Jalan Berliku Sertifikasi Guru Agama Katolik

1390
Eusabius Binsasi (berdiri) memaparkan materi dalam talkshow “Kupas Tuntas Profesi dan Masa Depan Guru” di Tangerang, Minggu 11/5/2019.
[Konradus R. Mangu]

HIDUPKATOLIK.com – Macam-macam persoalan yang dihadapi oleh para guru agama Katolik. Mulai dari sulitnya mengurus sertifikasi sampai mendapatkan bahan ajar.

Upaya pemerintah menjamin kesejahteraan seluruh guru di Indonesia saat ini ternyata masih menghadapi berbagai kesulitan. Guru yang mengampu bidang studi agama Katolik di sekolah negeri maupun sekolah swasta misalnya, ternyata masih menemui banyak kendala dalam proses mendapatkan tunjangan dari pemerintah saat ini. Kalau pun sudah sertifikasi, guru harus menanti dana itu dibayar. Tunjangan itu pun kadang tersendat cair.

Di sekolah tertentu, akses guru Katolik mendapatkan bahan ajar (buku) untuk dirinya maupun para murid terbatas. Selain itu, betapa sulit pengurusan mendapatkan Nomor Unik Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Guru yang belum memiliki NUPTK akan sulit mendapatkan tunjangan pemerintah seperti diamanatkan dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Persoalan ini mengemuka dalam talkshow Kupas Tuntas Profesi dan Masa Depan Guru, di aula St John’s Catholic School, Bumi Serpong damai (BSD), Tangerang Selatan, Minggu, 11/5. Acara ini dihadiri sekitar 200 guru agama Katolik di Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Talkshow ini menghadirkan Dirjen Bimas Katolik Eusabius Binsasi dan Sekretaris Komisi Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia, Pastor Frans Emanuel da Santo, serta dimoderatori oleh Direktur St. John ‘s Catholic School, Ladis Naisaban.

Memantau Informasi
Seorang peserta, Lucia Cintia, menceritakan, sejak 2010. Ia bersama sejumlah teman guru agama Katolik mengumpulkan berkas yang diperlukan untuk pengurusan sertifikasi guru agama Katolik. Pengajar TK, SD, SMP, dan SMA Bina Nusantara Tangerang ini mengurus NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan) di Dikdas Tangerang.

Setelah pengurusan berkas, pihak Pembimas Katolik mengatakan NUPTK itu bermasalah. Beberapa kali ia mendatangi pihak yang mengurus itu. Namun, ia selalu mendapatkan jawaban yang sama bahwa NUPTK-nya bermasalah. Akibatnya, Lucia tak mendapat tunjangan dari pemerintah.

Kesulitan lain dihadapi guru agama Katolik SMP Tarsisius Vireta, Kuta Bumi, Tangerang, David Davidsen. Ia mengaku betapa sulitnya mendapatkan NUPTK yang diurus lewat Dinas Pendidikan Kota Tangerang. Menurutnya, dulu pemberkasan dokumen untuk sertifikasi sangat mudah, tapi sekarang sulit.

Faktor lain yang menghambat guru agama Katolik kesulitan dalam mengurus sertifikasi adalah jurusan yang dipilih sewaktu kuliah. Berdasarkan informasi yang didapat, lulusan seminari tinggi –dengan titel sarjana sastra (ss) atau sarjana filsafat (s.fil)– belum diakui oleh Kementerian Agama. Meski mereka mengampu pelajaran agama Katolik di sekolah. Mereka harus mengikuti penyetaraan seperti yang dianjurkan Kemenag.

Maxi Adir, pengajar di Sekolah Nanyang School Tangerang, mengalami nasib tersebut. Ia mengantongi ijazah Sarjana Sosial (SS) dari Sekolah Tinggi Filsafar Driarkarya Jakarta. Ia tidak bisa menikmati tunjuangan pemerintah karena ijazah itu tidak linier dengan persyaratan yang diaturoleh Kemenag. Sejumlah guru mengalami nasib serupa misalnya yang pernah belajar di Seminari Tinggi Ledalero, Flores.

Maxi dalam forum itu menganjurkan agar Dirjen Bimas Katolik melakukan kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi swsata Katolik, sehingga lulusan dari program studi tersebut diakui pemerintah. Dirjen menerima usulan tersebut dan berjanji akan mempertimbangkan, sehingga dapat membantu para guru agama Katolik mengikuti serifikasi guru.

Proses inpassing guru agama Katolik juga tidak lepas dari kendala teknis. Pada awal tahun sertifikasi dan inpassing semua persyaratan pemberkasan dilakukan secara manual. Artinya, proses pengurusan persyaratan dari sekolah Bimas setempat kemudian memenuhi persyaratan maka guru tersebut akan layak memperoleh tunjangan pemerintah sesuai ijazah serta lama bekerja guru.

Saat ini seorang guru bisa mendapatkan informasi dari Kemenag lewat Bimas Katolik provinsi masing-masing. Para guru bisa menge-check nama yang bersangkutan masuk dalam daftar kuota inpassing atau tidak. Karena itu, setiap guru harus selalu memantau informasi lewat internet Kemenag maupun Kemendikbud.

Lama Menanti
Cely Beto, pengajar agama Katolik di sekolah Sang Timur Ciledug, mempunyai pengalaman lain. Sejak tahun 2012, ia bersama sejumlah teman mengurus inpassing. Hingga saat ini surat keputusan (SK) dari Kemendibud belum juga diterima. Padahal guru yang bukan pengajar agama Katolik (guru umum) ketika mengurus setelah dua hingga tiga bulan langsung mendapatkan SK inpassing. “Kami tidak tahu apa masalahnya sehingga kami menunggu sangat lama,” keluhnya.

Sejumlah guru menanyakan pengurusan NUPTK baru, misal guru agama Katolik Angelina Henny. Ia menceritakan, NUPTK baru diterima setelah empat tahun diurus dan dinantikan. Ia menganjurkan kepada guru agama Katolik harus selalu bekerja sama dengan operator sekolah masing-masing guna memastikan semua data identitas guru masuk dalam Dapodik (Data Pokok Pendidik)—semacam data guru guru di Indonesia yang dimiliki Kemendiknas.

Operator sekolah harus memastikan bahwa semua data harus dipindai kemudian dimasukkan ke dalam Dapodik lewat Dikdas provinsi. Dokumen yang di-scan itu seperti KTP, ijazah SD-perguruan tinggi, SK yayasan, SK tugas dan beban mengajar guru. Untuk itu guru harus bekerja sama dengan petugas yang mengurus NUPTK di tingkat provinsi. “Jika persyaratan itu sudah terpenuhi maka NUPTK akan muncul secara online. Setelah saya mendatangi Dinas Pendidikan Jakarta Selatan dan memastikan semua data diverifikasi, dua minggu sesudah itu saya bisa memperoleh NUPTK,” kenang pengajar SD Budi Mulia Desa Putera Lenteng Agung ini.

Eusabius mengakui, persoalan pengurusan NUPTK sangat teknis. Pengurusan dipusatkan di Dinas Pendidikan tapi diharapkan guru-guru Katolik harus selalu bekerja sama dengan operator sekolah. Operator sekolah itu memiliki peran sangat penting dalam urusan NUPTK baru. Maka penting melakukan koordinasi dengan operator Diknas setempat.

Menurut Eusabius pihaknya akan terus melakukan bimbingan teknis bagi guru-guru agama Katolik di Indonesia. Seiring pemberlakuan kurikulum 2013, ia berharap, guru agama Katolik terampil menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, tanpa mengesampingkan aspek moral, etika, dan spiritual.

Sesuai dengan perannya maka pemerintah melalui Dirjen Bimas katolik membuka dan menyelenggarakan Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri di Pontianak. Lembaga itu diberi wewenang untuk melakukan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru selama tiga bulan bagi guru yang melewati proses sertifikasi.

Mengenai kesulitan bahan ajar guru agama Katolik untuk peserta didik, Pastor Frans menganjurkan kepada sekolah atau guru yang mengampu bidang studi agama Katolik bisa menghubungi penerbit Kanisius. Ia menambahkan, atas usulan sejumlah sekolah bertaraf internasional, bahan ajar untuk peserta didik akan diusahakan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, meski di Komisi Kateketik belum ada tenaga untuk itu.

Tanggung Jawab Moral
Maraknya persoalan yang dihadapi oleh para guru agama Katolik, Pastor Frans menyarankan agar mereka jangan lekas putus asa, tetap berusaha untuk mendapatkan solusi. Guru agama, lanjutnya, mesti mesti agresif dalam hal positif, yakni memiliki semangat untuk mencapai kesempurnaan seperti Sang Bapa yang sempurna adanya.

Selain itu, Pastor Frans mendorong agar para guru agama Katolik juga memiliki tekad yang kuat untuk membawa kebaikan. “Ini tanggung jawab moral demi (perkembangan) iman peserta didik,” pungkasnya.

Konradus R. Mangu

HIDUP NO.23 2019, 9 Juni 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini