Soal Sunat

2481

HIDUPKATOLIK.com – Dalam kitab suci dikatakan bahwa Yesus disunat. Mengapa Yesus disunat sedangkan umat Kristiani tidak mewajibkan sunat?

Ofan, Sumba, Nusa Tenggara Barat

Cerita tentang Yesus disunat dapat kita temui dalam Injil Lukas: “Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya” (Luk. 2: 21). Orangtua Yesus adalah umat Yahudi yang saleh, yang setia menjalankan hukum Taurat. Karena itu mereka mendidik Yesus dalam ketaatan terhadapnya.

Tradisi Sunat ini sendiri dimulai sejak Abraham. Sunat adalah tanda perjanjian Allah. Dengan janji itu Abraham dan keturunannya dijadikan umat Allah. Saat itu ia mulai memakai nama baru, dari Abram menjadi Abraham. Sebagai meterai perjanjian, Abraham pun diminta melakukan sunat. Demikian dikatakan: “Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat; haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu. Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun …” (Kej. 17:10-12).

Sejak saat itu sunat menjadi syarat inisiasi. Semua orang harus disunat, agar dapat diterima di dalam masyarakat Yahudi. Demikianlah juga yang dibuat orangtua Yesus pada hari kedelapan. Ini menggenapi peristiwa inkarnasi sepenuhnya: Sang Sabda masuk ke dalam budaya manusia sungguh-sungguh. Ia datang ketengahmilik-Nya, sungguh-sungguh menjadi manusia dan tinggal di tengah manusia (bdk. Yoh 1:11.14). Begitulah dalam banyak hal, Yesus mengikuti aturan hukum Taurat ini: Ia datang bukan untuk meniadakan Hukum Taurat, tetapi untuk menggenapinya (bdk. Mat. 5:17).

Tetapi mengapa pengikut Yesus tidak wajib melakukan sunat lagi? Jawabannya adalah karena Yesus telah memperbarui tanda perjanjian itu dengan darah-Nya. Ungkapan ini dikatakan Yesus sendiri dalam perjamuan terakhir, ketika Ia mengangkat cawan yang melambangkan darah-Nya. “Ia berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu’” (Luk. 22:20). Sabda Yesus ini menunjuk bukan hanya pada perjamuan saat itu, tetapi terutama pada peristiwa salib, yang kemudian akan digenapi oleh kebangkitan-Nya. Di salib Ia ditinggikan dan menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus manusia. Dengannya Yesus mendirikan kawanan umat baru, yang memperbarui yang lama, seperti sabda-Nya: “… apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku” (Yoh. 12:32).

Di dalam umat perjanjian baru ini, orang dimasukkan bukan lagi oleh sunat, tetapi melalui persekutuan kita dengan kematian dan kebangkitan Yesus. Itulah yang dilambangkan dalam pembaptisan. Dengan dibaptis orang dibersihkan dari dosa dan memperoleh kelahiran kembali dalam Roh Kudus (bdk. KGK 1262. Yoh. 3:6); kita menjadi ciptaan baru (2 Kor 5:17), diangkat menjadi anak Allah (bdk. Gal. 4:4-7), mengambil bagian dalam kodrat Ilahi (2 Ptr. 1:4) dan menjadi anggota Kristus (1Kor. 6:15; 12:27) serta menjadi ahli waris bersama Dia (Rm. 8:17) (KGK 1265). “Pembaptisan menggabungkan kita ke dalam Gereja (KGK 1267).

Pembaptisan itulah yang diperintahkan Yesus kepada para Rasul: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:19-20). Dengan demikian sunat tak diperlukan lagi. Kedudukannya telah digantikan oleh pembaptisan dalam kematian dan kebangkitan-Nya.

Gregorius Hertanto MSC

HIDUP NO.23 2019, 9 Juni 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini