantikan surga abadi.

Keduanya wafat sebagai martir Kristus dengan cara dipenggal kepala pada 6 Desember 1861. Joseph, Mgr Hermosilla, dan sejumlah Martir Vietnam lainnya dibeatifikasi Paus Pius X pada 20 Mei 1906. Rahmat kanonisasi diperoleh St Joseph pada 19 Juni 1988 oleh Paus Yohanes Paulus II. St Joseph kini menjadi pelindung para imam di wilayah-wilayah diaspora. Para martir Vietnam ini dikenang setiap 24 November.

Yusti H. Wuarmanuk/Antonius E. Sugiyanto

HIDUP NO.28 2019, 14 Juli 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini