HIDUPKATOLIK.com – Para imam dipanggil untuk menghidupi panggilan mereka secara gembira. Umat berhak mendapatkan pelayanan dari sosok imam yang suci.
Rangkaian Tri Hari Suci di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) dimulai dengan Misa Krisma di Katedral St Maria Diangkat ke Surga, Jakarta Pusat, 18/4. Sehari setelah Pemilihan Umum, Mgr Ignatius Suharyo memimpin Misa ini dan dihadiri para imam yang berkarya di KAJ.
Misa Krisma selalu memanifestasikan kesatuan para imam dengan uskup mereka. Pada kesempatan ini, uskup bergabung dengan para imam di keuskupan. Pada saat ini juga, para imam akan memperbarui janji imamat.
Terakhir, Misa ini juga menjadi saat di mana uskup akan memberkati minyak suci yang digunakan dalam pelayanan sakramen, yakni: Minyak Katekumenat (Oleum Catecumenorum/Sanctorum), Minyak Krisma (Sacrum Chrisma), dan Minyak Orang Sakit (Oleum Infirmorum).
Terima Kasih
Dukungan umat amat berarti bagi berkembangnya imamat para imam. Dukungan ini juga amat menentukan dalam usaha terus menerus untuk mengembangkan Gereja KAJ agar semakin hidup, signifikan, dan semakin relevan. “Saya juga terima kasih kepada umat, yang dengan satu dan lain cara, mendukung hidup dan pelayanan kami para imam. Kami meminta maaf kalau di berbagai kesempatan, kami belum berhasil memberikan pelayanan sesuai dengan harapan,” ujar Mgr Suharyo di awal khotbahnya.
Mgr Suharyo berharap, dengan pembaruan janji imamat yang dilakukan pada kesempatan itu, para imam terus berusaha menjadi pelayan rohani yang semakin matang. Selain itu, ia juga berharap para imam bahagia dalam imamat, tulus, dan gembira di dalam pelayanan. “Saya, atas nama dan bersama umat, mengucapkan terima kasih kepada para romo hadir dan melayani di wilayah Keuskupan Agung Jakarta. Kehadiran para romo semua sungguh sangat berarti bagi umat,” ujarnya.
Tahun ini, para imam di KAJ membarui janji imamat ketika KAJ mendalami dan menghayati tema “Kita Berhikmat Bangsa Bermartabat”. Untuk itu, liturgi pada Misa Krisma kali ini pun disiapkan berkaitan dengan “hikmat”. Mgr Suharyo menggarisbawahi “hikmat” ini, dalam Surat Rasul Paulus yang menjadi salah satu bacaan dalam Misa itu. “Kristus adalah hikmat Allah dengan demikian, kita diajak sebagai pengikut Kristus, menjadi imam-imam yang berhikmat, artinya menjadi semakin serupa dengan kristus,” paparnya.
Menjadi berhikmat berarti bertumbuh menuju kepenuhan hidup Kristiani serta menjadi sempurna di dalam kasih dan kesucian. Mgr Suharyo menceritakan pesan Paus Fransiskus pada penutupan Sidang Ketua Konferensi Gereja Sedunia, Februari lalu. “Paus mengatakan, imam yang suci adalah hak umat. Umat mempunyai hak untuk digembalakan oleh imam yang suci, karena imam adalah gembala jiwa-jiwa,” ujar Mgr Suharyo. Pesan ini dikutip dari Anjuran Apostolik Gaudete et Exsultate (GE), ‘Bergembira dan Bersukacitalah’, yang dikeluarkan Paus Fransiskus pada Pesta St Yosef tahun lalu.
Imam yang Suci
Setiap imam dipanggil menjadi suci dengan terus berusaha menghayati panggilan mereka dengan kasih dan dengan memberikan kesaksian dalam segala hal yang mereka lakukan (GE art 14). Mgr Suharyo melanjutkan, Paus berpesan agar para imam menjalani hidup bakti, jadilah suci dengan menghayati komitmen Anda secara gembira. “Jadi yang mengikuti hidup bakti harus menunjukkan wajah yang selalu gembira, meskipun mengantuk harus berwajah gembira,” kata Ketua Konferensi Waligereja Indonesia ini.
Mgr Suharyo mendorong setiap pastor untuk menjadi imam yang berhikmat, dengan menjadikan hidup dan pelayanan mereka menjadi berkat bagi umat. Jalan menuju hikmat dan menjadi berkat dapat diraih dengan selalu berusaha memilih kata-kata yang meneguhkan, yang positif, dan meberi harapan. “Pokoknya semua harus berakhir dengan ‘at’, ‘at’, ‘at’, ‘at’. ‘Kita berhikmat, Kita bermartabat’, imam berhikmat menjadi berkat, mudah dihafalkan,” tuturnya.
Sejak mulai bertugas di KAJ tahun 2009, Mgr Suharyo tak pernah absen dalam setiap kali Misa Krisma. Saat ini menjadi salah satu momen uskup dapat berkumpul dengan seluruh imam yang berkarya di KAJ. Selain itu, umat juga selalu memenuhi katedral untuk dapat berjumpa dengan para gembala mereka. Peristiwa ini seakan menjadi gambaran kesatuan Gereja itu sendiri.
Antonius E. Sugiyanto
HIDUP NO.17 2019, 28 April 2019