Batu Sandungan

1757

HIDUPKATOLIK.com – Dalam Kitab Suci dituliskan Yesaya menubuatkan bahwa Mesias tidak akan diterima oleh mayoritas orang di Israel tetapi sebaliknya akan menjadi ”batu sandungan” bagi mereka. (1 Petrus 2:6-8; Yesaya 8:14, 15). Mengapa kelahiran Kristus dianggap sebagai batu sandungan bagi orang Yahudi?

Tino, Cimahi

Dalam Kitab Suci “batu” sering dipakai dalam berbagai arti. Ada istilah “loh batu” di mana tertulis sepuluh perintah Allah (Kel.24:12). Ada ungkapan “batu karang” (petra), yang secara harafiah berarti karang untuk dasar bangunan, namun dipakai secara rohani juga: untuk menunjuk Kristus, batu karang sumber air hidup (1 Kor 10:4, bdk. Kisah batu karang yang dipukul Musa di Horeb (Kel. 17:6) dan untuk menunjuk Petrus yang karena imannya ditunjuk Kristus menjadi fondasi Gereja.

Istilah batu penjuru dan batu sandungan juga menarik. Bagi orang yang percaya Yesus akan menjadi batu penjuru (cornerstone), tetapi bagi orang yang tidak percaya Ia akan menjadi batu sandungan (lithos proskommatos) dan batu kemarahan (petra skandalon). Dalam Kitab Suci Indonesia Terjemahan Baru diterjemahkan menjadi batu sentuhan dan batu sandungan (1 Petrus 2:6-8). Dua istilah itu, batu penjuru dan batu sandungan punya pengertian berlawanan. Batu penjuru (cornerstone) berfungsi menghubungkan tembok-tembok, sehingga terkait dan tak roboh. Batu itu juga menjadi batu pedoman, yang akan dirujuk oleh batu-batu lainnya. Sedangkan batu sandungan, adalah batu yang membuat orang terjatuh, bahkan menjadi marah karenanya.

Kunci yang membedakan adalah iman. Siapa saja yang beriman kepada-Nya, seperti kata Injil Yohanes (1: 12), akan menjadi anak-anak Allah. Mereka akan berbuah banyak (Yoh 15) dan mempunyai hidup dalam kelimpahan. Yesus sungguh-sungguh adalah jalan, kebenaran dan hidup. Barang siapa percaya kepada-Nya dari dalam hatinya akan mengalir aliran air hidup (Yoh 7:38). Selain itu, sebagai batu penjuruYesus akan menjadi batu penghubung tembok, antara tembok yang dibangun bangsa Yahudi dan tembok bangsa lainnya. Apa yang tadinya terpisah, dan saling mengasingkan, dalam Yesus terhubung dalambangunan yang baru. Itulah Gereja di mana Kristus akan menjadi titik tolak, arah tujuan dan kepalanya.

Sebaliknya Kristus akan menjadi batu sandungan bagi orang yang tak beriman, bahkan batu kemarahan. Ini sebenarnya berlaku bagi semua bangsa, bukan hanya Yahudi. Kitab Suci mengisahkan banyak contoh peristiwa, bagaimana Yesus menjadi batu sandungan. Bahwa Ia datang dari kalangan sederhana saja sudah menimbulkan pergunjingan. Belum lagi ketika bergaul dengan pemungut cukai, orang kusta dan berdosa serta mewartakan pengampunan dosa. Kuasa Yesus bahkan lebih dari Musa dan para nabi. Semuanya itu sungguh merupakan sandungan saat itu. Apalagi ketika Ia menyebut diri Anak Allah, dan dengan hangat menyebut Allah sebagai Bapa-Nya. Ungkapan ini menimbulkan kemarahan luar biasa, yang menghantar pada penyaliban-Nya.

Yesus menjadi batu sandungan karena banyak pandangan Yahudi pada saat itu terpaksa harus dirombak. Hati manusia yang telah beku perhambaan hukum, digempur oleh Yesus yang membangkitkan cinta pada Allah dan sesama. Tembok kesombongan dan ekslusivisme yang timbul dari kebanggaan berlebihan sebagai bangsa pilihan, dihancurkan oleh sikap persahabatan Yesus. Begitulah siapapun menutup diri dari kabar gembira Yesus ini akan malang nasibnya, dan tersandung masuk perangkap sampai ke dosa pembunuhan. Untunglah itu bukan kisah akhir. Juga bagi mereka yang tersandung, masih selalu tersedia kasih pengampunan Yesus, asalkan mereka percaya.

Gregorius Hertanto MSC

HIDUP NO.04 2019, 27 Januari 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini