HIDUPKATOLIK.com – Pastor, teman saya pernah sharing tentang pengalaman selalu mendapat hukuman dari ayahnya. Ia terbiasa dipukul rotan hingga di tubuhnya terdapat bekas rotan. Menurut ayahnya itu wajar dilakukan karena sesuai dengan isi Alkitab. Amsal 23:13-14 misalnya, ”Jangan menolak didikan dari anakmu; ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan tetapi engkau menyelamatkan nyawanya.” Hal yang sama juga terdapat dalam 2 Sam 7:14. Yesus juga pernah memakai cambuk (Yoh 2:15). Bagaimana pendapat, Pastor?
Marselinus, Bandung, Jawa Barat
Pertanyaan ini menarik sekali. Tentu pengalaman teman itu terasa menyakitkan, apalagi bila rotan sampai membekas di tubuhnya. Seringkali perlakuan itu juga bisa membawa luka batin yang mendalam.
Di lain pihak mendidik anak memang bukan perkara mudah. Baik zaman dulu maupun zaman sekarang, kesulitan selalu ada, apalagi seringkali kenakalan anak ada-ada saja. Kadang-kadang orang tua sampai kehabisan akal untuk mengarahkan anak-anaknya. Tak heran cara-cara yang lebih keras sering terpaksa digunakan.
Ayat yang anda kutip bisa diterjemahkan demikian: “Jangan tahan-tahan mengoreksi (kesalahan) anakmu. Ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan tetapi engkau menyelamatkan nyawanya.” Jadi konteksnya adalah nasehat pada orangtua, supaya jangan ragu bertindak tegas pada anak-anaknya, bila melihat mereka berbuat kesalahan. Orangtua harus berani menegur demi keselamatan anaknya.
Mengapa demikian? Karena ada sikap permisif di hadapan godaan yang sangat besar untuk meninggalkan iman dan keutamaan moral. Apalagi, banyak orangtua sendiri sudah menjadi ragu-ragu dan tak peduli terhadap masa depan anak mereka. Akibatnya iman dan moral anak bisa hancur, tidak tahu dosa dan tersesat. Terhadap situasi itu, bahkan dalam Perjanjian baru pun, Allah tidak rela. Maka nasehat Amsal itu diulangi: “Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak” (Ibr. 12:6-7). Kombinasi keras dan kasih ini kiranya penting diperhatikan, dan menjadi jalan untuk memahami ayat sesudahnya: engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan jiwanya (Ams. 23).
Apakah rotan harus dimengerti secara harafiah? Tentu tidak harus demikian. Rotan melambangkan ketegasan. Pastilah teguran tegas akan menyakitkan, bahkan orangtua sendiri akan merasa tidak tega. Tapi ketegasan dan kejelasan itu harus nampak dalam setiap didikan orang tua. Ada yang boleh, ada yang tidak boleh! Ada yang dilarang, ada yang dianjurkan dan didorong. Motivasi utamanya adalah kasih, dan kasih juga berkaitan dengan kekuatan dan ketertiban (bdk. 2Tim. 1:7). Orangtua yang baik akan mengantar anak sampai pada pilihan yang baik dan dengan demikian mereka dapat menyelamatkan jiwa anak-anaknya.
Selain itu, rotan dan cambuk tidak boleh dilihat sebagai satu-satunya cara yang dianjurkan oleh Kitab Suci. Cara Maria menegur Yesus (Luk. 2:48) misalnya, dapat dijadikan salah satu contoh yang lain. Sikap Bapa berbelaskasih dalam kisah anak yang hilang juga bisa memberi inspirasi untuk mengampuni anaknya yang bandel (Luk 15). Sebenarnya Kitab Amsal sendiri harus dilihat sebagai buku kumpulan nasehat seorang ayah kepada anaknya. Memberi nasehat adalah salah satu cara pendidikan yang paling baik, karena nasehat membuka wawasan akan nilai dan kebijaksanaan. Nasehat mengandaikan hubungan yang akrab dan hangat antara ayah dan anak, yang menjadi syarat agar nasehat itu diterima dengan tenang dan gembira. Nasehat yang bijaksana membuka hati, dan mencegah pelanggaran.
Gregorius Hertanto MSC
HIDUP NO.07 2019, 17 Februari 2019