Mengasah Rasa Percaya Diri Anak

322
[klubwanita.com]

HIDUPKATOLIK.com – Pengasuh yang baik, anak laki-laki saya tak lama lagi akan masuk SMP. Ia sering merasa dan berkata tak mampu atas semua hal, padahal belum mencoba. Menurut saya, sebenarnya ia bisa atau mampu. Hanya saja ia enggan untuk mencoba. Selain itu, ia juga kerap mengeluh. Semua baginya menyedihkan, seolah hidup baginya tak ada yang enak untuk dinikmati. Bagaimana saya harus menghadapi buah hati saya?

Clara Leoni, Bandung

Ibu Clara terkasih, tiap orangtua berharap anaknya bisa tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan tegar, punya motivasi untuk maju dan berani menghadapi tekanan termasuk situasi kompetisi baik di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karena itu, saya memahami keprihatinan Ibu melihat ananda gampang menyerah sebelum mencoba, memandang sulit segala sesuatu, dan tak bahagia menjalani kehidupan.

Secara garis besar ada empat faktor penyebab anak tak percaya diri. Pertama, anak berada dalam masa peralihan dari kanak-kanak ke masa remaja. Periode remaja awal sering disebut sebagai masa storm and stress atau masa badai dan tekanan. Dalam masa ini terjadi perubahan baik secara biologis, sosio-emosional, maupun kognitif. Kondisi emosinya masih labil, namun di lain sisi anak sudah mulai dituntut oleh lingkungan untuk mulai meninggalkan perilaku kekanak-kanakan dan mengembangkan tanggung jawab.

Muncul juga tuntutan untuk membangun relasi diri yang lebih baik dengan diri sendiri. Dengan lebih mengenal diri sendiri harapannya akan muncul penerimaan diri. Penerimaan diri pertama kali dikembangkan dalam keluarga. Kadang remaja ingin mendengar kata-kata pujian atau perhatian dari orangtuanya.

Body image (citra diri) berperan penting bagi remaja, terkait dengan seberapa jauh anak merasa puas dengan tubuhnya dan tampilan fisik secara keseluruhan. Citra diri yang positif akan mendorong munculnya penerimaan diri. Beberapa penelitian menunjukkan ada hubungan antara citra diri dengan kepercayaan diri. Semakin seseorang merasa puas terhadap kondisi tubuh dan tampilan fisiknya maka kepercayaan dirinya semakin tinggi.

Kedua, pengalaman kegagalan berulang. Prestasi yang kurang memuaskan di sekolah, juga kurangnya ketrampilan dalam bidang nonakademik akan melemahkan motivasi dan rasa percaya diri. Kegagalan bisa disebabkan banyak hal, antara lain anak atau orangtua menetapkan target yang terlalu tinggi sehingga sulit untuk diraih dan kurangnya usaha atau kompetisi yang terlalu tinggi. Akibatnya, anak minim memiliki pengalaman sukses dalam hidupnya.

Ketiga, kegagalan dalam menjalin relasi dengan teman sebaya. Anak yang kurang populer di kelas, tak punya teman dan cenderung dihindari mengakibatkan anak merasa tak bahagia. Bagi seorang remaja, teman memiliki arti yang sangat penting. Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh teman sebayanya. Pandangan teman terhadap dirinya memegang peranan penting terhadap munculnya rasa percaya diri.

Keempat, anak kurang terampil dalam memecahkan masalah. Mungkin selama ini anak terlalu banyak dibantu dalam memecahkan masalahnya sehingga kurang bersikap proaktif, kurang berani, dan lebih bersikap menunggu bantuan orang lain. Di samping itu, ada ketakutan untuk melakukan kesalahan sehingga enggan untuk mencoba.

Dengan mencermati keempat faktor di atas maka ada beberapa saran praktis, yaitu: mengajak anak bicara untuk mengetahui penyebab, tak melontarkan kata-kata negatif yang dapat menurunkan rasa percaya dirinya. Mengajarkan cara menyelesaikan masalah dan membiarkan mereka untuk mengambil keputusannya sendiri.

Orangtua fokus pada kelebihan anak, menghargai ide mereka untuk berpendapat. Dorong anak untuk memiliki cita-cita serta cara menggapai mimpi tersebut. Lebih menguatkan peran figur ayah agar semakin menguatkan karakter anak laki-laki terutama untuk menguasai keterampilan hidup.

Pengalaman sukses sangat dibutuhkan agar muncul motivasi. Selain itu, perlu juga mengembangkan citra diri yang lebih positif yang tak hanya menngutamakan unsur fisik namun juga potensi lain seperti keramahan, kepedulian, kejujuran, kebaikan hati, dan prestasi. Bila prestasi belajarnya kurang memuaskan maka perlu upaya untuk meningkatkan dengan bimbingan dan pendampingan belajar yang lebih intens dan menganalisa letak kesulitan.

Praharesti Eriany

HIDUP NO.13 2019, 31 Maret 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini