Rekonsiliasi Internasional Angkatan Bersenjata

193
Para prajurit berdiri untuk menghadiri upacara keagamaan selama Ziarah Militer Internasional ke-59 pada 20 Mei 2017 di Lourdes.
[Dok. Aleteia]

HIDUPKATOLIK.com – Ziarah Militer Internasional (ZMI) dibentuk oleh Angkatan Bersenjata Perancis setelah Perang Dunia Kedua sebagai isyarat rekonsiliasi dengan seteru mereka, Jerman. Tahun ini, lebih dari 40 negara lain berpartisipasi dalam perjalanan ke Lourdes, Perancis.

Ribuan prajurit berbagai matra dari lima benua hadir memenuhi kota di bawah kaki Pegunungan Pyrénées, Prancis. Tidak semua prajurit itu terlihat tangguh tegap berdiri. Sebagian ada yang duduk di kursi roda, berjalan dengan tongkat, dan menenteng tangannya dalam balutan perban. Satu hal yang menarik dari angkatan bersenjata ini ialah pancaran mata mereka yang menyiratkan suatu harapan baru.

Baik prajurit senior maupun junior datang bukan sebagai seorang tentara, melainkan sebagai seorang terluka yang membutuhkan pertolongan Bunda Maria. Mereka ingin menemukan kedamaian sejati dari Kristus. Prajurit ini adalah perwakilan dari sekitar 40 negara ini. Mereka hadir di Kota Lourdes sebagai bukti hidup, bahwa pasukan yang terbiasa hidup berkawan senjata, dapat memiliki hubungan damai.

Setiap tahun, ratusan tentara yang sehat, terluka, dan sakit, ambil bagian dalam kegiatan perayaan Ziarah Militer Internasional, atau dalam bahasa Prancis disebut “Pèlerinage Militaire International” (PMI). Prajurit yang hadir juga banyak difasilitasi tidak hanya dari negara tetapi juga dari kemitraan lembaga Gereja. Contohnya, mereka bekerjasama dengan Knight of the Columbus dan Keuskupan Militer Amerika Serikat dalam program “Warriors to Lourdes”.

Instrumen Perdamaian
Pertemuan tiga hari untuk para imam militer di seluruh dunia, dimulai pada tahun 1958 dengan semboyan “Persaudaraan, Perdamaian, dan Harapan” ini menawarkan rangkaian perayaan spiritual, bakti sosial, dan konser yang dilakukan oleh beberapa grup musik militer internasional di sekitar kota Prancis.

Tahun ini, ziarah PMI telah mencapai pertemuan ke-61 dengan mengambil tema ziarah tahun ini adalah Cherche la Paix et poursuis-la, ‘mencari kedamaian dan mengejarnya’. Program ziarah mencakup Misa dalam berbagai bahasa, program olahraga untuk anggota militer, dan prosesi Maria yang diterangi cahaya lilin. Peziarah juga akan mengunjungi pemandian di dekat Grotto Lourdes. Sepanjang akhir pekan, band-band militer berpawai melalui jalan-jalan di Lourdes, dan para prajurit dari berbagai negara didorong untuk berinteraksi dan saling mengenal.

“PMI adalah kesempatan unik untuk menjalin persahabatan dan ikatan kepercayaan sambil berdoa bagi perdamaian dengan menempatkan diri di bawah tatapan Perawan Maria,” ujar Presiden PMI dan Uskup Keuskupan Militer Prancis, Mgr Antoine de Romanet, seperti dilansir Ncregister, (27/5).

Mgr Romanet melanjutkan, perdamaian bukanlah kemenangan yang terkuat atas yang terlemah, bukan kelanjutan perang dengan cara lain, bukan kedamaian dari keheningan kuburan tetapi kedamaian hati. Kedamaian sebagai buah keadilan dan amal. “Kedamian seperti itu tidak diperoleh hanya dari kata-kata, tetapi dari pengalaman konkrit yang biasa dijalani.”

PMI dimulai setelah Perang Dunia II. Awalnya, ziarah ini dirancang untuk mendorong rekonsiliasi antara Perancis dan Jerman. Kemudian, pertemuan ini terus mengumpulkan tentara dari berbagai negara melalui doa, bahkan dari mereka yang mungkin berperang. Pada tanggal 10 Desember 1944, personil militer AS bergabung dengan perwakilan militer Inggris, Belgia, Perancis, dan Rusia untuk menghadiri Misa di Basilika Bunda Maria Rosario, yang telah dibangun pada tahun 1901 untuk mengakomodasi sejumlah besar umat beriman yang mengunjungi situs penampakan di Lourdes.

Lalu pada tahun 1947, seorang pastor militer Jerman – yang telah ditahan sebagai tawanan perang di Prancis sejak 1944 – diundang untuk berpartisipasi dalam ziarah militer yang diadakan pada bulan September tahun itu. Pada tahun berikutnya, tentara Jerman dan Belgia mulai berpartisipasi dalam jumlah yang lebih besar, diikuti oleh tentara dari banyak negara lain.

Setelah beberapa tahun diadakan pertemuan militer spontan di Lourdes, pada tahun 1958 tepat pada saat peringatan seabad penampakan Bunda Maria di Lourdes, Ziarah Militer Internasional (PMI) diresmikan. Ziarah pertama pada tahun 1958 ini mengumpulkan 40.000 peziarah dari 11 negara. Ziarah ini didirikan untuk mempromosikan rekonsiliasi dan perdamaian setelah Perang Dunia II. Setiap tahun sejak itu, selama satu pekan di bulan Mei, Lourdes telah menjadi tempat berdoa dan penyembuhan bagi para anggota tugas aktif dan veteran yang mewakili lebih dari 40 negara. Untuk lingkup Asia, hanya tiga negara yang mengikuti PMI, yakni: Filipina, Korea Selatan, dan Indonesia.

Wakil direktur PMI dan kepala delegasi Swiss, Angelo Scalmazzi menyetujui PMI lahir dari proses pengampunan Perancis dan kenangan bersejarah dari peristiwa tragis. Scalmazzi yang telah mengikuti ziarah sejak 1987 ini menilai PMI sebagai sarana misi perdamaian bagi personil militer di seluruh dunia. “Kurangnya pengetahuan timbal balik menimbulkan perbedaan persepsi yang merujuk pada ketidakpercayaan antar personil militer negara lain merupakan asal mula perang dunia. Maka, PMI menawarkan kepada tiap personil militer sangat berbeda latar belakang dan budaya untuk saling mengenal.”

Kepala Humas Knight of the Columbus, Kevin Shinkle, mengungkapkan, kini dalam PMI berkumpul bersama untuk berdoa, bernyanyi, dan bercengkrama satu sama lain dengan damai. “Kita masih bisa menjadi patriotik dan mencintai bangsa kita sendiri, tetapi sebagai orang Katolik, kita tahu ada kekuatan yang lebih tinggi di luar arena kerja kita,” imbuhnya.

Elemen Pemersatu
Uniknya, veteran Korps Marinir AS dan Kepala delagasi AS untuk PMI, Kolonel Charles Gallina menyebutkan sekitar 25% peserta ziarah adalah non Katolik. Berdasarkan penuturannya, seorang rabi perempuan Yahudi termasuk di antara peziarah yang menghadiri Misa dan prosesi Maria, bersama-sama umat Kristen Ortodoks Yunani dan Protestan. PMI membuktikan, bahwa acara ini mampu memberi misi kehidupan di samping kegiatan militer dengan melihat elemen kohesif dari pencarian perdamaian yang berakar pada iman Katolik melalui penghormatan kepada Perawan Maria. “Mereka semua merasakan berkat dan kedamaian Bunda Allah. Dia sedang bekerja di sini, dan kami semua merasakannya,” ungkapnya.

PMI adalah bukti bagaimana Gereja menyampaikan pesan yang menentukan tentang harapan dan persaudaraan kepada dunia. Jika perdamaian baik untuk dilestarikan dan tujuan yang harus dikejar untuk Gereja, maka hal ini adalah misi para prajurit untuk mewujudkannya. “Militer membenci perang karena mereka berhasil. Tentara adalah instrumen nyata perdamaian untuk melayani otoritas politik negara mereka, namun Kristus selalu memiliki hubungan yang sangat positif dengan perwira tentara Romawi di sekitarnya. Dengan demikian, prajurit, di atas segalanya adalah kekuatan yang harus melayani perdamaian. Sangat indah, bahwa misi itu tertanam dalam sanubari semua peserta PMI,” pungkas Mgr Antoine de Romanet.

Felicia Permata Hanggu

HIDUP NO.25 2019, 23 Juni 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini