Teguran yang Menyelamatkan

745

HIDUPKATOLIK.COMMinggu, 24 Maret 2019, Minggu Prapaskah III Kel 3:1-8a, 13-15; Mzm 103: 1-2, 3-4, 6-7,8, 11; 1 Kor 10:1-6, 10-12; Luk 13:1-9

“orang yang tidak mau bertobat akan mengalami banyak penderitaan, malapetaka, dan kesengsaraan”

SAUDARA-saudari yang terkasih, pada hari ini kita memasuki minggu Prapaskah yang ketiga. Di masa Prapaskah ini, firman Tuhan menyapa kita agar berani untuk mengambil sikap tobat. Keberanian untuk bertobat menunjukkan bahwa kita sungguh mempersiapkan diri untuk menderita dan bangkit bersama Kristus.

Masa Prapaskah sebagai kesempatan untuk bertobat sebagaimana diungkapkan dalam bacaan pertama dari Kitab Keluaran. Kesempatan ini merupakan saat di mana umat Israel berbalik kepada Yahwe. Karena iman dan harapan mereka hanya berpaut kepada Yahwe maka mereka mendapat kesempatan untuk dibebaskan dari situasi perbudakan.

Dalam perjumpaan dengan Musa, Yahwe secara tegas menyampaikan alasan yang mendasar mengapa umat Israel memperoleh jalan pembebasan, yakni karena Yahwe telah mendengar doa-doa mereka. “Aku telah mendengar seruan-seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka dan Aku mengetahui penderitaan mereka, sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir” (Kel. 3:7-8).

Pada bacaan kedua, kita mendengar ulasan Rasul Paulus berupa peringatan kepada bangsa Israel. Rasul Paulus menuliskan kembali kisah tentang kehidupan Bangsa Israel di padang gurun. Mereka telah memperoleh rahmat pembebasan dari situasi perbudakan namun mereka kembali melakukan kejahatan.

Oleh karena itu, Allah memberikan peringatan dan menjatuhkan hukuman kepada mereka. “Semuanya ini terjadi supaya menjadi contoh bagi kita, untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan ha-hal yang jahat sebagaimana mereka perbuat” (1 Kor 10:6). Allah memberikan peringatan agar umat-Nya dapat bertobat.

Di sini tujuan yang paling utama dari tindakan ilahi ini, yakni kehendak untuk bertobat. Pengalaman bangsa Israel di padang gurun menunjukkan bahwa Allah bukanlah Allah yang menghakimi melainkan Allah yang selalu berusaha menyelamatkan manusia.

Masih dalam nuasa peringatan, Penginjil Lukas menuliskan tentang tanggapan Yesus atas peristiwa hukuman yang ditimpahkan Pilatus kepada orang-orang Galilea dan penegasan terhadap tanggapan ini dalam bentuk perumpamaan pohon ara yang tidak berbuah.

Tanggapan Yesus sesungguhnya merupakan suatu bentuk teguran. Teguran yang menyelamatkan. Teguran tersebut dialamatkan kepada orang-orang yang tidak mau bertobat yang akan mengalami situasi yang sama dengan orang-orang Galilea yang dihukum oleh Pilatus.

Memang realitas penderitaan, kesengsaraan, malapetaka, dan dosa selalu ada dalam kehidupan manusia. Tetapi tidak serta merta kita dapat menghubungkan dengan mudah antara dosa dan penderitaan, demikian pun malapetaka dan dosa.

Karena belas kasih Allah yang melimpah, maka manusia mendapat peringatan agar bertobat dan inilah kesempatan yang baik untuk memperbaharui diri. Untuk mereka yang tidak mau bertobat; kematian orang-orang Galilea merupakan gambaran atas kematian mereka kelak.

Dengan kata lain, orang yang tidak mau bertobat akan mengalami banyak penderitaan, malapetaka, dan kesengsaraan. Bertobat sebagai tindakan iman untuk mengalami kebahagiaan, ketenteraman, dan pembebasan.

Selanjutnya, perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah. Kisah ini merupakan gambaran kerahiman Allah yang selalu bersabar dan memberikan kesempatan untuk bertobat serta memperbaharui diri.

Allah bukanlah Allah yang suka menghukum, memotong, memangkas dan membinasakan, melainkan Allah yang Maha Bijaksana, menghidupkan, dan membangkitkan. Perumpamaan ini meski nampak sangat sederhana namun memberikan makna yang luar biasa mengenai anugerah pertobatan dalam kehidupan seorang beriman.

Bertobat berarti berubah dan berubah berarti berbuah. Suatu pertobatan dianggap sebagai pertobatan yang sia-sia jika pertobatan itu tidak menghasilkan buah. Perumpamaan ini sekaligus sebagai ajakkan untuk memberikan kesempatan kedua kepada orang lain yang sudah bertobat. Hanya dengan pertobatan kita dapat mewujudkan perdamaian.

Mari bersama kita renungkan pembebasan yang diberikan Allah, teguran Alah agar bertobat, dan kesempatan istimewa dari Allah dalam ruang pertobatan. Allah tidak membiarkan kita tinggal dalam dosa dan penderitaan.

 

 

Mgr Edwaldus Martinus Sedu
Uskup Maumere

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini