Mewariskan Air yang Berkualitas

196
Pastor Andre Bisa OFM (kanan) memberkati sumber air di Kecamatan Cibal Barat, Manggarai, NTT.
[NN/Dok.Pribadi]

HIDUPKATOLIK.com – Dewasa ini kualitas air sebagai sumber kehidupan tidak lagi menjadi prioritas utama. Di beberapa keuskupan, gerakan merawat kualitas air semakin nampak.

“Tuhan, tuntunlah kami menjadi manusia yang lebih baik dalam mengelola sumber daya yang terbatas.” Begitu bunyi doa yang diucapkan Paus Fransiskus pada peringatan Hari Air Sedunia di Roma, Italia, 22/3.

Doa ini, bagi Paus Fransiskus menjadi ungkapan iman kepada dunia, di mana saat ini seluruh benua mengalami krisis air. Hasil penelitian Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun 2017, mendapatkan bahwa dewasa ini dunia dalam bahaya krisis air global. Hampir 40 persen populasi dunia mengalami kelangkaan air. Diramalkan juga, bahwa di tahun 2030, sekitar 700 juta orang akan mengalami kelangkaan air.

Aksi Nyata
Sejalan dengan ini beberapa keuskupan di Indonesia melihat pentingnya aksi nyata dalam merawat sumber daya air. Di Keuskupan Bogor, Aksi Puasa Pembangunan 2019 mengangkat tema “Air yang Berkualitas, Cermin Hidup Kristiani yang Berkualitas”. Tema ini mengajak umat agar terus mengolah kualitas hidup, khususnya dengan merawat sumber air. “Sebab saat ini, harus disadari terciptanya air yang berkualitas sangat sulit. Mutu air yang berkualitas itu sudah tercemar, berbau, berasa, dan berwarna. Ini sebuah keprihatinan yang akhirnya membuat Keuskupan Bogor mengambil tema ini,” ujar Pastor Agustinus Suyatno, Kepala Paroki Keluarga Kudus Cibinong, Sabtu, 23/3.

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan, air bersih harus dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Produk hukum untuk menerjemahkannya pun ada. Misalnya UU No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.

Masyarakat, akademisi, swasta, dan Gereja diminta ikut menjaga kelestarian air. Salah satunya dilaksanakan oleh Ekopastoral Fransiskan. Lembaga di bawah pusat pelayanan ekologis Justice, Peace and Integrity of Cretaion (JPIC) OFM Indonesia ini telah lama memberi perhatian pada pelestarian sumber air di Pagal, Manggarai, Nusa tenggara Timur (NTT), Keuskupan Ruteng.

Pimpinan Ekopastoral Pastor Andre Bisa OFM mengatakan, tahun 2019 ini, Ekopastoral OFM melanjutkan usaha pelestarian sumber air ini dengan bekerjasama dengan Kecamatan Cibal Barat, Manggarai. Usaha ini juga melibatkan berbagai organisasi seperti Kepolisian, Kepala Desa, UPT se-Kecamatan Cibal Barat, Pendampingan PKH, dan komunitas Pemuda Pencinta Alam Cibal Barat.

Mereka melakukan animasi seperti penanaman nilai ekologis, kultural, dan spiritual terkait peran vital air bagi kehidupan. Selain itu, ada konservasi dengan pola bioteknis dan biofisik. “Pada pola konservasi bioteknis, Ekopastoral menyediakan 225 pohon konservasi seperti PohonMani’i, Gayam, Beringin, Ratung, Sita, Ara, serta beberapa jenis pohon buah-buahan lainnya,” ujar Pastor Andre.

Pastor Andre menambahkan, yang perlu diperjuangkan dari kerja sama ini adalah memberi kesaksian kepada umat akan tanggungjawab manusia dalam menjaga dan melestarikan saudari Ibu Pertiwi ini. “Kita perlu mewariskan mata air dan bukan air mata bagi anak cucu kita kelak,” ujar Pastor Andre.

Di Keuskupan Purwokerto pendalaman APP terkait merawat ekologi juga menjadi perhatian utama tahun ini. Tema APP yang diangkat adalah “Literasi Ekologi”. Ketua APP Keuskupan Purwokerto Pastor Stef Heriyanto mengatakan, berbicara ekologi, maka unsur air tak bisa dilepaskan. Keuskupan Purwokerto merasa perlu berbicara soal ekologi agar menjadi perhatian semua. “Kita perlu melatih diri untuk merawat alam sekitar kita agar bisa berguna untuk kita sendiri,” ujarnya.

Yusti H. Wuarmanuk
Laporan: Angelus Kabe (Manggarai)/Lukas Moris (Cibinong)

HIDUP NO.13 2019, 31 Maret 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini