Beato Mariano Mullerat i Soldevila (1897 – 1936) : Misi Iman, Dokter Papa

264
Beata Mariano Mullerat i Soldevila bersama sang isteri Dolores Sans i Bové.
[diesmire.org]

HIDUPKATOLIK.com – Kesetiaannya membantu orang miskin lewat pelayanan medis dan pastoral membuat dirinya disebut pahlawan bagi masyarakat Catalonia, Spanyol.

Saat menjadi wali kota Arbec, Spanyol antara tahun 1924-1930, Mariano Mullerat i Soldevila berjasa mengubah kualitas moral penduduknya. Ia memberi perhatian pada kehidupan keagamaan yang sebelumnya ditinggalkan oleh sebagian warga. Pelan namun pasti, orang kembali ke gereja, memenuhi bangku-bangku yang sebelumnya kosong.

Dengan jabatannya ini, Mariano tidak saja memperhatikan pembangunan fisik kota yang dipimpinnya. Dalam keyakinannya, pembangunan manusia lebih penting. Untuk itu, ia berusaha mendorong penduduknya untuk kembali ke Gereja.

Namun perjuangannya membangun iman masyarakat yang diinisiasi Mariano, tidak didukung oleh semua orang. Naas, perlawanan justru berasal dari Francisco Paulino Hermenegildo Teódulo Franco Bahamonde Salgado Pardo (1892-1975) atau Jenderal Franco. Penguasa Spanyol itu melakukan diskriminasi kepada bangsa Catalonia, yang kental dengan iman tradisional.

Belajar Medis
Semasa hidupnya, Mariano hidup dalam pergantian antara era pemerintahan diktator menjadi pemerintahan bebas. Pada masa ini, di Spanyol terdapat sejuta ekspresi Kekristenan yang beragam. Sebagai orang Katolik tradisional, ia melihat ada beberapa opsi tentang kepercayaan kepada Tuhan di Spanyol. Baginya, iman adalah ekspresi kebebasan orang kepada Tuhan tetapi harus berdasarkan ketaatan.

Berkaca dari pengalaman, ketaatan hidup ini dapatkan Mariano dari kedua orangtuanya, Ramón Mullerat i Segura dan Bonaventura Soldevila i Calvis. Meski kebersamaan Mariano dengan sang ibu tidak berlangsung lama, karena meninggal saat Mariano masih berumur 5 tahun, namun disiplin yang ditanamkan Ramón akhirnya berbuah menjadi ketaatan yang menjadi salah satu pegangan di masa ia dewasa.

Di masa kecilnya, Ramón benar-benar setia mendidik Mariano dan saudara-saudarinya: Josep Mullerat i Soldevila, Joan Mullerat i Soldevila, dan Ricard Mullerat i Soldevila. Tabiat baik sang ayah turun kepada Mariano. Ia selalu menunjukkan belarasa kepada mereka yang menderita. Demi membantu masyarakat kecil, pria kelahiran Santa Colonna de Queralt, Tarragona, Spanyol, 24 Maret 1897 ini ingin menjadi dokter saat ia dewasa.

Mariano menghabiskan masa kecilnya dengan bersekolah di Sekolah Dasar San Pedro Apóstol, Tarragona dan lulus tahun 1910. Ia lalu melanjutkan ke Hijos de la Sagrada Familia, Tarragona. Pada saat ini, ia sudah menunjukkan keseriusannya pada dunia medis. Ia pun melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedoteran Universitas Barcelona setelah lulus. Pada tahun 1914, ia menyelesaikan pendidikan medis.

Tidak hanya komitmen pada dunia medis yang berkembang dalam diri Mariano. Kualitas imannya pun semakin bertambah. Pada masa ini, ia memberi menunjukkan kesaksian iman dengan partisipasinya dalam kerasulan awam di kampusnya.

Setelah bekerja menjadi dokter, Mariano berusaha mewujudkan iman dalam ungkapan kasih kepada sesama. Baginya, materi tidak menjadi pengahalang orang miskin mendapatkan perawatan. Untuk itu dalam pengobatan, Mariano tak mematok harga khusus. Ia bisa menerima bayaran dengan sereal, pir, apel, minyak zaitun, atau persik sebagai ganti uang.

Pada 14 Januari 1922, dia menikah dengan Dolores Sans i Bové di Arbeca, (Lleida), Catalonia, Spanyol. Dari pernikahan ini, ia dikarunia lima anak. Demi menuntaskan cita-citanya, Mariano membuka praktik di desa Arbeca. Ia ingin membantu masyarakat kecil yang susah mendapatkan akses kesehatan karena otoritas Franco bagi masyarakat Catalonia.

Dokter Mariano sangat mencintai profesinya. Dia senang membantu orang-orang kecil yang sakit. Kerap kali, ia mengambil peran para pastor memberikan Sakramen Minyak Suci kepada orang dalam sakratul maut. Banyak orang meninggal dengan senyum kebahagiaan berkat doa-doa sang dokter.

Pahlawan Catalonia
Dari waktu ke waktu, rasanya dunia medis akan terus menjadi hidup Mariano sepanjang hayatnya. Namun, karena landasan kepedulian, ia akhirnya memutuskan untuk berbuat lebih. Pada tahun 1924, ia diberi tanggung jawab untuk menjadi Walikota Arbec. Meski sebagai aparatur negara, ia tak pernah lupa tugas utamanya membantu dan melayani orang sakit. Aktivitas menjadi katekis awam pun masih setia ia jalani.

Saat inilah Mariano berkesempatan membangun kotanya tidak hanya dari segi fisik, namun juga dari sisi rohani. Ia mendorong warganya untuk kembali ke Gereja. dengan itu, kualitas iman masyarakat Arbec pun semakin berkembang.

Tak hanya itu, Mariano juga tak jenuh mempromosikan budaya lokal, sastra, dan seni masyarakat Arbeca. Sebagai bentuk apresiasi terhadap budaya, ia mendirikan jurnal lokal yang disebut 1’Ecut (1923-1926). Jurnal ini akhirnya menjadi media pewartaan bagi masyarakat Catalonia. Mariano menyelesaikan tugasnya sebagai wali kota Arbec pada tahun 1930.

Setelah menanggalkan jabatannya sebagai wali kota, Mariano menghadapi sebuah kenyataan yang menyesakkan. Pada Oktober 1936, lahirlah revolusi yang ditawarkan Franco. Seketika, Spanyol berubah menjadi negara yang dipimpin seorang jenderal otoriter. Kehadiran Franco, mengakibatkan bangsa Catalonia tersingkir. Sejarawan Spanyol Paul Preston dalam buku biografi Franco membeberkan, bahwa sang jenderal adalah penguasa yang “haus darah”. Bagi masyarakat Catalonia yang kebanyakan orang Katolik tradisional, Franco adalah seorang yang picik dan licik. Mereka tidak menaruh respek terhadap Franco. Tahun 1939, semua institusi pemerintahan Catalonia dihapus.

Mariano tak ingin otoritas Franco mengusik perjuangannya untuk membantu orang miskin. Hamba Allah, yang dijiwai oleh semangat doa dan digerakkan oleh iman yang kuat, terus menjalankan misi medisnya. Namun, kehadiran Franco seketika mengancam juga keselamatan Mariano.

Demi menjaga keselamatannya, Mariano ditawari kesempatan untuk melarikan diri ke Saragoza. Tetapi, ia memilih untuk menghadapi semua tantangan di negaranya. Ia menolak melarikan diri. Pria dermawan ini memilih bertahan meski menghadapi maut sekalipun.

Pada 13 Agustus 1936, beberapa anggota milisi menyambangi rumahnya. Saat itu, Mariano diwajibkan mengirimkan sejumlah uang kepada Komite Revolusioner Spanyol tanpa alasan yang jelas. Tentu, ia menolak permintaan itu. Anggota milisi kemudian melihat beberapa ikon religius dan patung Bunda Maria yang diletakkan di ruang tamu. Seketika, mereka menerobos masuk rumah dan membakar benda-benda suci tersebut.

Saat itu, Mariano pun turut ditangkap. Sadar akan kematian yang akan segera terjadi, ia memasrahkan dirinya pada Tuhan. Ia sempat beberapa hari mendekam di penjara. Setelah itu, ia harus menyerahkan nyawanya di hadapan regu tembak di sebuah tempat bernama El Pla. Ia dieksekusi bersama lima orang Kristen lainnya. Setelah itu, tubuh mereka dibakar.

Pastor Llewellyn Muscat O.P, sekretaris postulator beatifikasinya menulis, kematian Mariano menjadi benih iman di Spanyol. Benih itu pun akan terus hidup. “Ia wafat agar kami terus bertahan dalam iman dan meneladai dirinya. Dia pantas menjadi pahlawan iman bagi masyarakat Catalonia,” ujar Pastor Muscat.

Proses beatifikasi Mariano dibuka oleh Keuskupan Agung Tarragona pada 9 Juli 2003. Komisi Penggelaran Kudus Vatikan memvalidasi proses itu pada 9 November 2007. Pada 7 November 2018, Prefek Kongregasi Penggelaran Kudus Vatikan Kardinal Angelo Becciu mengumumkan resmi bahwa Paus Fransiskus telah menyetujui proses beatifikasinya. Dokter Mariano akan dibeatifikasi di Katedral Tarragona, 23 Maret 2019 mendatang.

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.05 2019, 3 Februari 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini