HIDUPKATOLIK.com – Sakit merupakan fenomena yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Semua manusia pasti (akan) mengalami sakit. Meskipun demikian, tak seorang pun yang ingin mengalami sakit. Kita berusaha untuk mencegah penyakit atau paling kurang mengobatinya. Ada begitu banyak temuan medis yang menjelaskan, kita berusaha mencegah suatu penyakit dan mengobatinya. Tetapi kenyataan menunjukkan fakta yang bisa dikatakan bertolak belakang. Ada begitu banyak penyakit yang ditemukan dalam dunia dewasa ini seperti: hepatitis dan gangguan pembuluh darah, kanker, diabetes, bronkitis dan gangguan pernapasan, berbagai gangguan fisik maupun psikis, kelainan pada otak yang menyebabkan berkurangnya daya ingat (dementia), dll.
Para ahli medis juga para terapis berusaha dengan berbagai cara untuk menyembuhkan suatu penyakit. Oleh sebab itu, kita menemukan banyak sekali tips mengenai hidup yang sehat. Tetapi, penyakit pada dasarnya bukan saja menyangkut menurun atau berkurangnya fungsi-fungsi organ tubuh manusia. Penyakit sebagai fenomena dasar kehidupan manusia juga menunjuk pada krisis dalam kehidupan. Dengan kata lain, penyakit menjelaskan tahap krisis sebagai bagian yang integral dari kehidupan.
Jika kita berjumpa dengan orang sakit dan masuk dalam pengalamannya, maka kita tak saja bertanya bagaimana tehnik medis berusaha menyembuhkan penyakit yang secara real dialaminya, melainkan juga bertanya mengenai pergulatannya melawan penyakit yang diderita, bertanya mengenai lingkungan keluarga, kerabat, sanak-saudara yang ikut mendampingi, dan terlebih bertanya mengenai makna hidup. Dalam banyak hal, kehidupan manusia berada dalam keter batasan. Pengalaman akan sakit, menjadi tua, mengalami gangguan fisik dan psikis, dan berbagai situasi batas, merupakan kenyataan yang menggambarkan fakta, bahwa manusia adalah mahluk yang secara mendasar terbatas pada dirinya. Kita harus mengalami, bahwa kehidupan ini pada hakikatnya sangat terbatas oleh ruang maupun oleh waktu. Maka kita perlu memberi makna terhadap kehidupan.
Kita patut bersyukur atas berbagai temuan medis yang berusaha menyembuhkan suatu penyakit dan mencegahnya. Juga berbagai tehnik terapi yang tentu saja menambah kualitas kesehatan manusia dan menambah harapan hidup. Memang, dewasa ini, perangkat medis berusaha secara tepat menyelidiki suatu penyakit, paling kurang mengidentifikasi dengan baik, mengenal dan mencoba menjelaskan sebab-musabab adanya suatu penyakit. Tetapi harus diakui, berbagai tehnik medis dan terapi, betapa pun modern dan manjurnya, juga memiliki batas. Oleh sebab itu, tidak semua penyakit bisa disembuhkan baik oleh tehnik kedokteran modern maupun oleh terapi. Kenyataan tersebut, membawa kita untuk bertanya mengenai sikap dasar etis menghadapi orang sakit.
Kita tahu, etika adalah teori mengenai moral. Dan salah satu bagian etika yang sangat menonjol dan menarik perhatian ialah Etika Medis. Etika Medis menarik karena ia menyibukkan diri dengan sikap moral terkait dengan kehidupan manusia termasuk situasi batas, sakit-penyakit dan kematian. Etika Medis tak hanya bertugas untuk mengenali sebuah penyakit. Ia juga bertugas untuk bertanya bagaimana bersikap menghadapi penyakit. Pertanyaan Etika Medis ialah: Bagaimana bersikap menghadapi orang sakit? Bagaimanakah seharusnya kita bertindak menghadapi orang sakit? Apakah sikap dasar etis meng hadapi orang sakit? Sikap dasar etis berhadapan dengan orang sakit ialah kesabaran. Hormat terhadap hidup mengandaikan kita memiliki kesabaran. Mendampingi, menemani, mengobati orang sakit tak hanya berarti kita berusaha menyembuhkan penyakit yang diderita melainkan menolong dia untuk menjadi dirinya sendiri dan dengan berani menerima sakit sebagai bagian dari hidup. Dalam hal ini dibutuhkan sikap dasar etis yaitu kesabaran.
Kesabaran berarti mengenal, mengakui dan menerima, beberapa hal di dalam kehidupan kita membutuhkan waktu untuk menyelesaikan dan meraihnya. Iman, harapan dan kasih merupakan tiga aspek yang sangat mendasar dari kesabaran. Iman ialah sikap sabar terhadap Tuhan. Iman merupakan ungkapan konkret dari kesabaran terhadap Tuhan. Kesabaran terhadap Tuhan atau iman terwujud dalam sikap sabar terhadap sesama.
Kesabaran terhadap sesama itulah yang kita sebut cinta. Sikap sabar terhadap sesama atau cinta hanya mungkin ada jika kita memiliki kesabaran terhadap diri sendiri, yang kita namai harapan. Dalam hal ini, harapan merupakan kesabaran terhadap diri sendiri. Dalam menghadapi orang sakit kita butuh ketiganya. Sabar terhadap Tuhan yang kita sebut Iman. Sabar terhadap sesama yang kita namai cinta. Dan sabar terhadap diri sendiri yaitu harapan. Singkatnya: kesabaran merupakan sikap dasar etis menghadapi orang sakit. Iman, cinta dan harapan merupakan aspek yang sangat fundamental dari kesabaran.
Ignas Tari MSF
HIDUP NO.14 2019, 7 April 2019