Menghormati Manusia Ketika Hidup dan Meninggal

1796
Jenazah Yesus diturunkan dari salib untuk dimakamkan.
[amclicks.org]

HIDUPKATOLIK.com – Gereja mengajak umat memperlakukan manusia secara hormat meski sudah meninggal.

Merawat jenazah merupakan salah satu bentuk kehadiran dan pendampingan Gereja bagi umatnya. Vikep Surakarta, Keuskupan Agung Semarang, Pastor R. Budiharyana, dalam tulisannya Merawat Jenazah di rubrik Sekolah Liturgi, mengatakan, hanya ada satu tujuan dan tema dari seluruh pendampingan itu, yakni agar orang beriman memperoleh keselamatan berkat wafat dan kebangkitan Kristus karena belas kasih Allah.

Upacara merawat jenazah dimulai ketika seseorang dinyatakan meninggal hingga pemakaman.

Proses Merawat Jenazah
1. Memandikan jenazah
Memandikan jenazah, dalam buku Merawat Jenazah: Ibadat dan Panduan Praktis, karya Suster Agustina CB, bertujuan agar orang yang meninggal dalam keadaan bersih dan rapi sehingga pantas menghadap Tuhan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan antara lain: ember dengan air hangat, sabun, waslap, handuk, baskom mandi, kertas kloset, kapas biasa, kapas lemak, pinset, gunting, plester, dan celemek skart.

Bila ada kasus tertentu, dibutuhkan: penyangga lambung, plastik, masker, sarung tangan karet, alkohol, verban elastis, pembalut wanita, sabun cuci tangan, dan sampo.

Memandikan jenazah dimulai dari kepala, muka, badan dan anggota badan (mata, hidung, telinga, mulut), dan organ genital. Seluruh proses dimulai dengan doa.

2. Memakaikan busana dan memasukan jenazah ke dalam peti
Pilihlah busana yang paling disukai oleh saudara atau saudari yang meninggal. Atau pakaian yang kita anggap paling berkesan baginya. Pakaian itu bersih dan rapi, tak harus baru. Selain itu, bisa juga mengenakan kaus kaki dan kaus tangan kepada yang meninggal.

Pada proses ini yang perlu diperhatikan adalah, semua tindakan kepada jenazah hendaklah diawali dengan menyebut nama, meminta izin, dan mengajak jenazah untuk berpantas diri menghadap Tuhan. Hal ini bertujuan untuk menjalin komunikasi dengan yang dirawat, selain itu dengan menyebut nama yang yang bersangkutan, dapat juga mengurangi rasa takut bagi yang akan merawat jenazah karena menganggap orang itu sebagai teman atau sahabat yang sedang tidur.

3. Merias jenazah
Sesudah jenazah mengenakan pakaian yang pantas, mulailah merias wajah jenazah layaknya merias wajah orang yang masih hidup. Biasanya, relawan menyesuaikan hasil riasan dengan rupa yang bersangkutan saat masih hidup. Merias jenazah biasanya dilakukan bila yang meninggal adalah perempuan.

4. Menghias peti dan memasukan jenazah
Alat-alat untuk menghias peti jenazah, antara lain: jarum pentul, pines, renda/pita, sarung Satin dan guling satin, bunga melati yang sudah dironce dan bunga anggrek, daun asparagus, gunting, kapur barus/kopi untuk mengurangi bau jenazah, kain putih atau kain smok untuk melapisi bagian dalam dan luar peti. Bila bagian dalam dan luar telah dilapisi, tinggal memasang bunga melati dan/atau anggrek. Namun, bunga tersebut dipasang setelah jenazah berada di dalam peti agar hiasan tak rusak.

Begitu selesai menghias, peti dibersihkan atau ditaburi dengan kapur barus halus, teh, dan kopi.

Jenazah diangkat oleh beberapa orang. Sebelum mengangkat jenazah sebaiknya menyapa orang itu dan memberitahu bahwa tubuhnya akan dipindahkan. Begitu jenazah sudah di dalam peti, kapur barus, bubuk kopi, dan daun teh dirapikan agar tubuh jenazah terlihat bersih.

5. Memakamkan jenazah
Menguburkan jenazah merupakan salah satu karya belas kasih jasmani sekaligus berkaca dari penguburan Kristus sendiri. Aturan mengenai pemakaman gerejawi terdapat dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK), secara khusus Kanon 1176-1185. Dalam Kanon 1176 §1, disebutkan bahwa “Umat beriman kristiani yang telah meninggal dunia harus diberi pemakaman gerejawi menurut norma hukum”. Lebih lanjut, diatur juga bahwa, “Pemakaman bagi setiap orang beriman yang telah meninggal dunia harus dirayakan pada umumnya dalam gereja parokinya sendiri” (Kan. 1177 §1). Selanjutnya, Kanon 1181 mengatur, “… namun hendaknya diusahakan agar dalam pemakaman jangan ada pandang bulu dan orang-orang miskin jangan sampai tidak diberi pemakaman yang semestinya”.

Dalam instruksi Piam et Constantem (1963) dan ditegaskan kembali dalam instruksi Ad Resurgendum cum Christo (2016), Gereja sangat menganjurkan penguburan jenazah orang beriman di pemakaman atau tempat suci. Namun, bagi umat beriman yang memiliki alasan khusus hingga tak dapat menguburkan jenazah, Gereja mengizinkan untuk melaksanakan kremasi asalkan tidak bertentangan denganiman.

Gereja juga menegaskan, abu jenazah harus dihormati sama dengan yang diberikan kepada tubuh manusia asalnya sehingga abu jenazah juga harus dikubur atau disemayamkan di mausoleum atau kolumbarium. Meski demikian, Konferensi Waligereja Indonesia juga memberi wewenang kepada uskup setempat untuk: “memberi izin menyimpan abu jenazah di tempat yang layak di rumah tinggal asalkan tidak bertentangan dengan iman akan kebangkitan badan dan rasa hormat kepada orang yang telah meninggal.”

Alasan Merawat
Ada beberapa alasan umat yang sudah meninggal tetap dilayani atau dirawat. Berikut tradisi dan beberapa ajaran lain Gereja mengenai hal tersebut.
• Romo David Lerebulan dalam tulisannya Menemukan Allah dalam Pelayanan Saudara Maut yang diunggah di situs resmi Keuskupan Bogor menyebut, pelayanan dan perawatan kepada orang yang sudah meninggal tak bisa dilepaskan dari konteks penciptaan manusia. Dalam kitab Kejadian (Kej. 1:26), manusia diciptakan seturut gambar dan rupa Allah. Allah juga membentuk manusia dari debu tanah dan memberinya hidup dengan menghembuskan napas-Nya sendiri (Kejadian 2:7). Dengan demikian, manusia memiliki keunikan dibanding ciptaan lain karena memiliki tubuh serta jiwa atau roh. Selain itu, Allah menciptakan manusia sebagai pancaran kemuliaan-Nya (Yesaya 43:7).
• Meskipun orang itu telah meninggal, tetapi orang itu tetap dipandang masih hidup, yaitu hidup dalam Tuhan, sebab Yesus bersabda, “Akulah kebangkitan dan hidup, barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun sudah mati” (Yohanes 11:25).
• Allah tak hanya menciptakan manusia tapi juga menguduskannya. Sebab, tubuh manusia adalah bait Allah dan Roh Allah diam di dalamnya (1 Korintus 3:16). Sehingga, manusia harus menjaga, merawat, dan menjauhkan tubuhnya dari hal-hal cemar.
• Dalam 1 Korintus 6:16-20 seakan dipertegas bahwa manusia adalah milik Allah.
• Perawatan jenazah Yesus sebelum dimakamkan bisa menjadi acuan untuk memperlakukan secara hormat umat yang sudah meninggal. Dalam Yohanes 10:39-41 dikatakan, jenazah Yesus diberi campuran minyak mur dan minyak gaharu. Tubuh-Nya kemudian dibungkus dengan kain lenan, serta dibubuhi dengan rempah-rempah, dan dimakamkan di sebuah kubur baru yang berada di sebuah taman.

Yanuari Marwanto

HIDUP NO.15 2019, 14 April 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini