Dahsyatnya Perkataan dan Pesan Yesus

433

HIDUPKATOLIK.comMinggu 7 April 2019, Minggu Prapaskah V: Yes 43:16-21; Mzm 126:1-2ab, 2cd, 3, 4-5, 6; Flp 3:8-14; Yoh 8:1-11.

“Memahami juga berarti memberi kesempatan untuk memperbaiki dan memperbaharui diri agar tidak tinggal dalam situasi lama”

KISAH perjumpaan seorang wanita yang digelandang oleh para ahli Taurat dan orang Farisi yang meminta dukungan Yesus agar wanita itu dilempari batu sesuai dengan hukum Taurat, menggambarkan perjumpaan seorang pendosa dan pengampun yang sikapnya sungguh diluar perhitungan para ahli Taurat dan kaum Farisi itu.

Mereka mengharapkan dukungan Yesus atas rencana itu, tetapi yang mereka terima adalah pelajaran yang amat mendasar. “Barang siapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama kali melemparkan batu kepada perempuan ini”.

Perkataan itu singkat, tetapi memiliki kekuatan dahsyat. Alasan merajam yang semula kuat karena didukung hukum Taurat kini dipatahkan. Tidak hanya sampai di situ, jawaban Yesus memberi pelajaran dan pesan yang amat mendasar.

Yesus mengingatkan bahwa tidak seorang pun luput dari kesalahan dan dosa. Pelajaran lain yang disampaikan oleh Yesus adalah tidak seorang pun berhak mengadili dan menghukum sesama, karena setiap orang pernah berbuat dosa atau melakukan kesalahan.

Usai ditinggalkan oleh mereka yang mengadili, perempuan itu tetap tinggal bersama Yesus dan tidak segera pergi. Ternyata pilihan sikap itu tepat. Ia mendapat kata-kata dan pesan yang dahsyat, “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai sekarang”.

Memang tidak ada pengakuan dari perempuan itu, tetapi kata-kata Yesus menegaskan, bahwa ia telah berbuat dosa. Sebenarnya pengakuan berdosa atau bersalah saja sudah merupakan modal yang baik untuk bertumbuh, karena selain menumbuhkan sikap rendah hati, juga tahu apa yang perlu diperbaiki di kemudian hari.

Mengaku diri berdosa dan bersalah sebenarnya tidak perlu disuruh atau dipaksa, karena merupakan kesadaran dan pengenalan diri yang benar. Jika modal itu dilengkapi dengan niat dan usaha kuat untuk memperbaikinya, akan membuahkan perkembangan diri yang pasti berpengaruh baik dalam sikap dan tindakan terhadap sesama.

Sikap rendah hati, selain menghilangkan sikap merasa paling baik dari yang lain, juga menggerus sikap merendahkan sesama dan mengembangkan sikap mengerti dan memahami.

Jikalau sikap mengerti dan memahami sesama yang berbuat salah makin berkembang, tidaklah sulit untuk memaafkan sesama dan sekaligus menyuburkan kesabaran. Sikap memahami dan mengerti telah diteladankan oleh Yesus.

Memahami berarti bisa mengerti bahwa manusia, siapapun itu, tidak luput dari dosa dan kesalahan. Namun, memahami bukan berarti menganggap bahwa tindakan salah dan dosa itu dianggap tidak pernah terjadi dan tidak ada masalah.

Perkataan Yesus bahwa ia tidak boleh berbuat dosa lagi menyatakan dengan tegas, perbuatan zinah dan tindakan dosa lainnya itu benar berdosa. Memahami juga berarti memberi kesempatan untuk memperbaiki dan memperbaharui diri agar tidak tinggal dalam situasi lama.

Seandainya hukuman rajam dilaksanakan, kesempatan untuk berkembang bagi wanita itu tertutup dan hilang. Maka menghakimi berarti mempersempit kemungkinan berkembang dan bahkan menutup kesempatan.

Penghakiman juga melemahkan semangat dan niat untuk memperbaki. Sebaliknya, ketika merasa dipahami, apalagi diampuni, niat dan semangat untuk berkembang akan menguat. Perempuan itu sekaligus mengakui, Yesus memiliki kuasa mengampuni dosa.

Salah satu ajakan selama masa Pra-Paskah ini adalah membangun sikap untuk tidak mudah mengadili sesama, karena tidak seorang pun luput dari dosa dan kesalahan. Sebaliknya, kita diajak untuk membangun sikap rendah hati di hadapan Tuhan dan sesama.

Dengan demikian, tidak ada ketakutan untuk datang kepada Tuhan untuk mengaku diri berdosa dan mohon ampun, karena percaya bahwa Tuhan sungguh memahami dan mengerti. Sikap rendah hati merupakan modal dan sekaligus dorongan kuat untuk berani mengakui kesalahan di hadapan sesama dan meminta maaf.

Selain itu, kita diajak untuk belajar memahami sesama seperti Yesus dan diajak untuk memaafkan sesama yang bersalah kepada kita.

Memaafkan itu memiliki kekuatan besar. Selain memberi kesempatan bagi sesama untuk berkembang, juga menjadi pupuk demi suburnya sikap belas kasih. Dampak memaafkan sesama bukan hanya pemulihan relasi dengan sesama yang pulih, tetapi relasi dengan Tuhan pun berkembang.

 

Mgr Yustinus Harjosusanto MSF
Uskup Agung Samarinda

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini