Pengurus RT/RW Membangun Peradaban Masyarakat

200
Salah seorang pengurus RT/RW dalam dialog dengan Mgr. Ignatius Suharyo. [HIDUP/Hermina Wulohering]

HIDUPKATOLIK.com Cinta tanah air dapat diwujudkan melalui keterlibatan dalam pembangunan keadaban publik.

RUKUN Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW) adalah istilah yang tak asing di Indonesia. Dalam masyarakat, lembaga ini dirancang dan dibagi berdasarkan wilayah hingga jangkauan terkecil di bawah kelurahan.

Ketua dan pengurus RT/RW sangat mengetahui kondisi di wilayahnya, mulai dari kondisi rumah, ekosistem, hingga jumlah penduduk, termasuk pendatang. Umat Katolik, meski di sejumlah daerah merupakan penduduk dengan jumlah kecil ternyata tak sedikit yang dipercaya mengemban tanggung jawab tersebut.

Hal ini terbukti salah satunya dari jumlah pengurus RT/RW beriman Katolik yang hadir dalam dialog dan Perayaan Ekaristi bersama Uskup Agung Jakarta,Mgr. Ignatius Suharyo, di aula Gereja Andreas Kim Taegon, Pegangsaan, Jakarta Utara, Selasa, 20/11.

Acara yang digelar oleh Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAAK) KAJ ini dihadiri lebih dari 1500 pengurus RT/RW, dewan kota, juru pemantau jentik (Jumantik), dan Forum Kewaspadaan  Dini Masyarakat (FKDM) se-KAJ.

Wakil Ketua Komisi HAAK KAJ, Maria Restu Hapsari, mengatakan, para pengurus RT/RW bersentuhan langsung dengan masyarakat umum yang bersifat plural. Itu sebabnya perlu mendorong mereka agar dapat menggerakkan pengamalan Pancasila. “Kami berharap para pengurus RT/ RW (beriman) Katolik yang telah mendedikasikan dirinya untuk pelayanan masyarakat ini dapat mendorong pengamalan Pancasila di ruang-ruang kecil dalam masyarakat,” katanya.

Dalam dialog, Mgr Suharyo juga menyoroti isu pengamalan Pancasila. Mgr Suharyo begitu getol mengajak umat KAJ untuk mengamalkan Pancasila. Ia mengatakan pengamalan ini merupakan wujud cinta tanah air dan para perintis Gereja Katolik di Indonesia yang sejak dulu mewariskan semangat itu.

Menurut Mgr Suharyo, cinta tanah air dapat diwujudkan melalui keterlibatan dalam pembangunan keadaban publik. Ia mengritisi orientasi nilai dalam masyarakat yang mulai hilang. “Ketika kesadaran masyarakat rusak dan orientasi nilai melenceng, maka kebohongan bisa diterima tanpa mengusik suara hati,” ujarnya.

Salah satu contoh, bebernya, sepeda motor yang melaju di trotoar. Itu tindakan yang salah karena trotoar merupakan hak pejalan kaki. Tapi, perbuatan itu belakangan ini marak terjadi. Mereka yang ditegur karena perbuatan keliru tersebut justru kerap tak menerima dan justru memarahai orang yang menegur.

Selain itu, kasus korupsi juga masih sering terjadi. Pelakunya justru mereka yang menjadi pemimpin dan pengayom masyarakat. “Keadaban publik menjadi kabur oleh pemimpin yang seharusnya mendidik masyarakat untuk membangun keadaban publik (tapi justru menyalahgunakan wewenangnya),” ujar Bapa Uskup.

Mgr Suharyo mengajak para pengurus RT/RW untuk berusaha menanamkan rasa cinta kepada tanah air melalui pembangunan keadaban publik. Bapa Uskup juga mengajak para pelayan masyarakat itu agar melayani masyarakat secara optimal. “Kalau bisa dipermudah, jangan dipersulit,” sambungnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Eusabius Binsasi, yang turut hadir dalam dialog, mengomentari banyaknya jumlah pengurus RT/RW beriman Katolik. Ia berharap sebagai aparat pemerintah di tingkat paling bawah, umat Katolik terlibat menata DKI Jakarta lebih bermutu dan beradab.

 

Hermina Wulohering

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini