Kembalikan Anak Saya

255
Fitri Nganthi Wani, putri Wiji Thukul –korban hilang–, membawakan musikalisasi puisi di Toba Dream Cafe, Sabtu, 6/4.
[HIDUP/Hermina Wulohering]

HIDUPKATOLIK.com – Peristiwa penghilangan 13 aktivis selama masa pemerintahan Orde Baru tidak bisa dilupakan oleh masyarakat, terutama keluarga korban. Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia bersama Partisipasi Indonesia dan This Play kembali menyuarakan keadilan melalui pertunjukan kesenian. Mengusung tema “Yang Muda Melawan Lupa”, acara yang dihadiri oleh belasan seniman Tanah Air itu berlangsung di Toba Dream Cafe, Jakarta Selatan, Sabtu, 6/4.

Selain pembacaan puisi dan musik, panitia juga menggelar pameran foto para aktivis korban penculikan. Salah satu korban penculikan, Mugiyanto, mengisahkan tragedi yang menimpanya pada 21 tahun silam itu. “Waktu itu malam sekitar pukul 19:30, tanggal 13 Maret 1998. Saya diculik oleh sekitar sepuluh orang ketika sedang berada di ruangan kontrakan saya,” kata Mugiyanto, mengenang.

Ia lalu dibawa ke tempat yang tak diketahuinya. Di sana, Mugiyanto diinterogasi dan dipukuli ketika jawabannya tak sesuai dengan yang diharapkan penculik. Setelah dua hari diculik tanpa kejelasan, ia kemudian dibawa ke tempat lain dengan mata tertutup. Ia juga tak mengenal orang yang membawanya.

Baru pada 6 Juni 1998, Mugiyanto dibebaskan pasca Presiden Soeharto lengser. Berbeda dengan Mugiyanto, Ucok Munandar Siahaan dan 12 orang lain tak diketahui keberadaan mereka hingga kini. “Saya berharap kepada pemerintah dan pihak yang terkait agar mengembalikan anak saya. Saya tidak tahu persis kenapa dia menjadi mahasiswa yang dihilangkan,” ungkap ayah Ucok, Paian Siahaan. Nama anak Ucok masih tercantum dalam Kartu Keluarga sampai sekarang.

Hermina Wulohering

HIDUP NO.16 2019, 21 April 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini