HIDUPKATOLIK.com – Minggu 17 Maret 2019, Minggu Pra-Paskah II : Kej 15:5-12.17-18; Fil 3: 17-4:1;Mzm 27;1,7-8, 8-9, 13-14; Luk 9:28b – 36
“Sang Guru yang kita ikuti, bersedia menerima dan mengalami salib dan penderitaan itu, agar dapat melayani rencana kehendak Bapa…”
DI daerah Melanesia dan juga Micronesia didapati sejumlah masyarakat penganut paham “Cargo Cult”. Di beberapa wilayah Papua, praktik “Cargo Cult” ini masih ditemukan sampai beberapa tahun lalu.
Cargo cult adalah sebuah kepercayaan bahwa pada suatu waktu akan terjadi sebuah perubahan besar di dalam masyarakat yang membawa mereka kepada kemakmuran. Munculnya kepercayaan Ini berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.
Datangnya orang-orang luar yang membawa pelbagai macam barang seperti makanan dan minuman kaleng. Misalnya oleh para misionaris, atau kaum pedagang, atau sebuah pesawat terbang yang mendarat di daerah itu, mengagetkan dan membuat orang kagum.
Kemunculan-kemunculan itu mengantar masyarakat pada pemikiran-pemikiran, bahwa pada suatu waktu akan muncul secara ajaib, barang-barang seperti itu. Bila misionaris pindah ke tempat lain, maka barang-barang itu tidak muncul lagi.
Setelahnya, akan dilakukan ritual khusus agar barang-barang itu segera muncul kembali. Tentu saja kerinduan itu tidak akan terwujud bila hanya menggantungkan kepada kepercayaan seperti itu.
Kita bukan penganut “Cargo Cult” seperti tersebut di atas. Walau demikian, kita merindukan adanya sebuah perubahan kehidupan, baik secara pribadi maupun bersama. Mungkin tidak mengharapkan datangnya sebuah keadaan secara ajaib, seperti terjadi pada penganut “Cargo Cult”.
Tetapi, dalam benak kita ada angan-angan akan terjadinya keadaan yang lebih baik. Namun bisa terjadi perubahan yang kita inginkan itu tidak kunjung datang. Kita kurang menyadari bahwa perubahan yang kita inginkan membutuhkan kerja keras. Perubahan mengharuskan kita bersusah payah, komitmen yang tinggi, kerjasama, ketekunan bahkan pengorbanan.
Dalam Injil Minggu ini, Lukas memberi penerangan dan pencerahan. Yesus naik gunung bersama Yakobus, Andreas dan Yohanes. Mereka diajak berdoa. Di atas gunung, wajah Yesus berubah, pakaianNya menjadi putih dan berkilau. Sementara itu, Yesus terlihat bercakap-cakap dengan Musa dan Elia.
Musa tokoh dalam Kitab Taurat dan Elia mewakili tokoh dari para nabi. Mereka diselimuti kemuliaan Ilahi yang menandakan mereka adalah tokoh-tokoh surgawi. Mereka bercakapcakap mengenai tujuan perjalanan Yesus ke Yerusalem.
Perjalanan itu menggenapi rencana penyelamatan dari Allah. Ini adalah percakapan penting: yakni perjalanan salib Yesus. Dalam kemuliaan Yesus termuat juga penderitaan yang mesti dialami. Selain dinubuatkan para nabi bahwa Mesias harus menderita, Yesus juga beberapa kali berbicara tentang penderitaan ini.
Ia akan ditolak, bahkan dibunuh. Sayang, bagian percakapan ini tidak didengarkan ketiga murid Yesus. Mereka tertidur, padahal bagian ini mesti didengarkan oleh para murid. Hanya demikian, peristiwa kemuliaan yang disaksikan di gunung itu, akan dipahami secara utuh.
Misteri di Gunung: misteri hidup Yesus yang mulia tetapi juga yang menderita. Siapa saja yang mau mengikuti Dia sebagai muridNya, hidupnya akan memuat dua unsur yang tak terpisahkan, hidup mulia bersama Kristus dan menderita bersama Dia.
Sang Guru yang kita ikuti, bersedia menerima dan mengalami salib dan penderitaan itu, agar dapat melayani rencana kehendak Bapa: menyelamatkan semua bangsa manusia. Penderitaan bagi Yesus bukan gangguan dan hambatan, tetapi menjadi tanda ketaatanNya kepada kehendak Bapa.
Ini sebuah persembahan kasih yang utuh bagi Bapa dan bagi sesama manusia. Ketiga murid dan kita disadarkan untuk mengubah cara berpikir, bahwa penderitaan bukan sebuah gangguan, hambatan, yang harus dihindari, tetapi sebagai keikutsertaan kita akan penderitaan Yesus Kristus.
Sikap ini akan membantu kita untuk menghadapi pelbagai bentuk penderitaan atau kesulitan yang ada di depan kita. Dalam kesatuan dengan Kristus yang menderita kita boleh berharap menjadi orang yang lebih tegar, sabar, dan tetap mempunyai harapan menghadapi kesulitan dan penderitaan yang ada pada kita.
Mgr Aloysius Murwito OFM
Uskup Agats-Asmat