Bermula dari Undangan

806
Pastor Diego van de Diggelaar (kedua dari kanan) dan Pastor Buchardus van de Weijden di tempat karya mereka di Pulau Samosir.
[Repro.HIDUP/ Antonius E. Sugiyanto]

HIDUPKATOLIK.com – Pertengahan Mei 1935 tercatat sebagai awal mula masuknya kekatolikan di Pulau Samosir. Saat itulah, Pastor Sybrandus van Rossum menyeberang dari tempat tugasnya di Balige ke Nainggolan. Perjalanannya itu terjadi karena permintaan Jamauli Lumbanraja yang saat itu sudah resmi diterima dalam Gereja Katolik.

Saat tiba di Nainggolan, Pastor Sybrandus telah dijemput Jamauli, dan dibawa ke Sipinggan-Harian. Betapa kagetnya ia saat melihat begitu banyak umat yang telah menunggu pastor. Kisah ini sama seperti yang dituturkan dalam buku Pendirian, Pertumbuhan, dan Kehidupan Paroki Pangururan karya Pastor Leo Joosten OFMCap. Pada waktu itu, di bawah Kepala Kampung Op Dalam Siringoringo, dua puluh keluarga mendaftar untuk menjadi Katolik.

Pada kunjungan kedua, Pastor Sybrandus pergi ke Sipinggan dan kemudian melanjutkan ke Palipi. Ia sontak melihat begitu besar antusias umat untuk menjadi Katolik. Di Palipi, ada juga umat dari Sipuli dan Batujagar yang datang meminta dibaptis. Sejak saat itu, umat Katolik berkembang cukup menggembirakan. Hal inilah yang mendorong Vikaris Apostolik Padang Mgr Matthias Brans OFMCap mengunjungi Samosir pada 8 November 1935. Saat itu, misi di daerah Balige dan Samosir memang masih berada dalam wilayah pastoral Vikariat Padang.

Setelah kunjungan itu, Mgr Brans menilai, perlu ada seorang imam yang mulai menetap di Samosir. Ia lalu mengutus Pastor Diego van de Diggelaar, yang kemudian dikenal sebagai Opung Bornok, untuk menetap di Samosir. Imam yang fasih berbahasa Batak ini pun mulai menetap di sana pada 1 April 1936.

Begitulah, Gereja yang bermula dari undangan seorang mantan guru Zending, Jamaulin, kini telah berkembang menjadi empat paroki di Pulau Samosir. Iman Katolik dapat berkembang dan diterima karena kemampuannya berdialog dengan budaya dan kearifan lokal Batak.

Antonius E. Sugiyanto (Samosir)

HIDUP NO.13 2019, 31 Maret 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini