HIDUPKATOLIK.com – TIAP tahun Gereja di beberapa tempat di dunia mengalami pengalaman teraniaya. Tahun 2015, sebanyak 22 pelayan pastoral wafat di medan karya. Agenzia Fides mencatat, jumlah ini sama dengan yang terjadi selama tahun 2013.
Tragedi pembunuhan para pelayan pastoral ini terjadi di empat benua. Amerika–terutama Amerika Latin–menempati urutan tertinggi jumlah pelayan pastoral yang dibunuh selama tujuh tahun terakhir. Tahun 2015, sebanyak tujuh imam dan seorang suster dibunuh di benua tersebut.
Sementara itu, Asia menempati urutan kedua dengan tujuh orang dibunuh. Mereka terdiri dari seorang imam, dua suster, dan empat awam. Posisi berikutnya ditempati Afrika, yakni tiga imam, seorang suster, dan seorang katekis. Yang terakhir adalah Eropa dengan kasus pembunuhan dua imam. Jadi selama tahun 2015, sudah 13 imam dibunuh dengan empat suster dan lima awam.
Kebanyakan kasus pembunuhan para pelayan pastoral ini terjadi dalam kasus-kasus perampokan. Hanya sedikit kasus yang murni penganiayaan dan pembunuhan. Namun banyak orang menilai, kasus perampokan hanyalah bungkus belaka. Para pelayan yang dibunuh merasul di tengah konteks sosial yang biasanya sedang dilanda persoalan, baik kemiskinan, penindasan, keterbelakangan maupun ketidakadilan. Mereka menjadi pelayan Gereja, membantu orang kecil, membela orang tertindas mengurusi yatim piatu dan korban narkoba, dll. Disinyalir, karena karya-karya itulah, mereka mengalami intimidasi, teror hingga harus kehilangan nyawa –bahkan dibunuh bersama orang yang mereka layani.
Menanggapi pembunuhan para pelayan pastoral ini, dalam salah satu Renungan Doa Angelus, Paus Fransiskus mengatakan, “Kemarin, seperti hari ini, terus muncul kegelapan dengan menolak kehidupan. Tapi sinar yang masih kuat adalah cahaya cinta yang mengalahkan kebencian dan menciptakan dunia baru.â€
R.B.E. Agung Nugroho